Meski sudah berlangsung lama, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan sampai saat ini masih belum menemukan penyebab pasti kelangkaan minyak goreng yang terjadi di pasaran sekarang ini. Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag I G Ketut Astawa, mengklaim jika dicek di tingkat produsen, produksi minyak goreng yang berjalan saat ini seharusnya mencukupi kebutuhan domestik.
“Kalau kita lihat data yang ada komitmen dari produsen CPO itu sudah mencapai 351 juta liter selama 14 hari, kebutuhan kita selama per bulan sebenarnya berkisar antara 279 sampai 300 juta liter,” kata Ketut, dikutip dari Antara, Minggu (6/3/2022). Ketut bilang, para produsen sudah mematuhi aturan Domestic Market Obligation (DMO) yang sudah dikeluarkan pemerintah. Pihaknya mencatat, produsen minyak goreng sudah memasok sebanyak 351 juta liter untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Dengan asumsi perhitungan produksi seluruh pabrik minyak goreng dan kebutuhan di masyarakat, seharusnya membuat pasar dalam negeri kebanjiran produk minyak goreng dalam jangka waktu sebulan. Bukan melimpahnya pasokan minyak goreng di pasaran, melainkan yang terjadi justru sebaliknya, kelangkaan. Di pasar ritel modern ataupun tradisional masih sulit ditemukan produk minyak goreng sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET). Masih dalam dugaan, lanjut Ketut, kelangkaan ini akibat oknum yang menimbun minyak goreng dalam jumlah besar. “Oleh karena itu, kami beserta jajaran juga sedang mencari di mana letak simpulnya ini (minyak goreng langka), apakah ada yang menimbun. Dan memang ada beberapa hal seperti temuan Satgas Pangan di Sumatera Utara, termasuk di Kalimantan, dan sebagainya,” ujar Ketut.
“Ini yang teman-teman beserta tim Satgas pangan kabupaten kota dan provinsi sedang melakukan langkah-langkah evaluasi tersebut,” kata dia lagi. Senada dengan Ketut, pejabat Kemendag lainnya, Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan, Didid Noordiatmoko juga mengaku tak bisa menjawab alasan pasti kenapa minyak goreng bisa hilang dari pasaran. Ketika ditanya mengapa kelangkaan minyak goreng ini berlarut-larut, Didid mengatakan ini lantaran kompleksnya persoalan dari hulu hingga ke hilir. Padahal hasil riset menyebutkan kebutuhan minyak goreng per orang hanya 0,8-1 liter per bulan. Artinya, kini banyak rumah tangga menyetok minyak goreng. “Tapi ini baru terindikasi (warga menimbun minyak goreng di rumah),” kata dia saat kunjungan kerja ke Palembang baru-baru ini.
Ia mencontohkan seperti produsen minyak goreng di Sumatera Selatan, saat ini sudah memproduksi 300 ton per bulan atau sudah mendekati kebutuhan daerah ini. Jika pun terdapat selisih diperkirakan hanya 10 persen.
Keheranan Puan
Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah segera menyelesaikan masalah kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng dan kedelai sebelum Ramadhan pada awal April 2022. “Menjelang Ramadhan ini, saya keliling ke wilayah Jawa Timur seperti Surabaya, Lamongan dan Gresik. Untuk harga tempe dan tahu, menurut pedagang, tidak dinaikkan, meski harga kedelai mahal, tapi ukurannya diperkecil,” katanya saat mengunjungi Kampung Tempe di Sukomanunggal Gang I, Kelurahan Sukomanunggal, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya, Jatim, dikutip dari Antara. Puan menambahkan saat mengunjungi pabrik minyak goreng di Gresik, perusahaan juga tidak mengurangi produksinya. Oleh karena itu, ia meminta pihak terkait menyelidiki kelangkaan minyak goreng.
“Jika produksi pabrik minyak goreng normal, kok bisa minyak goreng langka di pasaran. Makanya, saya minta pemerintah untuk mengantisipasi ini, namun tidak secara ad hoc,” katanya. Ketua DPP PDI Perjuangan ini juga mengatakan sebagai Ketua DPR, dirinya memiliki fungsi pengawasan dan bukan sebagai eksekusi. Untuk itu, Puan menekankan agar pemerintah menelusuri kelangkaan minyak goreng tersebut. “Katanya ada panic buying, apakah betul karena itu? Sebab hanya saat-saat tertentu saja ada panic buying?” katanya. Agar dalam waktu cepat ini bisa teratasi dan masyarakat bisa memperoleh minyak goreng dengan harga normal, Puan meminta pemerintah daerah segera menggelar operasi pasar. “Saya minta antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah berkoordinasi untuk menggelar operasi pasar. Antara pemda dan pemerintah pusat harus sinergi untuk mengatasi masalah minyak goreng ini,” ujarnya.
Versi Ombudsman
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, minyak goreng dalam negeri sebenarnya tersedia cukup untuk pemenuhan masyarakat. Hanya saja, kata dia, kelangkaan minyak goreng masih terjadi di berbagai daerah sementara kegiatan ekspor CPO masih dibatasi. “Ekspor CPO sekarang masih dibatasi, itu artinya CPO-nya masih banyak, tetapi di satu sisi kenapa minyak gorengnya langka. Berarti memang harus ada investigasi yang komprehensif di antara semua rantai ini,” kata Yeka dalam konferensi pers secara virtual. Dia mengakui memang sebelum-sebelumnya Kementerian Perdagangan telah merilis berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan minyak goreng yang salah satunya mengeluarkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) dan kebijakan penetapan Domestic Market Obligation (DMO). “Kementerian Perdagangan sudah mengeluarkan 6 kebijakan yang pada intinya hari ini kebijakan yang mengikat itu adalah kebijakan HET dan kebijakan penetapan DMO,” katanya.
Dia pun membeberkan, berdasarkan hasil pemantauannya di sejumlah daerah, terbukti bahwa masih ada pembatasan stok dari distributor hingga berujung ke retail. “Kenapa ini dibatasi, yang menarik merupakan respon dari pengusaha pelaku usaha yang membaca situasi arah kebijakan. Jangan-jangan Mereka melihat karena itu pemerintah sudah mengeluarkan 6 regulasi dan regulasi ini selalu direvisi,” kata Yeka. Yeka menambahkan, berdasarkan penyelidikannya ketersediaan minyak goreng juga masih langka di sejumlah titik. “Dari beberapa informasi yang kami kumpulkan dari daerah dan apa yang kita lihat, minyak goreng itu masih langka,” kata Yeka.
Sumber : Kompas.com