Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap fakta baru terkait sosok Lin Che Wei, yang merupakan salah satu tersangka kasus ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng. Lalu, siapa yang membawa Lin Che Wei ke Kementerian Perdagangan?
Ini dia orangnya. Kejagung menyebut Lin dibawa Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana ke Kemendag. Indrasari juga tersangka dalam kasus ini.
“Yang bawa sampai saat ini masih Wisnu (Dirjen Daglu Kemendag),” kata Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah di kantornya, Kamis (19/5/2022) malam, dikutip dari detik.com.
Febrie menyebut penyidik sudah mencari tahu posisi Lin Che Wei di Kemendag. Hasilnya, kata Febrie, Lin Che Wei tidak mempunyai posisi apa pun di Kemendag. “Tidak ada, sudah dicek anak-anak, dipastikan,” ujarnya.
Febrie menyebut Lin Che Wei ada di lingkaran Kemendag sejak Januari lalu. Penyidik, menurut Febrie, menemukan dugaan konflik kepentingan yang dilakukan Lin Che Wei. “Januari 2022 (ada di Kemendag),” ungkap Febrie.
“Kalau itu kan dia karena konsultan. Kita membuktikan kan karena sebelah kaki dia dibayar sebagai konsultan di bawah swasta, sehingga ada konflik kepentinganlah, kalau dia ngurus terus ekspor di Kemendag,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan Lin Che Wei sebagai tersangka baru perkara ini. Dia diduga bersama-sama Indrasari Wisnu Wardhana telah mengkondisikan perusahaan yang akan mendapatkan izin ekspor CPO dan turunannya.
Dengan dijeratnya Lin Che Wei, total saat ini ada 5 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu:
1. Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag);
2. Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia;
3. Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG);
4. Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas; dan
5. Lin Che Wei selaku swasta.
Mereka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Awal mula perkara ini diketahui pada akhir 2021 ketika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasar.
Saat kelangkaan itu, pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan menetapkan domestic market obligation (DMO) dan harga eceran tertinggi (HET). Namun, dalam pelaksanaannya, perusahaan ekspor minyak goreng tidak melaksanakan kebijakan pemerintah itu.
“Maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO serta DPO (domestic price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya serta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit,” kata Jaksa Agung St Burhanuddin.
“Dalam pelaksanaannya, perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO, namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah,” imbuhnya.
Setelah melakukan penyelidikan, Kejagung menjerat para tersangka itu. Burhanuddin menilai perbuatan mereka telah menimbulkan kerugian negara. Tak hanya itu, mereka juga menyebabkan minyak goreng langka.
“Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara (mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat),” jelas Burhanuddin.