Jakarta,Fusilatnews – 28 September 2025 — Sebuah insiden menarik perhatian publik dan media ketika Istana Kepresidenan mencabut kartu liputan seorang wartawan CNN Indonesia setelah yang bersangkutan mempertanyakan Presiden Prabowo Subianto mengenai program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kronologi Kejadian (berdasar sumber terbuka)
- Presiden Prabowo baru saja kembali ke Indonesia usai kunjungan ke luar negeri, termasuk Jepang dan Kanada, serta menyinggung agenda diplomatik di PBB.
- Saat sesi dengan awak media di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, seorang wartawan CNN Indonesia, Diana Valencia, mengajukan pertanyaan terkait apakah Presiden memberikan instruksi khusus kepada lembaga terkait (seperti Badan Gizi Nasional) terkait program MBG, utamanya menyusul laporan kasus keracunan di sejumlah daerah pengimplementasian.
- Menurut laporan, tim Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden menyatakan keberatan atas pertanyaan tersebut karena menurut mereka di luar “agenda kunjungan”. Pada 27 September 2025, sekitar pukul 19.15 WIB, BPMI disebutkan mengambil kembali kartu identitas pers istana milik Diana dari kantor CNN Indonesia.
- Pencabutan kartu itu memicu kritik keras dari organisasi pers. PWI Pusat menegaskan bahwa tindakan semacam itu dapat menghambat kebebasan pers yang dilindungi konstitusi (Pasal 28F UUD 1945) dan UU Pers.
- Dewan Pers juga menyatakan telah menerima pengaduan dan meminta agar Istana memberikan penjelasan agar tidak menghalangi tugas jurnalistik di lingkungan Istana.
- Pihak Istana hingga berita ini diturunkan belum memberikan klarifikasi rinci mengenai dasar pencabutan atau apakah tindakan itu berasal dari presiden, atas inisiatif staf, atau karena sensitivitas seputar proyek MBG.
- Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menyebut bahwa mereka tengah menjalin komunikasi dengan berbagai pihak untuk mencari kejelasan.
Potensi Dampak dan Persoalan
- Kebebasan Pers vs. Kekuasaan Kenyamanan
Tindakan pencabutan kartu liputan bisa dipandang sebagai upaya membatasi pertanyaan kritis terhadap kebijakan publik, terutama soal program MBG yang menyangkut kesejahteraan rakyat. Kritik menyebut bahwa ini bisa menciptakan efek jera: wartawan menjadi enggan menanyakan hal-hal sensitif. - Apakah Ini Kebijakan Presiden?
Belum ada pernyataan langsung dari Presiden Prabowo terkait insiden ini. Ada kemungkinan tindakan tersebut berasal dari aparat di lingkungan Istana yang merasa bahwa pertanyaan itu “di luar agenda.” Jika demikian, tanggung jawab institusional tetap berada di level tertinggi karena Istana adalah lembaga eksekutif terpusat. - Kepercayaan Publik
Dalam situasi demokrasi, publik tentu mempertanyakan: apakah pemerintah siap menghadapi pertanyaan kritis ataukah memilih menutup akses ketika dijungkir karena kebijakan yang kontroversial? - Aspek Legal
UU Pers mengatur bahwa “setiap orang berhak melakukan pekerjaan jurnalistik” dan “tidak boleh dibatasi secara sewenang-wenang.” Pelanggaran terhadap kebebasan pers dapat dikenakan sanksi pidana (penjara atau denda) jika terbukti ada unsur penghalangan yang disengaja. (detiknews)
Kesimpulan dan Catatan Redaksi
Insiden ini sedang memicu perdebatan tentang sejauh mana akses pers di lingkungan eksekutif boleh dibatasi, khususnya ketika pertanyaan itu menyasar isu publik yang penting seperti program pangan atau kesehatan masyarakat. Pemerintah perlu menjelaskan dengan transparan: apakah pencabutan tersebut adalah tindakan yang disetujui Presiden, atau semata reaksi berlebihan dari staf Istana.
Sementara itu, media dan masyarakat harus tetap mengawal agar kebebasan pers tetap dijunjung tinggi. Kredibilitas institusi publik bergantung pada kemampuan mereka menerima kritik, bukan menghindarinya.