Tidak perlu risau. Silahkan angkat kaki. Tanpamu, sang saka akan tetap berkibar melawan angin. Monas akan tetap berdiri tegak lurus. Luas lautan tak akan mengkerut sesentipun. Tuna dan teri-teri akan tetap berbalet kesana kemari. Riang gembira. Singkongpun seperti biasa, akan tetap bertunas dalam kekeringan sekalipun. Jangkrik-jangkrik selalu bernyanyi tanpa partitur. Kalajengkingpun masih tetap bisa menyengat dan meracuni.
Enyahlah kamu. Adamu hanya menjadi beban. Dulu Bapaku berhutang, untuk menambah luas jongko warung. Sekarang kau mencari pinjeman, untuk sarapan. Siang dan sore ntah mau makan apa. Kamu itu pemalas. Matamu rabun. Tak mampu lagi melihat gunung peluang yg besar. Dinegeri sebelah, Rakyat yg seupil, bisa mengangkat derajat rakyatnya- martabat bangsanya. Di Negara teman, rakyat yang banyak menjadi nuclear ekonomi negara. Dahsyat sekali. Rakyat yang sedikit dan rakyat yang banyak, potensi bagi kaum bernalar. Kendala bagi si pandir nan tolol itu. Dai Nipon, SDA dan SDM sedikit, tapi negaranya menjadi superpower.
Kamu meniru yang mana? Jalan sendiri, tolol sendiri. Tak punya arah kiblat. Pergi kau, atau kan ku tendang ke neraka!!!.
Rakyat perlu figure yg menggelegar tuturnya dan dikuping sedunia. Perlu sosok yang tersenyum, tapi rakyatnya bisa ikut menyeringai, karena semua menjadi murah karena melimpah-ruah. Perlu yang punya kepak sayap, supaya bisa hinggap kesetiap tempat dimana nyiur melambai. Perlu mata akal yang tajam melihat, walau—pun tidak awas.
Pergi kau. Otak-mu tumpul. Matamu bluur. Hatimu tak berdenyut insani. Siasahmu jahanam.
Kau hanya berleha-leha di Singasana Istana Rakyat. Bangsatlah kau.
Ramadhan 1, 1443H