OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah dan Beras berdasar Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2/2025, telah diberlakukan mulai 15 Januari 2025. Pemerintah mengumumkan kenaikan HPP Gabah menjadi Rp. 6500,- per kg dan Beras jadi Rp. 12.000,-. Kenaikan ini, tentu saja disambut gembira oleh para petani, sekalipun jumlah kenaikannya, belum sesuai dengan yang diimpikan petani.
Kenaikan HPP Gabah sebesar Rp. 500,- per kg, jelas tidak akan membawa perubahan berarti dalam kehidupan petani sehari-hari. Terlebih jika musim panen sekarang berbarengan dengan musim penghujan. Masalahnya semakin rumit, tatkala petani membaca Lampiran Perkabadan No. 2/2025 itu sendiri. HPP Gabah sebesar Rp. 6500,- ini, hanya berlaku untuk gabah yang memiliki kadar air maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %.
Mengacu pada rafaksi yang jadi persyaratan penyerapan gabah oleh Perum Bulog, ternyata para petani masih cukup kesulitan untuk menghasilkan gabah kering panen (GKP) di petani dengan persyaratan ysng ditentukan diatas. Umumnya para petani akan menghasilkan gabah dengan kadar air diatas 30 % dan kadar hampa diatas 15 %.
Salah ttafsir petani terhadap angka HPP Gabah ini, wajar terjadi karena Pemerintah selalu mengumandangkan HPP Gabah mengalami kenaikan dari Ro. 6000,- menjadi Rp. 6500,- per kg. Pemerintah jarang menyebut HPP sebesar itu akan menjadi dasar penyerapan dan pembelian Perum Bulog dengan syarat, kadar air nya maksimal 25 % dan kadar hampanya maksimal 10 %.
Mencermati fakta kehidupan para petanivsaat panen berlangsung, kita akan kesusahan mencari gabah petani yang berkadar air dan berkadar hampa, sesuai dengan yang disyaratkan diatas. Perum Bulog juga kesusahan untuk menyerap gabah petani pada harga Tp. 6500,- per kg, mengingat tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan.
Inilah sebetulnya, persoalan yang harus dicarikan jalan keluarnya. Penyerapan atau pembelian harus sebanyak-banyaknya, namun petani belum mampu memberi gabah yang berkualitas. Perum Bulog pasti tidak sembarangan dalam mrnyerap gabah petani. Sebsb, salah sadikit saja, di tempat lain, para Aparat Penegak Hukum (APH) sudah siap menunggunya.
Suasana dilematis seperti ini, akan semakin nyata terasa, bila panen berlangsung berbarengan dengan musim penghujan tiba. Pengalaman mempertontonkan, Perum Bulog harus siap-siap membeli “gabah basah”, karena petani tidak memiliki pilihan lain untuk mengeringkan gabah, selain menunggu datangnya sinar matahari. Bila hujan berkeoanjangan, bagaimana petani mampu mengeringkan gabah yang dipanennya ?
Menyerah kepada keadaan, jelas bukan sikap sebagai bangsa pejuang. Serumit apa pun masalah yang dihadapi, kita mesti mampu menawarkan jalan keluar terbaiknya. Untuk menjawab problem panen di musim hujan, diperlukan adanya langkah dan terobosan cerdas. Salah satunya, kita perlu memberi alat pengering gabah kepada para petani.
Jadi ingat yang disampaikan Presiden Prabowo. “Dalam menghadapi masalah atau menggapai harapan, seharusnya jangan cengeng dan mudah menyerah. Hadapi dan upayakan dahulu. Kalau ternyata tidak mampu segera lakukan evaluasi untuk dicariksn jawabannya”. Begitu pun dalam menjawab kesulitan petani menghadapi panen di musim hujan.
Ayo kita siapkan Alsintan bidang paska panen, khusus yang berkaitan dengan alat pengering gabah. Perum Bulog, tentu bersama Badan Pangan Nasional, dapat bersinergi dan berkolaborasi dengan Kementerian/Lembaga terkait guna menyiapkan Bansos Alat Pengering Gabah, sebagaimana Pemerintah menggulirkan Bansos Traktor dan Alsintan lainnya.
Akan lebih afdol jika Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pun ikut mendukung pengadaan alat pengeringan gabah ini. Terlebih Provinsi yang selama ini dikenal sebagai sentra-sentra produksi padi. Kalau Gubernur Jaw Barat terpilih Kang Dedi Mulyadi tidak akan menganggarkan kebutuhsn mobil dinasnya, boleh jadi akan lebih terpuji jika anggaran itu digunakan untuk memberi alat pengering gabah.
Atau ada juga pejabat publik lain yang terpanggil hatinya untuk membantu petani padi. Mereka, tidak dilarang pula kalau akan menyumbangkan dana nya untuk dibelikan alat pengering gabah. Pertanyaannya adalah apakah para pejabat publik itu memiliki kepedulian dan kecintaan yang mendalam terhadap petani ? Inilah yang butuh jawaban jujur dari mereka.
Atas nama petani di Tanah Merdeka, tidak bisa tidak, bila panen raya bersamaan dengan musim penghujan, para petani perlu dibekali dengan alat pengering gabah. Keliru sekali, bila hal ini dibiarkan berlarut-larut. Tanpa alat pengering gsbah, lalu psnen berjalan di tengah hujan, dapat dipastikan, petani akan sulit mendapatkan gabah kering panen yang berkualitas.
Itu sebabnya, seirama dengan program prioritas Kabinet Merah Putih yang ingin mencapai swasembada pangan, kebijakan pemberian Bansos Alat Pengering Gabah, merupakan langkah tepat untuk mendukung percepatan pencapaian swasembada pangan, sekaligus juga dengan upaya perbaikan kesejahteraan petani padinya.
Begitu ! Senoga jadi pencermatan kita bersama. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).