Indonesia berada pada titik krisis ketahanan ekonomi dan sosial. Meskipun perekonomian negara menunjukkan angka positif, kenyataannya beban rakyat kecil semakin berat, terutama para petani dan nelayan yang selama ini menjadi tulang punggung pangan bangsa. Namun, kebijakan yang diambil oleh dua pemimpin utama Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Prabowo Subianto, memperlihatkan arah yang sangat kontras. Sementara Jokowi fokus pada ambisi besar pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), Prabowo justru menggunakan uang negara untuk mengurangi beban rakyat kecil, dengan menghapus utang macet bagi petani dan nelayan.
Jokowi: Ambisi IKN yang Mengabaikan Realitas Rakyat Kecil
Jokowi selalu mempromosikan visi besarnya untuk memindahkan ibu kota negara ke Nusantara, IKN. Meskipun proyek ini telah menyedot perhatian besar dan mengklaim akan menjadi motor penggerak ekonomi di masa depan, kenyataannya kebijakan ini jauh dari kebutuhan mendesak rakyat. Uang negara yang seharusnya digunakan untuk membantu sektor-sektor vital seperti pertanian, perikanan, dan kesehatan, justru dialihkan untuk membiayai pembangunan IKN.
Anggaran yang dikeluarkan untuk proyek tersebut bukan angka yang kecil. Menurut beberapa laporan, total biaya untuk memindahkan ibu kota bisa mencapai lebih dari Rp 500 triliun. Anggaran yang sangat besar ini, pada kenyataannya, lebih menguntungkan sektor konstruksi dan infrastruktur, bukan rakyat yang terjepit dengan masalah sehari-hari. Sementara itu, petani yang menjadi penyokong utama ketahanan pangan Indonesia, justru semakin tertekan dengan ketidakmampuan pemerintah menangani masalah fundamental seperti utang macet mereka.
Inilah ironi terbesar dari kepemimpinan Jokowi: fokus pada proyek ambisius tanpa memperhatikan akar masalah yang dihadapi rakyat. Program besar IKN seolah menenggelamkan urgensi untuk meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan, dan sektor-sektor lain yang menyentuh langsung kehidupan rakyat kecil.
Prabowo: Menggunakan Uang Negara untuk Bebaskan Rakyat Kecil
Sebaliknya, Prabowo Subianto, yang baru saja mengambil langkah nyata dengan menghapus utang macet petani dan nelayan, memperlihatkan pendekatan yang lebih langsung dan manusiawi terhadap rakyat. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024, Prabowo memastikan bahwa sektor UMKM, terutama yang bergerak di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan, terbebas dari utang yang membelenggu mereka. Penghapusan utang ini tidak hanya memberikan kelegaan finansial, tetapi juga membuka jalan bagi petani dan nelayan untuk mengajukan pinjaman baru guna melanjutkan usaha mereka.
Langkah Prabowo ini menunjukkan pemahaman yang lebih dalam tentang kebutuhan rakyat. Ia menyadari bahwa ketahanan pangan tidak hanya bergantung pada kebijakan besar yang megah, tetapi pada upaya untuk menstabilkan ekonomi rakyat kecil. Dengan menggunakan uang negara untuk meringankan beban petani dan nelayan, Prabowo memprioritaskan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat Indonesia: peluang untuk bertahan dan berkembang.
Penghapusan utang ini jelas berbeda dengan kebijakan Jokowi yang lebih menekankan pada proyek-proyek besar dan jangka panjang yang belum tentu berdampak langsung pada kehidupan rakyat. Sementara Prabowo memilih untuk segera menanggulangi masalah yang sudah ada di lapangan.
Realitas yang Terlupakan: Kebutuhan Rakyat yang Terabaikan
Jokowi sering kali mengungkapkan bahwa pembangunan infrastruktur adalah kunci untuk kemajuan bangsa. Namun, kebijakan yang mengutamakan pembangunan fisik tanpa memikirkan pemberdayaan ekonomi rakyat sering kali melupakan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia sejatinya berada pada ketahanan sektor pertanian dan perikanan yang lebih stabil dan langsung berhubungan dengan kehidupan sehari-hari rakyat.
Pada saat yang sama, Prabowo memilih untuk menggunakan kebijakan yang langsung menyentuh kehidupan rakyat. Penghapusan utang ini merupakan langkah nyata yang dapat dirasakan segera oleh petani dan nelayan. Itu adalah bentuk perhatian yang jauh lebih nyata dibandingkan dengan sekadar janji-janji yang tertunda dalam proyek pembangunan fisik.
Membangun IKN atau Membangun Rakyat?
Tentu saja, pembangunan IKN bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Namun, dalam situasi ekonomi yang masih belum stabil, apakah memindahkan ibu kota negara adalah prioritas yang tepat? Dalam jangka pendek, pembangunan IKN tidak memberikan dampak langsung terhadap masalah sosial dan ekonomi yang dihadapi oleh rakyat. Sebaliknya, penggunaan dana negara untuk membantu petani dan nelayan justru akan memberikan efek domino yang positif bagi perekonomian Indonesia.
Dengan membebaskan petani dan nelayan dari jerat utang, pemerintah bisa meningkatkan produktivitas sektor pertanian yang pada gilirannya akan memperkuat ketahanan pangan negara. Kebijakan ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk berusaha kembali, membangun ekonomi mereka tanpa tekanan utang, yang akan meningkatkan kesejahteraan mereka serta mengurangi ketergantungan pada impor pangan.
Kesimpulan: Dua Pendekatan yang Berbeda dalam Mengelola Negara
Jokowi dan Prabowo memiliki visi yang berbeda tentang bagaimana seharusnya uang negara digunakan. Sementara Jokowi memilih untuk memfokuskan anggaran negara pada proyek besar seperti IKN, yang lebih berdampak pada pembangunan fisik jangka panjang, Prabowo justru menggunakan uang negara untuk membebaskan rakyat kecil dari beban utang yang selama ini membelenggu mereka.
Pada akhirnya, kebijakan yang diambil Prabowo menunjukkan bahwa ketahanan ekonomi sebuah negara tidak hanya ditentukan oleh proyek ambisius, tetapi oleh bagaimana pemimpin mengatasi permasalahan mendasar yang dihadapi rakyat. Penghapusan utang bagi petani dan nelayan adalah contoh nyata dari kepemimpinan yang peduli terhadap nasib rakyat kecil. Sementara itu, kebijakan Jokowi yang lebih terfokus pada pembangunan IKN, meskipun penting, seolah-olah mengabaikan urgensi penyelesaian masalah ekonomi rakyat yang lebih mendesak.
Dalam konteks ini, Prabowo menunjukkan pemahaman yang lebih tajam terhadap kebutuhan rakyat Indonesia, sementara Jokowi perlu introspeksi apakah kebijakan yang ia jalankan benar-benar menjawab tantangan yang ada, ataukah hanya memenuhi ambisi pribadi dan politik belaka.