Artinya pemerintah Indonesia harus mengurangi secara bertahap bahan bakar fosil termasuk batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik yang saat ini sedang beroperasi menyuplai tenaga listrik untk kebutuhan masyarakat dan industri.
Menanggapi adanya Pasal 83A Ayat 1 PP 25/2024, yang tertulis bahwa dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat dilakukan penawaran secara prioritas ke badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Belum sepekan PP 25/2024 diteken Presiden. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU berupaya mendapatkan izin usaha pertambangan (IUP) pengelolaan batu bara.
Selanjutnya Menteri Bahlil menegaskan, proses pembuatan izin konsesi tersebut kini sudah memasuki tahap penyelesaian, sehingga dalam waktu dekat izin itu akan segera diteken.
“Karena itu tidak lama lagi saya akan teken IUP untuk kasih PBNU, karena prosesnya sudah hampir selesai, Itu janji saya,” kata dia.
Gayung pun bersambut. Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan pemberian izin tambang untuk ormas merupakan langkah berani dari Presiden Joko Widodo untuk memperluas pemanfaatan sumber daya alam bagi kemaslahatan rakyat.
“Kebijakan ini merupakan langkah berani yang menjadi terobosan penting untuk memperluas pemanfaatan sumber daya-sumber daya alam yang dikuasai negara untuk kemaslahatan rakyat secara lebih langsung,” kata Gus Yahya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
Oleh karena itu, PBNU menyampaikan terima kasih kepada Presiden Jokowi atas langkah perluasan pemberian izin tambang ke ormas.“PBNU berterima kasih dengan apresiasi yang tinggi kepada Presiden Joko Widodo atas kebijakan afirmasinya untuk memberikan konsesi dan izin usaha pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan, termasuk Nahdlatul Ulama,” kata Gus Yahya.
Perjanjian Paris atau Paris Agreement adalah perjanjian internasional yang mengikat secara hukum mengenai perubahan iklim. Maka pada tanggal 25 Oktober 2016 lalu Pemerintah Indonesia bersama DPR RI meratifikasi Perjanjian Paris menjadi UU No 16 Tahun 2016
Melalui ratifikasi Paris Agreement 2015 dan berdasarkan UU No 16 Tahun 2016, Indonesia alam jangka panjang berkewajiban melepas ketergantungan terhadap energi kotor yang menyumbang emisi dan pemanasan suhu global.
Artinya pemerintah Indonesia harus mengurangi secara bertahap bahan bakar fosil termasuk batubara sebagai bahan bakar pembangkit listrik yang saat ini sedang beroperasi menyuplai tenaga listrik untk kebutuhan masyarakat dan industri.
Kewajiban mematuhi Paris Agreement ini tidak hanya harus dipatuhi oleh pemerintah Indonesia, juga harus dipatuhi oleh negara-negara di seluruh Dunia yang menandatangani Commitment Paris Agrrement.
Perjanjian Paris adalah perjanjian internasional yang mengikat secara hukum mengenai perubahan iklim.
Perjanjian ini diadopsi oleh 196 Pihak pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP21) di Paris, Perancis, pada tanggal 12 Desember 2015. Perjanjian ini mulai berlaku pada tanggal 4 November 2016.
Tujuan utamanya adalah untuk menjaga “peningkatan suhu rata-rata global jauh di bawah 2°C di atas tingkat pra-industri” dan mengupayakan “untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5°C di atas tingkat pra-industri.”
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, para pemimpin dunia telah menekankan perlunya membatasi pemanasan global hingga 1,5°C pada akhir abad ini.
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB menunjukkan bahwa melampaui ambang batas 1,5°C berisiko menimbulkan dampak perubahan iklim yang jauh lebih parah, termasuk kekeringan yang lebih sering dan parah, gelombang panas, dan curah hujan.
Untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5°C, emisi gas rumah kaca harus mencapai puncaknya paling lambat sebelum tahun 2025 dan menurun sebesar 43% pada tahun 2030.
Perjanjian Paris merupakan tonggak penting dalam proses perubahan iklim multilateral karena, untuk pertama kalinya, perjanjian yang mengikat menyatukan semua negara untuk memerangi perubahan iklim dan beradaptasi terhadap dampaknya.
Karena komitmen perjanjian Paris ini wajib dipatuhi oleh negara-negara di seluruh Dunia maka dengan sendirinya setiap negara dalam jangka panjang harus menghapus Pembangkita Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar Batubara.
Perrlu kita ketahui dunia saat ini sudah memasuki masa transisi dari energi fosil yang merusak lingkungan menuju energi terbarukan yang lebih ramah terhadap lingkungan sehingga dalam jangka panjang eksploitasi batubara akan terhapuskan
Hal ini mengakibatkan permintaan Batubara global semakin menurun yang selanjutnya mengakibatkan anjloknya harga batubara di tingkat global..Selanjutnya dalam jangka panjang eksploitasi tambang batubara menjadi tidak ekonomis.
Disamping itu eksploitasi batubara merupakan eksploitasi yang merusak lingkungan dan menyumbang tingkat pemenasan global yang sangat besar baik pada tingkat eksploitasinya sampai pada emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan oleh mesin-mesin pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batubara
Dengan latar belakang seperti dipaparkan diatas, kebijakan pemerintah menerbitkan PP 25/2024 memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan dalam mengekploitasi dan mengelola tambang batu bara secara ekonomis seiring masa transisi dari enerrgi fosil menuju energi terbarukan menjadi tanda tanya.