Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arwani Thomafi mengklaim 20 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), termasuk Jawa Timur, menghendaki adanya ketua umum baru. Artinya, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PPP Muhammad Mardiono sudah tidak dikehendaki lagi untuk kembali memimpin partai Kabah ini lima tahun ke depan.
Mardiono yang kini menjabat Utusan Khusus Presiden Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan itu diminta hengkang sehengkang-hengkangnya oleh lebih dari separuh pengurus wilayah PPP.
Adapun Muktamar PPP untuk memilih ketua umum baru akan digelar pada Agustus atau September mendatang.
Sebanyak 38 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dari seluruh kabupaten dan kota di Jatim juga sudah bulat untuk memilih ketua umum baru sebagai pengganti Mardiono.
Angkatan Muda Kabah (AMK) Jatim bahkan sudah wanti-wanti agar Mardiono tidak mencalonkan diri dalam Muktamar PPP 2025. AMK adalah badan otonom yang merupakan “underbouw” PPP.
Sejumlah nama sudah muncul ke permukaan untuk menggantikan Mardiono, baik dari internal maupun eksternal PPP.
Dari eksternal ada nama mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (Purn) Dudung Abdurrahman yang kini menjabat Penasihat Presiden Bidang Pertahanan Nasional.
Lalu ada nama Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, dan mantan Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Saiful dan Khofifah berasal dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dari internal ada nama Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin, dan Sekjen PPP Arwani Thomafi.
Mengapa PPP sudah tak menghendaki Mardiono lagi? Karena saat dipegang Mardiono yang saat itu menjabat anggota Dewan Pertimbangan Presiden, suara PPP jeblok di Pemilu 2024. Bahkan tak lolos Parliamentary Threshold 4% sebagaimana digariskan Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sehingga calon-calon anggota legislatifnya yang terpilih tidak bisa melenggang ke parlemen. PPP hanya mendapat suara 3,87% atau 5.878.777 suara.
Mengapa suara PPP jeblok di Pemilu 2024?
Ada sejumlah faktor. Pertama, tidak adanya sosok kharismatik dalam kepengurusan PPP. Masuknya Sandiaga Uno, selaku pengusaha sebagaimana Mardiono ke PPP ternyata juga tak menolong. Padahal saat itu Sandiaga diberi jabatan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu).
Kedua, PPP di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud Md yang ternyata kalah melawan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ada “coat tail effect” atau efek ekor jas di sana.
Ketiga, pidato kontroversial Soeharso Monoarfa tahun 2022 saat menjabat Ketua Umum PPP yang menyinggung kebiasaan kiai menerima amplop.
Pidato Soeharso itu kontraproduktif karena PPP bisa dikatakan sebagai partainya kiai. Para pengepul suara dan penggerak utama massa PPP juga para kiai.
Keempat, langkah Mardiono memasukkan kembali Muhammad Romahurmuzy ke PPP sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP).
Romy, panggilan akrab mantan Ketua Umum PPP itu sesungguhnya sudah dipecat dari PPP akibat keterlibatannya dalam kasus suap jual-beli jabatan di Kementerian Agama.
Apalagi kemudian Romy dijadikan duta antikorupsi oleh Mardiono dengan harapan bisa memberikan peringatan kepada para kader PPP lainnya agar tidak terjerembab ke dalam kasus korupsi seperti Romy. Publik kemudian menganggap PPP sebagai partai Islam yang tidak anti-korupsi.
Lantas, siapa yang akan terpilih menjadi Ketua Umum PPP baru nanti? Bagi mayoritas internal, yang penting bukan Mardiono. Pun, kalau bisa berasal dari internal atau kader. PPP punya pengalaman pahit masuknya Sandiaga Uno yang berasal dari Partai Gerindra yang ternyata tidak bisa menolong.
Pun, sosok ketua umum baru nanti harus bisa merangkul kembali kiai. Artinya, sosok tersebut harus fleksibel dan dan dapat diterima semua pihak, serta kalau bisa kharismatik sesuai ekosistemnya.
Di sinilah susahnya. PPP harus berebut dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang ceruk suaranya relatif sama, yakni Nahdatul Ulama (NU). Basis suara mereka juga sama: Jatim!
Kini, Jatim dan 19 DPW PPP lainnya sudah tidak menghendaki Mardiono memimpin PPP lagi.