Megawati menghindari anak kandungnya, Puan Maharani, dipilih menjadi Capres-24 dari PDIP. Sementara SBY, menyiapkan Partai yang dibentuknya, Partai Demokrat, untuk suksesi anak-anaknya. Ini thema yang ingin saya bahas berikut ini.
Ketika pilihan Ketua Umum PDIP Megawati, tiba-tiba saja mengumumkan yang akan diusung PDIP Kepada Ganjar Pranowo sebagai Capres 24, semua terhentak. Terkejut dengan keputusan tersebut yang penuh misteri dibalik keputusan tersebut. Asumsi dan opini umum, sebenarnya yang tidak akan mengejutkan public adalah ketika nama Puan Maharani dinominasi sebagai Capres-24 PDIP itu. Kita tahu, Puan Maharani disinyalir akan menjadi Capres 24, seiring, disinyalir sejak awal, banyak bill board potret Puan Maharani, bertebaran di tiap daerah sebagai Capres 24 itu.
Sementara sebagian pengamat, menyatakan bahwa penetapan Ganjar Pranowo sebagai Capres 24 dari PDIP, dinilai tidak tepat. Bahkan lebih baik mengajukan Puan Maharani, daripada Ganjar Pranowo yang dinilai tidak mempunyai prestasi sebagai Gubernur Jateng. Kinerja di Jateng menjadi the weakness point dari dirinya.
Resistensi terhadap Ganjar Prabowo sebagai Capres 24 datang dari sejumlah tokoh senior PDIP, antara lain yang saat ini sebagai Anggota DPR RI dan salah satu elite PDIP, Trimedya Panjaitan. Ia pernah memberikan komentar miring terhadap Ganjar.
“Ganjar apa kinerjanya selama delapan tahun jadi gubernur? Tolong gambarkan track record Ganjar di DPR dan gubernur. Sebagai gubernur, masalah di Jateng itu banyak, mulai dari Wadas, banjir rob, sampai kemiskinan. Kalau kata orang Jawa, sudah kemlinthi dia. Lebih baik sabar dulu dan jalankan tugasnya sebagai gubernur,” kata Trimedya.
Dalam acara pengarahan yang dihadiri oleh kepala daerah se-Jawa Tengah dari PDIP, Ganjar Pranowo tidak diundang. Acara pengarahan tersebut, diisi oleh Puan Maharani yang juga Ketua DPP PDIP. “Tidak Diundang! wis kemajon. Yen kowe pinter, aja keminter,” kata Bambang Pacul.
Lain lagi dengan Utut Adianto: “Silakan Ganjar Maju dari Partai Lain”, kilahnya. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Utut Adianto, pernah mempersilakan Ganjar untuk maju dari partai lain jika ingin maju sebagai capres pada 2024 nanti. “Kalau mau maju dipersilakan dari partai lain. Seperti yang dikatakan sama Mas Bambang Pacul pada 25 Mei,” kata Utut.
Balik lagi kepada topic yang kita kupas, bahwa Megawati nampaknya menghindari mengambil keputusan yang akan menimbulkan kontroversial bila kemudian pilihan itu jatuh kepada Puan Maharani. Tetapi, Ia mampu mengendalikan hubungan emosional ibu dan anak, sehingga pilihan jatuh pada Ganjar Pranowo.
Sekiranya Ketum Megawati memilih Puan Maharani, maka dapat dipastikan tidak akan nada yang berani resistant dengan keputusannya, karena memang hak mutlak penentuan Capres dari PDIP adalah prerogative Ketua Umum PDIP.
Sekarang kita beralih menyoroti bagaimana sikap SBY. Dari kemelut Pilihan Nasdem memasangkan Cak Imin sebagai Cawapres Anis Baswedan, kita bisa menilai dari reaksi SBY merespons dinamika proses politik yang sedang terjadi.
Kita bisa melihat betapa kecewanya SBY, betapa sakit hati dan lebih dari itu, Ia murka semurka-murkanya, hingga keluarlah kata-kata “penghiaatan”, “telikung”, “musang berbulu domba”, dan seterusnya.
Rasa Empati terhadap apa yang sedang terjadi dengan Presiden SBY, berkaitan dengan gagalnya AHY menjadi Cawapresnya Capres Anies Baswedan pada Pilpres 24. Cita-cita sang Ayah untuk mendorong sang putra AHY menjadi Presiden, gagal karena merasa ditelikung oleh Anies Baswedan. Perisitiwa itu sangat menyakitkan.
Sejatinya SBY mencoba mengambil sisi positif dari peristiwa itu. Seperti yang SBY katakana sendiri, harus bersyukur dikhianati oleh Anies dan Nasdem. “Meskipun kita dibeginikan oleh capres Anies dan mitra koalisi kita, tapi sesungguhnya kita harus bersyukur kepada Allah SWT, bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” tutur SBY.
Jika dipikir-pikir, SBY merasa Demokrat justru sedang ditolong oleh Allah. Dia menyebut mereka tidak diizinkan Allah untuk mendukung seseorang yang ternyata tidak sidiq, tidak jujur, tidak amanah, tidak bisa dipercaya, dan mengingkari hal-hal yang telah disepakati.
Menurut SBY, jika sekarang saja sudah tidak sidiq, tidak amanah, tidak memegang komitmennya, bagaimana nanti jika menjadi pemimpin dengan kekuasaan yang besar.
Silahkan anda menilai sendiri, siapa yang lebih rasional dalam bertindak apakah Ibu Ketua Umum PDIP atau Bapak Ketua Majelis Tinggi PD ?