Jokowi memang tidak mengerti dan tidak faham, bahwa Indonesia adalah Negara yang menanda-taangani perjanjian perdagangan dunia (WTO). Ia ngotot ingin melawan perjanjian perdangan dunia itu, dengan melarang eksport nickel, dengan alasan kebijakan hilirasi itu. Dan ternyata dalam pengadilan abritase internasional, Indonesia kalah.
Sebagaimana diketahui, Indonesia kalah dalam gugatan Uni Eropa di WTO perihal larangan ekspor bijih nikel yang dikeluarkan pada tahun 2019. Persoalan kekalahan Indonesia atas gugatan hukum perdagangan bak tiada akhirnya, Setelah resmi dinyatakan kalah pada Oktober 2022 lalu, ternyata Pemerintah memutuskan untuk terus ‘fight‘ atas kekalahan tersebut.
Gugatan berawal dari sikap pemerintah yang menyetop ekspor bahan mentah mineral yakni bijih nikel untuk mengembangkan produk mentah tersebut di dalam negeri untuk menciptakan nilai tambah yang berkali-kali lipat.
Reaksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) terungkap saat mengetahui Indonesia harus mengalami kekalahan di Organisasi Perdagangan Dunia (Word Trade Organization/WTO) atas pelarangan ekspor bijih nikel yang dilakukan Indonesia.
Hal ini diungkap oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang mengatakan saat mendapatkan informasi kekalahan pada Oktober 2022 lalu, Ia langsung mengadu pada Jokowi.
“Apa kata pak Presiden? hati-hati memang kalau orang kampung jadi Presiden leadership-nya kuat. Apa kata presiden? Mas Bahlil negara ini sudah merdeka, negara ini ada pemerintahannya ada rakyatnya dilindungi oleh Undang-undang. Gak boleh menyerah kepada negara manapun yang mau menekan kita lawan itu Uni Eropa di WTO,” terang Menteri Bahlil dalam Kuliah Umum Menteri Investasi/Kepala BKPM di Universitas Sebelas Maret (UNS),dalam catatan CNBC Indonesia.
Ungkapan Jokowi itu, menjelaskan dia tidak mengerti. Dia tidak Faham tata pergaulan perdagangan internasional yang telah disepakati bersama sejak tahun 1995.
Indonesia menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 1 Januari 1995. Sebagai negara anggota, Indonesia telah menandatangani perjanjian-perjanjian multilateral yang mengatur perdagangan internasional dan kebijakan perdagangan. Salah satu perjanjian utama yang ditandatangani oleh Indonesia adalah Marrakesh Agreement yang mendirikan WTO.
Penandatanganan perjanjian ini melibatkan negara-negara anggota WTO, dan Marrakesh Agreement mencakup pembentukan WTO serta peraturan dan prinsip-prinsip yang mengatur perdagangan internasional. Sejak saat itu, Indonesia telah terlibat dalam berbagai putaran negosiasi perdagangan di bawah naungan WTO untuk membahas berbagai aspek perdagangan global.
Bagi negara-negara yang menjadi penandatangan perjanjian-perjanjian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), keanggotaan dalam WTO memiliki beberapa arti dan dampak. Berikut adalah beberapa aspek yang menjadi signifikan bagi negara-negara penandatangan:
Indonesia sebagai anggota dalam WTO diberikan akses kepada negara anggota untuk berpartisipasi dalam perdagangan internasional dengan lebih bebas. Dengan berkomitmen pada prinsip-prinsip WTO, seperti perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap anggota lainnya, negara-negara dapat mengakses pasar global dan mengurangi hambatan perdagangan.
WTO menyediakan kerangka kerja peraturan untuk perdagangan internasional. Ini mencakup aturan terkait dengan tarif, hambatan non-tarif, hak kekayaan intelektual, dan lainnya. Keanggotaan dalam WTO memberikan kepastian hukum bagi negara-negara penandatangan terkait dengan aturan perdagangan global.
WTO memiliki mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat digunakan oleh negara-negara anggota untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan mereka. Mekanisme ini memberikan platform resmi bagi negara-negara untuk menyelesaikan sengketa tanpa harus mengadakan pertikaian secara langsung.
WTO secara berkala mengadakan putaran negosiasi untuk membahas isu-isu perdagangan dan mencapai kesepakatan baru. Keanggotaan dalam WTO memberikan negara-negara penandatangan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses ini dan mempengaruhi bentuk aturan perdagangan global.
Keanggotaan dalam WTO memberikan perlindungan terhadap tindakan diskriminatif oleh negara lain. Negara-negara dapat mengajukan gugatan jika mereka merasa bahwa mereka diperlakukan secara tidak adil oleh anggota WTO lainnya.
Penting untuk dicatat bahwa sementara WTO menyediakan manfaat bagi banyak negara, terdapat juga kritik terhadap organisasi ini, terutama terkait dengan ketidaksetaraan dalam perjanjian perdagangan dan dampaknya terhadap pembangunan ekonomi dan sosial.