Jakarta – Fusiĺatnews – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) merilis operasi tangkap tangan ( OTT) yang melibatkan orang- orang dekat Gubernur Kalsel Sahbirin Noor dengan pihak Swasta
OTT ini bermula dari informasi yang diperoleh oleh tim penyidik, terkait dugaan penerimaan suap dalam proyek pembangunan di Kalsel.
“Informasi bahwa pada Tahun Anggaran 2024 terdapat proses pengadaan barang/jasa untuk beberapa paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan TA 2024,” kata Ghufron di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menegaskan kan, dari OTT tersebut, KPK menetapkan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor sebagai tersangka lantaran diduga menerima hadian atau janji oleh penyelenggara negara.
Menurut Ghufron , ada tiga proyek pembangunan yang dikorupsi yaitu pembangunan Lapangan Sepak Bola, Samsat Terpadu, dan kolam renang. Ketiga proyek ini dimenangkan pihak swasta Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND)
Ia mengatakan, terpilihnya Sugeng dan Andi dalam ketiga proyek dilakukan dengan merekayasa pengadaan berupa pembocoran HPS dan kualifikasi perusahaan yang disyaratkan pada lelang.
“Kemudian konsultan perencana terafiliasi dengan YUD, pelaksanaan pekerjaan sudah dikerjakan lebih dulu sebelum berkontrak,” ujarnya. Ghufron mengatakan, atas terpilihnya Sugeng dan Andi, ada fee yang disiapkan untuk Gubernur Sahbirin Noor (SHB) sebesar 5 persen atau sebesar Rp 1 miliar.
Ia mengatakan, Sugeng telah menyerahkan uang Rp1 miliar untuk Sahbirin Noor yang diletakkan di dalam kardus warna coklat. Kardus tersebut, kata dia, diserahkan kepada Kabid Cipta Karya Yulianti Erlynah (YUL) atas perintah Kadis PUPR Kalsel Ahmad Solhan (SOL)
“Ini bertempat di salah satu tempat makan. Bahwa uang tersebut merupakan fee 5 persen untuk SHB (Sahbirin Noor),” ujarnya.
KPK sita uang Rp 12 miliar dan 500 Dollar AS Ghufron mengatakan, KPK menyita uang sebesar Rp 12 miliar atau Rp 12.113.160.000 dan 500 Dollar Amerika Serikat (AS) dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Pemprov Kalimantan Selatan. Uang tersebut merupakan bagian dari fee 5 persen untuk Sahbirin Noor terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Provinsi Kalimantan Selatan.
KPK kemudian menyita 6 kardus berisi uang dari AMD, seorang pengurus Rumah Tahfidz Darussalam.
Rinciannya, satu buah kardus coklat berisikan uang Rp 1 miliar, satu buah tas duffel warna hitam berisi uang Rp 1,2 miliar, satu buah tas ransel warna hitam berisikan uang Rp 1 miliar,
Satu kardus kuning dengan foto “Paman Birin” berisikan Rp 800 juta, satu kardus berisikan Rp 1,2 miliar, dan satu kardus berisikan Rp710 juta Kemudian, dari Kabid Cipta Karya Yulianti ditemukan satu koper berisikan Rp 1 miliar, satu koper berisikan Rp 1,3 miliar, satu koper berisikan Rp 1 miliar, satu koper berisikan Rp 350 juta, dan empat bundle dokumen terkait perkara.
Dan dua lembar post it berwarna kuning bertuliskan ‘logistik Paman:200 juta, logistik terdahulu: 100 juta, logistik BPK: 0,5 persen’,” tuturnya.
Ghufron mengatakan, KPK juga mengambil berkas transaksi dari pihak swasta, Sugeng. Adapun perpindahan uang yang terjadi menyentuh Rp 600 juta.
Terakhir, KPK mengambil uang dari tiga koper dan satu kresek dari tangan Plt Kabag Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel FEB. Totalnya yakni Rp 3,2 miliar dan 500 Dollar AS.
6 tersangka ditahan
Dari OTT tersebut, KPK menahan 6 tersangka. Keenam orang tersebut adalah Kepala Dinas PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kepala Bidang Cipta Karya Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah (YUL), pengurus Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt Kepala Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan berinisial Agustya Febry Andrean (FEB)
. Kemudian ada dua orang pihak swasta bernama Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).
Selain enam orang tersangka tersebut, KPK juga menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor sebagai tersangka. Namun, Sahbirin Noor belum ditahan.
Ghufron mengatakan, empat orang tersangka diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangkan, dua orang tersangka dari unsur swasta diduga melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.