Perlu diketahui berdasarkan catatan sejarah sebagiian besar mahasiswa ikatan dinas yang dikirim ke Eropa Timur (USSR dan negara satelitnya ) pada saat itu adalah mahasiwa anggota Centra Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yaitu organisasi mahasiswa onderbouw PKI yang dibubarkan oleh Pangkopkamtib Jendral Soeharto bersamaan dengan pembubaran PKI pasca SP 11 Maret 1966 (Suoer Semar )
Jakarta – Fusilatnews – Dalam pertemuan dengan 10 korban korban eksil 1965 dan keluarganya di Praha, Republik Ceko, Senin (28/8/2023) pukul 04.00 sore waktu setempat. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan pemerintah Indonesia menyatakan korban eksil 1965 di luar negeri tidak pernah melakukan kesalahan kepada negara.
Para eksil itu merupakan mantan Mahasiswa Ikatan Dinas (Mahid) yang dikirim ke luar negeri untuk bersekolah oleh pemerintah era Presiden Soekarno. Namun, mereka tidak bisa pulang ketika Orde Baru berkuasa.
“Anda adalah warga negara, anda adalah pecinta negara kesatuan Republik Indonesia, dan anda tidak pernah bersalah kepada negara ini (Indonesia),” kata Mahfud dalam pertemuan yang disiarkan secara virtual.
“Nah iya kan, sudah pernyataan dari pemerintah (korban eksil 1965 tidak bersalah),” tambah Mahfud.
Menurut Mahfud korban eksil 1965 merupakan orang-orang terbaik dan terpintar pada masanya karena mereka berhasil lolos mendapatkan beasiswa ke luar negeri di bidang masing-masing.
Menurutnya, mereka dikirim ke luar negeri untuk belajar pada kurun akhir dekade 1950 dan 1960 awal. Tetap Harus Tinggal 5 Tahun Berturut-turut di Tanah Air
Namun, saat peristiwa berdarah 1965 pecah, menimbulkan gejolak politik, hingga menggulingkan kekuasaan Soekarno, rezim Presiden Soeharto meminta mereka menyatakan surat pernyataan setia pada pemerintah baru dan mengutuk pemerintah lama.
Beberapa dari Mahasiwa itu tidak mengetahui situasi di dalam negeri karena keterbatasan informasi. Sementara, sebagian lainnya menyatakan dengan tegas tidak mau menyetujui surat pernyataan itu.
“Itulah kemudian banyak yang kemudian paspornya dicabut, tanpa pengadilan, tanpa hak untuk menjelaskan, tanpa hak jawab dan tidak boleh pulang ke Indonesia,” tutur Mahfud.
Karena menolak menyatakan setia kepada rezim Soeharto atau Orde Baru, saat itu mereka dicap membangkang atau melawan negara, hingga dicap terafiliasi dengan kelompok kiri.
Namun demikian, Mahfud menegaskan bahwa setelah rezim Soeharto digulingkan dan memasuki era reformasi, pemerintah berkomitmen menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu. Termasuk di antaranya adalah peristiwa 1965 yang turut berdampak, membuat ratusan Mahid di berbagai negara terlantar tanpa status kewarganegaraan selama puluhan tahun.
“Bapak-Bapak sekalian yang eks Mahid, (anda) tidak punya kesalahan apapun kepada negara,” tegas Mahfud. Adapun kedatangan Mahfud ke Praha merupakan bagian dari rangkaian dialog pemerintah dengan korban eksil 1965 di Eropa.
Sehari sebelumnya, rombongan Mahfud, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan pegiat HAM melaksanakan dialog di Amsterdam, Belanda.
Pada intinya, mereka menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia berkomitmen memulihkan hak konstitusional para korban eksil 1965 di berbagai negara.
Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah melaksanakan perintah Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu secara non yudisial tanpa menafikan penyelesaian secara hukum.
Perlu diketahui berdasarkan catatan sejarah sebagiian besar mahasiswa ikatan dinas yang dikirim ke Eropa Timur (USSR dan negara satelitnya ) pada saat itu adalah mahasiwa anggota Centra Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) yaitu organisasi mahasiswa onderbouw PKI yang dibubarkan oleh Pangkopkamtib Jendral Soeharto bersamaan dengan pembubaran PKI pasca SP 11 Maret 1966 (Suoer Semar )