OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Riky Wismiron (2025) mencatat panen padi mestinya jadi kebahagiaan petani. Namun, yang terjadi di Tanah Air lebih sering berkebalikan. Hampir tiap panen raya, harga gabah anjlok. Bahkan, di musim panen saat ini, harga gabah sudah di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Padahal, HPP sebesar Rp6.500 per kilogram saja sudah hampir setara dengan modal yang dikeluarkan petani.
Harga gabah di Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur berkisar Rp5.100-Rp5.500 per kilogram. Bahkan, di beberapa daerah lumbung beras di Sukabumi, Jawa Barat, seperti di Parakansalak dan Waluran, harga terjun ke Rp4.500 per kilogram. Harga rendah itu sama saja buah simalakama bagi petani. Dijual ataupun tidak dijual, mereka tetap rugi.
Ancang-ancang anjloknya harga gabah saat musim panen tiba, kini telah dipertontonkan di berbagai daerah, ketika Pemerintah memberlakukan kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah per 15 Januari 2025. Puncak panen rayanya sendiri diprediksi berlangsung Maret-April mendatang. Gambaran ini merupakan “warning” agar Pemerintah menyiapkan jurus ampuh dissat panen raya berlangsung.
Mencermati hal demikian, keliru sekali bila Pemerintah hanya berdiam diri, menyaksikan petani yang cuma bisa melongo menyaksikan harga gabah yang melorot. Pengumuman Pemerintah HPP Gsbah Rp. 6500,- per kg, rupanya lebih mengedepan sebagai pelipur rasa bagi peyani yang saat panen terjadi mereka dapat berubah nasib dan kehidupan.
Di benaknya, petani selalu berharap panen raya merupakan kesempatan untuk menjemput kehidupan yang lebih berdaya dan bermartabat. Petani berkeyakinan dan optimis, jika produksi mampu digenjot dan meningkat cukup signifikan, maka penghasilan akan meningkat. Hal ini berarti kemakmuran dan kesejahteraan hidupnya semakin membaik.
Di sisi lain, pengalaman menunjukan setiap musim panen datang, hampir dapat dipastikan harga gabah bakalan anjlok. Kejadian ini selalu berulang setiap tahun dan seolah-olah sudah jadi “dosa waris” kehidupan petani padi. Ironisnya, Pemerintah seperti yang tak berdaya mengendalikannya. Seabreg kekuasaan dan kewenangan yang digenggam, kalah pamor ketimbang hadirnya pemain gabah di lapangan.
Fenomena ini, sebetulnya hampir tidak berbeda dengan gambaran saat musim tanam tiba. Petani selalu saja mengeluhkan kelanfkaan pupuk bersubsidi. Kejadian ini pun selalu berulang setiap musim panen. Dengan adanya tambahan kuota pupuk bersubsidi dua kali lipat dari jumlah yang berjalan selama ini, dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton pupuk, harapannya petani tidak akan kekurangan pupuk subsidi.
Jika menjawab kelangkaan pupuk bersubsidi ketika musim tanam datang, solusinya menambah jumlah kuota pupuk, lalu langkah apa yang perlu ditempuh Pemerintah untuk menjawab anjloknya harga gabah setiap musim panen datang ? Apakah dengan adanya “penjaminan” Pemerintah bahwa Perum Bulog akan menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya dengan harga sesuai ketentuan HPP, maka hal ini sebuah jalan keluar terbaiknya ?
Jujur kita akui, para petani sebetulnya tengah menanti jaminan Pemerintah terkait dengan harga jual gabah di tingkat petani ketika musim panen tiba. Petani ingin agar Pemerintah tidak cuma omon-omon saja melakukan pembelaan dan perlindungan kepada mereka, namun betul-betul akan dibuktikan melalui keberpihakannya kepada petani.
Bagi petani, jaminan Pemerintah untuk menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya ketika panen raya tiba dengan harga tidak merugikan mereka, jelas merupakan “obat manjur” yang dapat membuat nyaman kehidupannya. Petani tidak merasa was-was hasil panennya tidak terserap pasar. Petani tidak perlu khawatir harga jualnya bakalan anjlok.
Pertanyaan kritisnya adalah apakah pernyataan Pemerintah seperti itu akan betul-betul dibuktikan dalam kehidupan nyata di lapangan ? Atau tidak, dimana hal tersebu, lebih mengedepan sebagai upaya pencitraan guna merebut simpati petani ? Jawabnya tegas, kita percaya Presiden Prabowo akan selalu konsisten dengan apa yang disampaikannya.
Keyakinan ini pun sangat dirasakan para petani. Mereka kenal betul dengan sosok Presiden Prabowo. Selama dua periode Prabowo memimpin organisasi petani sekelas HKTI. yang dalam kunjungannya ke daerah, selalu bicara tentang perlindungan petani dari perilaku oknum-oknum yang ingin meminggirkan petani atau bahkan memarginalkannya dari panggung pembangunan.
Itu sebabnya, kita percaya dalam panen raya kali ini, Pemerintah telah memiliki langkah cerdas untuk menyambut tibanya panen raya yang selslu ditunggu-tunggu para petani. Presiden Prabowo tahu persis bagaimana kerja keras kaum tani berkiprah sekitar 100 hari menggarap usahatani padi. Salah besar, bila Pemerintah tidak memberi perlindungan yang optimal.
Satu atau dua bulan ke depan panen raya padi akan berlangsung di banyak daerah. Perum Bulog sebagai operator pangan yang ditugaskan menyerap gabah petani, terekam sudah siap siaga menyambut tibanya panen raya tersebut. Kejadian anjloknya harga gabah menjelang puncak panen raya di berbagai daerah sentra produksi padi, tentu telah dipelajari apa yang menjadi penyebab utamanya.
Belajar dari pengalaman ini, segenap Keluarga Besar Perum Bulog di seluruh Nusantara, pasti ingin memperlihatkan kinerja terbaiknya. Presiden, pasti kecewa berat, jika Perum Bulog tidak mampu memenuhi target yang dibebankannya. Ayo Perum Bulog bergerak. Segenap komponen bangsa, pasti tidak akan membiarksn Perum Bulog bergerak sendirian. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).