Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Calon Pimpinan KPK 2019-2024
Jakarta, Fusilatnews – Permohonan praperadilan Pegi Setiawan disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat, Senin (1/7/2024), dipimpin Hakim Tunggal Eman Sulaeman.
Pegi Setiawan adalah tersangka kasus pembunuhan sepasang kekasih Vina Dewi Arsita dan Muhammad Rizky Rudiana di Cirebon, Jabar, 27 Agustus 2016.
Pegi ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka utama oleh polisi pada 21 Mei 2024 berdasarkan surat Nomor S.TAP90/5/Res.1.24/2024/Direskrimum.
Insank Nasruddin, Kuasa Hukum Pegi Setiawan menyatakan kliennya itu merupakan korban dari “error in persona” (salah tangkap) aparat Polda Jabar.
Pegi Setiawan, kata Insank, adalah orang yang berbeda dari Pegi alias Perong yang sudah dimasukkan polisi ke Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak delapan tahun lalu, baik berbeda ciri fisik, usia, maupun alamat rumahnya.
Pegi, kata Insank, juga punya alibi. Saat peristiwa pembunuhan yang disertai pemerkosaan terhadap Vina itu terjadi di Cirebon, 27 Agustus 2026, Pegi Setiawan justru sedang berada di Bandung untuk bekerja sebagai kuli bangunan.
Pegi Setiawan, lanjut Insank, juga tidak diperiksa terlebih dulu oleh penyidik Polda Jabar sebelum ditetapkan tersangka.
Terkait hal-hal tersebut, Insank kemudian menantang Kuasa Hukum Polda Jabar untuk menunjukkan dua alat bukti permulaan yang cukup yang menjadi landasan penetapan seorang tersangka, sebagaimana diamanatkan Pasal 184 KUHAP, untuk diuji di pengadilan.
Kuasa Hukum Pegi kemudian memohon kepada Hakim Tunggal Eman Sulaeman untuk menyatakan penetapan tersangka kliennya tidak sah, dan membebaskan kuli bangunan itu dari tahanan Polda Jabar.
Lalu, apa jawaban polisi? Menurut Kepala Bidang Hukum Polda Jabar Kombes Nurhadi Handayani yang menjadi Ketua Tim Kuasa Hukum Polda Jabar, semua yang dipaparkan Kuasa Hukum Pegi Setiawan itu merupakan hak mereka. Namun, jawaban resmi pihaknya akan diberikan dalam sidang lanjutan di PN Bandung, Selasa (2/7/2024) ini.
Akan tetapi, apa pun nanti jawaban Kuasa Hukum Polda Jabar, satu hal sudah pasti: kasus salah tangkap Sengkon-Karta membayang-bayangi kasus Pegi ini, terutama terkait dugaan “error in persona”.
Dikutip dari berbagai sumber, Sengkon dan Karta adalah dua petani miskin di Bekasi, Jabar, yang divonis bersalah atas tindak pidana perampokan dan pembunuhan tahun 1974.
Kedua petani ini dituduh menjadi pelaku perampokan dan pembunuhan pasangan suami-istri, Sulaeman dan Siti Haya pada 20 November 1974.
Tiga tahun kemudian, berdasarkan Putusan PN Bekasi tahun 1977, Sengkon dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, sedangkan Karta dijatuhi hukuman 7 tahun penjara.
Namun, saat sedang menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur, tiba-tiba muncul seseorang bernama Gunel, yang masih punya hubungan darah dengan Sengkon, mengaku sebagai pembunuh Sulaeman-Siti Haya.
Gunel saat itu dipenjara atas kesalahannya melakukan pencurian. Gunel juga mengaku kepada Sengkon, dialah pelaku perampokan di Desa Bojongsari dan membunuh Sulaeman-Siti Haya.
Dalam pengakuannya, Gunel menyatakan membunuh Sulaeman pada 20 November 1974 di Kampung Bojongsari, Desa Jatiluhur, Kecamatan Pondok Gede, Bekasi, bersama tiga orang lainnya.
Akhirnya, Gunel dan tiga rekannya ditetapkan polisi sebagai tersangka baru kasus perampokan dan pembunuhan Sulaeman-Siti Haya, dan akhirnya dihukum penjara.
Sengkon dan Karta kemudian mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). Pada 3 November 1980, Kepala Kejaksaan Negeri Bekasi Artomo Singodiredjo SH mengajukan permohonan “schorsing” (penundaan) kepada Kepala LP Cipinang agar Sengkon dan Karta dibebaskan terlebih dahulu.
Permohonan tersebut kemudian dikabulkan oleh Jaksa Agung Ali Said SH, yang mengirim surat kepada Menteri Kehakiman dan Ketua MA dengan maksud sama.
Akhirnya pada 4 November 1980, Sengkon dan Karta resmi dibebaskan.
Kini, peristiwa salah tangkap Sengkon-Karta membayangi Pegi Setiawan.
Ada adagium dalam hukum, lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.
Akankah Hakim Tunggal PN Bandung Eman Sulaeman menerapkan adagium tersebut dengan menyatakan penetapan tersangka Pegi Setiawan tidak sah?
Kita tunggu saja tanggal mainnya Senin (8/7/2024) depan saat putusan praperadilan Pegi Setiawan dibacakan.