Oleh: Radhar Tribaskoro
Lieur saya sama anggota DPR ini. Kata dia Harun Masiku itu korban iming2 Wahyu. Bukan tersangka suap, seperti kata KPK.
Siapa itu korban? Kalau anda di tengah jalan digebuki preman, anda korban kekerasan. Kalau rumah anda kelelep, anda korban banjir. Kalau anda tertidur lelap dan ada maling sikat isi lemari anda, anda korban pencurian. Dimana kesamaan dari semua korban ini? Kesamaannya, mereka semua tidak punya opsi (pilihan) atas perbuatan yang dilakukan preman, banjir dan pencuri. Mereka harus menerima penderitaan akibat perbuatan orang atau alam.
Kata Masinton, Harun korban iming2. Apakah Harun tidak punya opsi lain ketika diminta uang 900jt? Kalau ia yakin bahwa jabatan itu hak dia, permintaan tersebut adalah hinaan atas martabat dirinya. Itu sama saja dengan anda diminta uang untuk masuk ke rumah sendiri. Semua orang yang bermartabat pasti akan tersinggung dan marah.
Harun juga punya banyak opsi. Ia tidak mati kalau permintaan Wahyu tidak ia penuhi. Ia bisa memperkarakan Wahyu, dan mengirim Wahyu ke jebakan polisi atau KPK. Ia bisa membuka perkara hukum dengan KPU kalau ia betul yakin bahwa ia benar. Ia bisa juga minta DPP PDIP memecat orang yang menduduki kursinya. Setelah orang itu dipecat, sesuai hukum KPU pasti melakukan PAW. Nah, pada saat itu ia bisa menduduki kursi yang dianggap miliknya. Presedennya sudah ada, Gerindra melakukan cara di atas untuk mendudukkan orang-orang tertentu.
Artinya, ada banyak pilihan bagi Harun Masiku untuk memperoleh keinginannya tanpa melakukan suap. Ia jelas bukan korban.
Kenyataan bahwa Harun memberikan suap yang diminta Wahyu, lebih bisa dipahami bila menggunakan perspektif KPK. Menurut kacamata KPK inisiasi ‘permainan’ bukan dari Wahyu, tetapi dari pihak Harun sendiri. Harun melalui orang-orangnya melakukan pendekatan kepada Wahyu. Pendekatan itu memperoleh sambutan positif, seperti pesan balasan Wahyu, “Siap mainkan!” Maksud bersambut menyepakati biaya 900 juta. Namun maksud bersambut itu berujung petaka ketika OTT KPK mengintersep transaksi.
Apa yang terjadi sudah jelas, namun politikus2 masih berupaya membengkokan kebenaran.
Pantas negara ini ga pernah lurus! Segala macam malah jadi bengkok!