Presiden Joko Widodo (Jokowi) meluapkan sejumlah kejengkelan saat memberikan pengarahan kepada menteri, kepala lembaga, kepala daerah, dan BUMN tentang aksi afirmasi bangga buatan Indonesia, Jumat (25/3).
Saat di Bali, Jokowi sampai mengeluarkan kata bodoh hingga melarang peserta yang hadir tepuk tangan di sela-sela dirinya bicara.
Awalnya, Jokowi mengatakan realisasi pengadaan barang dan jasa dari dalam negeri baru atau made in Indonesia Rp214 triliun per hari ini. Angka ini setara dengan 14 persen dari total anggaran yang sebesar Rp1.481 triliun.
Jokowi menjelaskan anggaran untuk pengadaan barang dan jasa begitu besar tahun ini. Rinciannya, anggaran pusat sebesar Rp526 triliun, daerah Rp535 triliun, dan badan usaha milik negara (BUMN) Rp420 triliun.
“Ini uang besar sekali, tidak pernah kita lihat dan ini kalau digunakan 40 persen saja (untuk pengadaan barang dan jasa dari dalam negeri), maka dapat mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan kementerian dan BUMN tak perlu repot-repot mencari investor untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Menurutnya, ekonomi RI akan otomatis tumbuh jika seluruh anggaran pengadaan barang dan jasa ikut dirasakan oleh pelaku UMKM.
“Tidak perlu cari investor, kita diam saja, tapi konsisten beli barang yang diproduksi pabrik-pabrik, industri-industri, UMKM-UMKM kita. Bodoh sekali kalau tidak lakukan ini,” katanya.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini mengaku heran karena masih terdapat kementerian atau BUMN yang membeli CCTV secara impor. Padahal, banyak perusahaan lokal yang memproduksi barang tersebut.
“Apa-apaan ini, dipikir kita bukan negara yang maju buat CCTV saja beli impor,” ujarnya.
Setelah itu, Jokowi menyentil seragam hingga sepatu tentara dan polisi yang juga beli dari luar negeri. Belum lagi pulpen hingga buku tulis yang juga masih berasal dari luar negeri.
“Jangan ini diteruskan, setop. Kalau semua beli produk dalam negeri maka lompat ekonomi kita,” katanya.
Jokowi juga menyoroti impor tempat tidur di rumah sakit dan alat kesehatan. Berkaitan dengan impor alat kesehatan dan tempat tidur rumah sakit ini, kejengkelan langsung ia arahkan kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
“Alkes, menteri kesehatan, tempat tidur untuk rumah sakit, produksi saya lihat ada di Yogyakarta, Bekasi, Tangerang. (Tapi) masih impor, mau diteruskan? Mau saya umumkan kalau saya jengkel,” katanya.
Lalu, impor alat pertanian. Kegeraman terjadi saat Jokowi menanam jagung di Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT) kemarin. Saat itu Jokowi menemukan traktor yang sebenarnya tidak berteknologi tinggi dibeli dari luar negeri.
“Alat mesin pertanian, traktor tak berteknologi tinggi saja impor, jengkel saya,” ujarnya.
Karena keheranannya itu, ia sempat berpikir kementerian, lembaga, dan instansi pemerintah memang bodoh karena tak mau memakai produk dalam negeri dan UMKM.
“Kadang-kadang saya mikir, ini kita ngerti tidak sih? Jangan-jangan kita tidak kerja detail sehingga tidak tahu barang yang dibeli itu barang impor,” katanya.
Saking jengkelnya, Jokowi bahkan dua kali melarang peserta yang hadir di ruangan itu untuk tepuk tangan saat dirinya menyampaikan pengarahan.
Jokowi bahkan sampai menunjuk kepala sendiri saking jengkelnya, karena tidak habis pikir melihat kementerian, lembaga, Pemda, dan BUMN banyak masih membeli barang impor.
“Uang-uang APBN, uang rakyat, uang kita sendiri kok dibelikan barang impor, itu kadang-kadang gimana toh? Aduh. Saya detilkan lagi, gregetan saya,” ujarnya.
Berangkat dari itu, Jokowi meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin mengawasi produk impor yang masuk ke Indonesia. Ia mewanti-wanti produk impor tersebut jangan sampai dicap merupakan produk buatan dalam negeri.
“Saya minta Jaksa Agung, jangan sampai ada barang-barang impor masuk ke sini dicap produk dalam negeri,” katanya.
Mantan wali kota Solo itu menyebut produk impor diklaim sebagai produk buatan dalam negeri sering terlihat di platform jual-beli yang dilakukan oleh para aggregator.
Ia pun meminta Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi bersama Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani, untuk mengikuti, mengawal, dan mengawasi produk-produk impor yang masuk ke Indonesia secara serius.