Jakarta – FusilatNews – Presiden Prabowo Subianto menepati janjinya. Kamis pagi, di atas panggung yang dibangun di tengah Lautan Merah—warna seragam buruh yang memadati Lapangan Monas—ia berdiri gagah, menyapa, lalu menyebut dirinya sebagai “Presiden buruh, petani, nelayan, dan orang susah.”
Kehadirannya dalam peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 itu memang sudah dinanti. Di hadapan puluhan ribu buruh dari Jakarta, Banten, dan Jawa Barat—dan sekitar 1,2 juta lainnya di 30 provinsi lain—Prabowo tak datang dengan tangan kosong. Ia membawa serangkaian janji, lengkap dengan jargon populis yang menggelegar dari pengeras suara.
“Saya akan bentuk Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional,” katanya disambut riuh. Dewan ini, klaim Prabowo, akan diisi para pimpinan serikat buruh dari seluruh Indonesia yang bertugas memberi masukan langsung kepada presiden soal undang-undang dan regulasi yang dianggap tak berpihak pada pekerja. Sebuah jembatan harapan, meski belum tentu bertiang kokoh.
Tak hanya itu. Ia juga menjanjikan pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK), sebagai respons atas gelombang pemutusan kerja yang kerap datang tiba-tiba tanpa perlindungan. Langkah ini disebutnya sebagai hasil diskusi dengan pimpinan buruh seperti Said Iqbal dan Jumhur Hidayat.
Namun janji yang paling menggetarkan massa adalah komitmen menghapus sistem outsourcing. Meski diucapkan dengan embel-embel “tidak segera, tapi secepat-cepatnya”, wacana penghapusan praktik yang selama ini dianggap menyengsarakan buruh itu seakan menjadi suluh di tengah gelapnya jalan panjang perjuangan pekerja. “Saya ingin menghapus outsourcing,” ujar Prabowo, sambil mengingatkan pentingnya menjaga iklim investasi.
Tak berhenti di sana, Prabowo juga menyatakan dukungannya terhadap pengesahan berbagai RUU yang selama ini terkatung-katung di Senayan, termasuk:
- RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang sudah 21 tahun mangkrak
- RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi
- UU perlindungan pekerja sektor kelautan dan perikanan, khususnya bagi buruh kapal ikan
- RUU Ketenagakerjaan baru, sebagai pembaruan dari regulasi lama yang tak lagi relevan
Di panggung Monas, Prabowo juga melempar wacana yang mengandung simbol politik kuat: mendukung Marsinah menjadi Pahlawan Nasional. Marsinah, aktivis buruh yang dibunuh pada era Orde Baru, kerap dijadikan ikon perlawanan kelas pekerja. “Asal serikat buruh sepakat, saya dukung,” katanya.
Namun, di tengah gegap gempita janji, bayang-bayang skeptisisme membayang. Sebagian serikat buruh menyambut positif langkah Prabowo, namun sebagian lainnya menilai itu hanya retorika tanpa rencana aksi konkret. Apalagi, beberapa hal yang dijanjikan sebenarnya sudah lama diperjuangkan—tanpa hasil memuaskan.
Enam tuntutan utama buruh tahun ini juga disampaikan oleh empat pimpinan konfederasi besar: KSBSI, KSPSI, KSPI, dan KSPSI versi lain. Mulai dari penghapusan outsourcing, pembentukan Satgas PHK, hingga desakan mengesahkan UU PPRT dan RUU Perampasan Aset. Dalam nada lebih serius, mereka juga meminta Prabowo menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi soal ketenagakerjaan, serta memperluas jaminan sosial bagi pekerja informal.
Elita Rosita Silaban dari KSBSI menyebut pentingnya revisi jaminan sosial. Sementara Jumhur Hidayat menyoroti buruh sektor perikanan, dan Andi Gani Nena Wea menyatakan dukungan terhadap pemerintahan Prabowo—sepanjang adil terhadap buruh.
Said Iqbal, Presiden Partai Buruh, mengingatkan bahwa dukungan buruh bukanlah cek kosong. “Kami ingin perubahan nyata, bukan sekadar pidato di hari besar,” ujarnya.
Apakah Prabowo benar-benar akan menunaikan janji-janji tersebut, ataukah pidato ini hanya pengulangan dari babak-babak lama di mana buruh kembali dikecewakan oleh elite?
Waktu akan menjawab. Tapi di Monas hari itu, yang tercatat adalah Prabowo berjanji banyak. Dan publik, seperti biasa, menyimpan catatan.