OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Walau kini Perum Bulog diposisikan sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), namun nilai-nilai lama yang mendasari lahirnya Bulog di negeri ini, tetap saja mewarnai kiprah Perum Bulog dalam kesehariannya. Ketimbang mengembangkan fungsi bisnisnya, sebagai perusahaan plat merah, Perum Bulog, lebih kental menjalankan fungsi “social responsibility”nya.
Ya, begitulah potret Perum Bulog saat ini. Dengan ditetapkannya sebagai operator pangan, Perum Bulog tampak lebih getol melaksanakan tugas yang diintruksikan oleh Badan Pangan Nasional. Apakah itu yang berkaitan dengan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), apakah Program Bantuan Langsung Beras, hingga ke penugasan untuk impor beras.
Penugasan yang cukup ketat terkait dengan fungsi “social responsibility” ini, tentu menyita waktu petugas Perum Bulog dalam mengembangkan peran bisnisnya selaku Perusahaan plat merah. Akibatnya, hampir tidak pernah kita temukan terobosan bisnis cerdas dan bernas yang senafas dengan peran dan fungsi Perum Bulog sebagai lembaga bisnis modern dan profesional.
Dicopotnya Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurti yang baru 10 bulan mengemban amanah ini, tentu cukup mengagetkan banyak pihak. Kita tidak tahu dengan pasti, apa yang menjadi alasan pencopotannya. Apakah karena pertimbangan politis atau profesionalisme ? Atau ada faktor lain yang masih belum boleh dipahami oleh masyarakat.
Namun begitu, siapa pun orangnya dan dari mana dirinya berasal, pasti sudah menyadari jabatan Direktur Utama Perum Bulog adalah “kursi” yang cukup panas. Pengalaman menunjukan, kalau tidak hati-hati menjalaninya, kursi ini dapat menjadi penghantar untuk tercatat sebagai penghuni hotel prodeo. Beberapa Kepala Bulog dan Dirut Perum Bulog ada yang bernasib seperti itu. Menyedihkan, memang !
Peran Perum Bulog dalam menjalankan fungsi “social responsibility” nya, bukanlah pekerjaan yang mudah untuk dilakuksn, sekalipun Perum Bulog diposisikan sebagai operator pangan. Sebut saja, ketika Perum Bulog diminta untuk mengelola program bantuan langsung beras yang diberikan kepada 22 juta rumah tangga penerima manfaat, jelas sangat menyita waktu, tenaga dan pikiran.
Perum Bulog, bukan cuma sekedar menyalurkan beras, namun juga perlu memutar otak untuk mencari beras yang dibutuhkan. Masalahnya, menjadi semakin rumit, manakala produksi beras dalam negeri, tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, karena produksi beras secara nasional, mengalami penurunan yang cukup terukur dan signifikan.
Solusi jangka pendek yang dapat dipilih, hanyalah dengan membuka kran impor beras, yang selama ini terkunci rapat. Impor beras betul-betul jadi langkah cukup ampuh dilihat dari sisi kebijakan, sekalipun Perum Bulog perlu berjuang keras untuk memperoleh beras yang berkualitas baik dan harganya pun sesuai dengan anggaran Pemerintah.
Berkaca pada pengalaman selama ini, baik ketika masih berstatus Bulog atau Perum Bulog, keberadaannya dalam panggung pembangunan, lebih terkontaminasi oleh kepentingan politis ketimbang tuntutan bisnis. Sebagai BUMN, mestinya Perum Bulog mampu menampilkan diri yang seimbang antara kepentingan politik dan kepentingan bisnis.
Bagaimana pun pentingnya peran “social responsibility”, sebagai BUMN, Perum Bulog jelas harus memberikan keuntungan. BUMN, apapun namanya, tidak pantas untuk merugi. Kalau memang tidak permah memberikan keuntungan, ya ganti saja statusnya menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), persis seperti Bulog saat dilahirkan.
Itu sebabnya, dengan kembalinya Wahyu Suparyono ke Perum Bulog, kita berharap agar perkembangan Operator Pangan ini akan lebih mumpuni, khususnya terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ini penting, karena pada jamannya Dirut Perum Bulog yang baru ini, sempat bertugas sebagai Direktur yang menangani SDM di Perum Bulog.
Begitu pun dengan diangkatnya Prof. Dr. Ir. Sudarsono Hardjosukarto sebagai Direktur Human Capital. Dengan pengalaman cukup panjang di Pemerintahan dan dunia akademik, kita optimis Beliau akan mampu mencetak SDM Perum Bulog ke arah yang lebih berkualitas lagi. Pegawai Perum Bulog bukan cuma sebagai amtenar, namun juga tampil sebagai pebisnis handal.
Ditetapkannya Dirut Perum Bulog baru, diharapkan akan memberi angin segar bagi pembangunan pangan ke depan. Perum Bulog adalah operator pangan yang dituntut mampu melaksanakan peran bisnis secara profesional. Namun demikian, upaya menyeimbangkan peran bisnis dengan fungsi “social responsibility” dalam kiprah Perum Bulog, bukanlah hal yang mudah untuk digarap.
Banyak tantangan yang perlu dijawab. Apalagi bila hal itu sudah dikaitkan dengan kepentingan politik. Salah satu soal yang sering jadi sorotan banyak pihak adalah impor beras. Proses impor beras yang ditempuh, sering dihubungkan dengan kepentingan politik. Orang-orang lebih senang membahas fee yang didapat, dari pada bicara hal lainnya.
Semoga jadi percik permenungan kita bersama. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT).