Dalam beberapa kesempatan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD telah memberikan sinyal kuat tentang adanya dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Bahkan, ia menyebut ada seorang direktur jenderal (dirjen) yang datang kepadanya melaporkan adanya menteri yang meminta setoran dari proyek perizinan. Meski Mahfud tidak menyebut nama sang menteri, fakta bahwa isu ini melibatkan pengambilan keuntungan dari jabatan publik menggambarkan adanya persoalan serius dalam sistem pemerintahan, termasuk dugaan kuat keterlibatan para pemimpin kementerian.
Dalam konteks ini, kritik keras muncul terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang seakan tidak merespons dengan serius laporan semacam ini. Menko Mahfud MD telah bersuara keras, namun tidak terlihat adanya tindakan tegas dari Jokowi. Padahal, ini bukan pertama kalinya Mahfud mengungkap dugaan korupsi di kementerian di bawah pemerintahan Jokowi. Mahfud, yang juga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, dikenal lantang dalam menyuarakan praktik korupsi di lingkungan birokrasi. Dalam beberapa kesempatan, Mahfud mengatakan bahwa ada pejabat yang mundur karena diminta menyetor uang kepada atasannya—sebuah indikasi bahwa budaya setoran telah menjadi hal biasa di beberapa kementerian, termasuk Kemenag.
Rujukan info : https://www.kompas.tv/nasional/250843/mahfud-md-ungkap-ada-menteri-minta-setoran-dari-dirjen-hingga-rp40-miliar
Apa yang membuat situasi ini menjadi lebih kritis adalah bagaimana dugaan korupsi ini diabaikan di tingkat tertinggi. Meski Mahfud MD sebagai Menko Polhukam telah mengangkat isu ini ke publik, tidak ada tindakan nyata dari Presiden Jokowi untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Hal ini memunculkan persepsi bahwa Jokowi tidak memiliki komitmen yang cukup kuat dalam memberantas korupsi di dalam kabinetnya sendiri. Seolah-olah, korupsi di sekitar kementerian dianggap sebagai angin lalu yang tidak membutuhkan perhatian serius.
Korupsi di Kemenag bukanlah isu baru. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai kasus telah muncul, seperti kasus suap pengisian jabatan di lingkungan Kemenag yang melibatkan mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy pada 2019. Meski demikian, laporan-laporan terbaru dari Mahfud menambah daftar panjang dugaan korupsi yang belum terselesaikan dengan baik. Dengan Mahfud berulang kali memberikan sinyal kepada publik tentang persoalan serius ini, kegagalan Jokowi untuk menindak secara tegas menunjukkan lemahnya upaya pemberantasan korupsi di pemerintahannya.
Lebih jauh lagi, isu ini menggambarkan bagaimana prioritas pembangunan di era Jokowi lebih fokus pada proyek infrastruktur ketimbang pembangunan sumber daya manusia (SDM). Sebagai contoh, fokus pemerintah lebih condong ke pembangunan jalan tol, pelabuhan, dan proyek infrastruktur besar lainnya. Di sisi lain, pembangunan karakter dan tata kelola pemerintahan yang bersih seolah terpinggirkan. Hasil dari pengabaian pembangunan SDM ini terlihat jelas dalam banyaknya kasus korupsi yang melibatkan pejabat pemerintah, termasuk di kementerian yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam membina moralitas bangsa seperti Kemenag.
Mahfud MD sendiri telah mengingatkan bahwa korupsi di pemerintahan menjadi isu serius yang bisa menggerogoti kepercayaan publik. Namun, jika Presiden Jokowi terus abai terhadap suara lantang para pembantunya, terutama Mahfud MD, maka publik akan semakin meragukan komitmen pemerintah dalam memberantas korupsi.
Isu ini tidak bisa diabaikan, terutama karena dampaknya merusak sendi-sendi moral bangsa dan memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat. Korupsi yang melibatkan menteri dan birokrat tinggi harus dihadapi dengan tindakan nyata dan bukan sekadar retorika belaka. Sebagai kepala negara, Jokowi memiliki tanggung jawab untuk membersihkan kabinetnya dari oknum-oknum yang memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan kepercayaan rakyat.
Pada akhirnya, korupsi bukan hanya sekedar persoalan hukum, tetapi juga masalah moral dan tata kelola pemerintahan. Dan ketika pemerintah gagal menindak dengan tegas dugaan korupsi seperti yang dilaporkan oleh Mahfud MD, maka pemerintah kehilangan kepercayaan publik yang lebih besar. Ini adalah momen penting bagi Jokowi untuk menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak mentolerir praktik-praktik korupsi di kalangan menteri dan pejabat tinggi.