Afrinaldi menyatakan menemukan banyak luka tak wajar saat memandikan jasad putra sulungnya. Mulai dari bekas luka lebam di punggung, pinggang, tangan, juga luka di perut mirip sepatu besar
Jakarta – Fusilatnews – Menanggapi Hasil penyelidikan Polda Sumbar yang didasarkan keterangan 49 saksi, terdiri dari personel Sabhara Polda Sumbar yang melaksanakan tugas pencegahan tawuran pada saat kejadian, saksi umum “serta teman korban sebagai saksi kunci,” kata Suharyono Ahad, 30 Juni 2024 seperti dilansir dari Antara.
Pihak keluarga mendiang Afif yang diwakili ayah Afif menolak hasil penyelidikan Polda Sumatera Barat “Tidak, saya yakin seyakin-yakinnya anak saya tidak melompat, karena tidak ada tanda-tanda di badannya jatuh dari ketinggian,” kata Afrinaldi, ayah Afif Maulana di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin, 1 Juli 2024.
Kematian Afif, 13 tahun, hingga kini masih menimbulkan banyak tanda tanya. Keluarga almarhum dan kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang terus mencari keadilan untuk Afif. Mereka menolak hasil penyelidikan Polda Sumbar dan meyakini korban tidak melompat dari jembatan. Melainkan disiksa oleh anggota Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) saat berpatroli menangani tawuran.
Keluarga yakin Afif meninggal karena siksaan Polisi karena adanya beberapa tanda-tanda saat jasad Afif ditemukan mengambang di bawah Jembatan Kuranji, Padang, Ahad, 9 Juni lalu.
Direktur LBH Padang, Indira Suryani mengatakan dengan tegas, Afif dan beberapa korban lain mengalami penyiksaan. “Tidak ada perubahan statement yang kami sampaikan,” ujar Indira
Indira mengungkap, bahwa kuasa hukum dan keluarga tidak seperti Polda Sumbar, yang kerap mengubah pernyataan dari waktu ke waktu perihal kronologi kematian Afif. Mulai dari lebam, lanjutnya, lalu mengatakan melompat, yakin melompat, serta forensik yang mengatakan korban terpeleset. “Itu suatu keanehan luar biasa dalam kasus ini.”
Ketika melakukan ekspos kasus dengan Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Indira menuturkan bahwa ada keterangan dari dokter forensik yang menyebutkan ada dugaan Afif terpeleset. Kepolisian juga menjanjikan rekaman CCTV, tapi sampai kini, pihak keluarga belum menerimanya.
Keterangan yang terus berbeda saat polisi menyampaikan hasil penyelidikan membuat keluarga makin yakin bahwa anaknya memang disiksa. Sebab, mau melompat atau terpeleset, kata Indira, kondisi jasad Afif ditemukan banyak luka lebam seperti tanda-tanda kekerasan.
Afrinaldi menyatakan menemukan banyak luka tak wajar saat memandikan jasad putra sulungnya. Mulai dari bekas luka lebam di punggung, pinggang, tangan, juga luka di perut mirip sepatu besar.
“Tetapi memang hasil forensik itu mengatakan kakinya bersih, kepala bersih, tidak ada luka apa-apa. Yang menyebabkan dia meninggal adalah patah tulang rusuk sebelah kanan, 6 buah lalu kena ke paru-parunya,” kata Indira.
Selain itu, posisi jasad Afif juga telungkup, tidak seperti orang yang memang melompat dari ketinggian belasan meter. Ketika Anggun (ibunda Afif) menunjukkan foto mayat Afif yang mengambang, berkali-kali, kuasa hukum keluarga itu mengatakan, almarhum tidak telungkup, tapi telentang dengan tangan yang terkepal dan terapung-apung.
“Afif tidak ditemukan miring ke kiri atau kanan, dia ditemukan terapung dengan tangan terkepal, tidak nyungsep ke bawah tapi telungkup.”
Bukti-bukti tadi merupakan alasan kuat dari pihak keluarga dan kuasa hukum bahwa ada tanda kekerasan. “Meyakinkan kami ada dugaan penyiksaan sangat kuat terjadi,” ucapnya. Maka dari itu, Anggun Anggraeni bersikeras agar buah hatinya mendapatkan keadilan.
“Keadilan untuk Afif Maulana, anak saya,” ujar Anggun menahan air mata.
Sebelumnya Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Barat (Sumbar) Irjen Suharyon membantah kematian bocah 13 tahun siswa SMP di Padang.Afif Maulana karena dianiaya gerombolan Polisi
Menurut Hasil penyelidikan Polda Sumbar yang didasarkan keterangan 49 saksi, terdiri dari personel Sabhara Polda Sumbar yang melaksanakan tugas pencegahan tawuran pada saat kejadian, saksi umum “serta teman korban sebagai saksi kunci,” kata Suharyono Ahad, 30 Juni 2024 seperti dilansir dari Antara.
Disampig pemeriksaan tempat kejadian perkara, serta berdasarkan hasil visum dan autopsi terhadap korban Afif Maulana.
“Saksi kunci A menolak ajakan korban untuk melompat dari jembatan dan lebih memilih untuk menyerahkan diri ke Polisi, ini sesuai dengan keterangan saksi A,” kata Suharyono.
Saksi A tercatat dua kali menyampaikan kepada Polisi bahwa temannya melompat dari Jembatan Kuranji yang tingginya mencapai 12 meter.
Pertama disampaikan saat ia diamankan oleh Personel Sabhara di atas Jembatan Kuranji, yang kedua disampaikannya saat telah dikumpulkan di Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Kuranji bersama pelaku tawuran lain.
Namun informasi itu tidak digubris oleh Personel Sabhara karena Polisi tidak percaya ada yang nekat melompat dari ketinggian kurang lebih 12 meter itu, personel juga fokus mengamankan pelaku lain serta barang bukti senjata tajam dari lokasi
“Keterangan dari saksi A itu telah membantah narasi yang berkembangan bahwa Afif tewas karena dianiaya oleh Polisi kemudian dibuang ke bawah jembatan Kuranji, itu tidak benar,” jelasnya.
Suharyono menegaskan keterangan yang ia sampaikan adalah fakta hukum dari pemeriksaan keterangan-keterangan saksi, bukan asumsi atau tudingan-tudingan belaka.
Berdasarkan hasil autopsi diketahui korban mengalami patah tulang iga sebanyak enam buah yang kemudian menusuk paru-paru hingga korban tewas.
Suharyono mengatakan dari fakta-fakta di atas, polisi menarik kesimpulan bahwa korban meninggal setelah melompat dari jembatan demi menghindari kejaran Polisi, sehingga tidak ada unsur tindak pidana di sana.
“Itu kesimpulan sementara dari hasil penyelidikan kami, jika memang nanti ada pihak yang mengajukan bukti serta bukti baru akan kami tampung dan penyelidikan dibuka kembali,” katanya