Jakarta – FusilatNews – Presiden Prabowo Subianto mengklaim program Makan Bergizi Gratis berhasil meski terjadinya insiden keracunan yang dialami oleh ratusan siswa penerima manfaat.
Menurut Presiden Prabowo Subianto, jumlah orang yang mengalami keracunan dalam program makan bergizi gratis (MBG) sampai saat ini tidak sampai 1 persen.
Hal itu jika merujuk capaian penerima MBG yang sudah melebihi 3 juta orang.
Dengan begitu menurut Presiden, persentase keberhasilan program MBG sampai saat ini sudah 99,99 persen.
“Hari ini memang ada yang keracunan. Yang keracunan sampai hari ini dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah di bawah 200 orang. Yang rawat inap hanya 5 orang,” ujar Prabowo dalam sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, yang disiarkan secara daring, Senin (5/5/2025).
Jadi bisa dikatakan yang keracunan, atau perutnya enggak enak itu sejumlah 200, dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah 0,005 (persen). Berarti keberhasilan 99,99 persen,” tegasnya .
Kepala Negara juga sempat membandingkan MBG dengan katering upacara perkawinan. Presiden Prabowo bilang, untuk menyediakan makanan bagi 3.000 orang tamu, katering berusaha setengah mati. Dalam prosesnya, kata Presiden, ada juga kejadian keracunan dari makanan katering.
“Bahwa katering itu ada yang keracunan, biasanya katering di kawinan ya makan begitu-begitu saja sudah mahal,” tuturnya.
Sehingga menurutnya jika keberhasilan MBG sudah 99,99 persen berarti merupakan prestasi baik.
Namun, Prabowo mengingatkan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana agar tidak boleh cepat puas dengan capaian saat ini.
Lebih lanjut Presiden mengungkapkan seperti apa kondisi hygiene dari dapur MBG tempat sekitar 50 orang yang bekerja. Saat melaksanakan inspeksi mendadak,
Presiden Prabowo menemui para pekerja sudah mengenakan penutup kepala, saring tangan dan baju seperti alat pelindung diri (APD). Ia pun diminta untuk membuka sepatu saat masuk ke dapur MBG.
“Apakah ada kekurangan ada. Dan kekurangan itu karena juga adat dan istiadat budaya kita juga. (Misalnya) Saya masuk satu ruangan 30 orang, 20 pakai sendok ada 10 enggak mau pakai sendok, tidak salah dia karena dia terbiasa makan tidak pakai sendok.
Tapi kita mendidik dia untuk cuci tangan,” ungkap Pranowo. “Jadi bisa saja yang keracunan adalah hal-hal seperti itu. Hal-hal sepele, tapi mendasar,” katanya
Selain itu, persoalan menu susu juga menjadi soal lantaran ada anak yang mengalami intoleransi laktosa.
Akibatnya ada anak mengalami diare saat minum susu yang diberikan pada menu MBG.
“Kalau istilah sehari-hari, masalah itu (karena) dia enggak pernah minum susu. Kita kasih susu dia butuh waktu penyesuaian,” tutur Prabowo.
Diberitakan sebelumnya, Kepala BGN Dadan Hindayana menyatakan akan mengusut tuntas insiden keracunan pangan dalam program MBG.
Hal ini menyusul adanya insiden dugaan keracunan pangan yang menimpa sejumlah siswa di wilayah Bandung dan Tasikmalaya.
Salah satu kejadian terbaru dilaporkan terjadi di lingkungan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Yayasan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Tasikmalaya, pada Kamis (1/5/2025).
“Menyikapi munculnya kasus serupa di beberapa wilayah, kami menegaskan komitmen BGN untuk mengusut secara tuntas penyebabnya dan melakukan evaluasi menyeluruh guna mencegah terulangnya kejadian serupa,” ujar Dadan dalam siaran persnya, Sabtu (3/5/2025).
BGN menekankan pentingnya kolaborasi lintas pihak, termasuk satuan pendidikan, ahli gizi, penyedia bahan pangan, serta institusi pengawasan mutu, untuk memastikan bahwa seluruh proses penyediaan MBG, mulai dari pemilihan bahan hingga distribusi, memenuhi standar keamanan dan kelayakan konsumsi.
Sementara itu, laporan insiden serupa juga muncul dari wilayah SPPG Bandung, tepatnya di Kecamatan Coblong. Menyikapi hal ini, BGN telah menerjunkan tim investigasi gabungan dan tengah menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel makanan dan bahan mentah yang digunakan, yang diperkirakan akan tersedia dalam 10 hari ke depan.
BGN juga memastikan bahwa siswa yang terdampak telah mendapatkan penanganan medis yang diperlukan di fasilitas kesehatan setempat.