Jakarta – Fusilatnews ‘- Aksi modus premanisme dengan Berlindung dibalik 1001 macam kedok muncul mengganggu ketentraman masyarakat dan aktivitas bisnis juga investasi di kota – kota industri terutama di Jawa.
Kepolisian Daerah Metro Jaya dalam tindakannya, melaksanakan Operasi Berantas Jaya 2025 selama 15 hari, terhitung sejak 9 hingga 23 Mei 2025, dengan fokus pada pemberantasan segala bentuk aksi premanisme.
Operasi ini bertujuan untuk menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) yang lebih kondusif.
Tidak ada toleransi dan tidak ada pengecualian,” kata Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Karyoto saat ditemui di Lapangan Silang Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (9/5/2025).
Usai sepekan berjalan operasi ini berjalan, seribuan preman di wilayah hukum Polda Metro Jaya ditangkap.
Terungkap sejumlah kedok para preman saat melancarkan aksi kejahatannya.
Preman berkedok Pak Ogah
Salah satu kedok aksi premanisme adalah Pak Ogah. Secara ilegal, ia mengatur lalu lintas di jalanan dengan meminta imbalan dari pengendara.
Sebanyak tujuh preman berkedok Pak Ogah ini ditangkap di sekitar Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, karena terlibat kasus pungutan liar (pungli) kepada pengendara yang melintas.
“Pungutan liar ini yang biasa kita lihat di sepanjang Jalan Yos Sudarso hingga Marunda,” kata Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok AKP I Gusti Ngurah Putu Krishna Narayana.
Preman berkedok “anak asmoro”
Sejumlah “Anak Asmoro” ditangkap Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya karena memeras sopir truk dengan dalih jasa pengawalan.
Modus para pelaku dimulai saat mereka mengadang truk kontainer atau trailer dari luar Jakarta di pertigaan Kamal, Kalideres, Jakarta Barat, yang tak jauh dari Exit Tol Cengkareng.
Mereka kemudian mengintimidasi sopir dengan narasi adanya preman di sepanjang rute perjalanan, dan menawarkan jasa pengawalan berbayar untuk menghindari bahaya tersebut.
Pelaku tak segan menggunakan kekerasan dengan menodongkan senjata tajam, merusak kendaraan, dan merampas barang saat korban menolak membayar.
Para pelaku awalnya meminta tarif Rp 200.000, lalu menurunkannya menjadi Rp 180.000, dan akhirnya menerima Rp 100.000 setelah korban menawar. Mereka menyasar sopir-sopir dari luar Jakarta karena menganggap para sopir tersebut mudah ditekan akibat tidak mengenal medan dan situasi.
Preman berkedok jukir liar
Kedok preman yang lebih umum ditemukan adalah juru parkir (jukir) liar.
Perkara yang terungkap oleh Polres Metro Jakarta Pusat adalah pemerasan terhadap warga yang memarkirkan kendaraan di Mal Thamrin City dan Monumen Nasional (Monas).
Sembilan pria yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka itu mematok tarif seenaknya.
“Yang mana sopir-sopir yang parkir di sekitar Thamrin City dipatok oleh juru parkir ilegal tersebut di atas Rp 20.000,” ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus.
“Pada saat itu pengendara roda empat (di Monas) kasih Rp 5.000, akan tetapi ditolak oleh para pelaku, dengan dipatok Rp 20.000 sampai dengan Rp 30.000,” tambah dia.
Preman berkedok “mata elang”
Preman juga mengenakan “wajah” mata elang atau yang populer dikenal dengan istilah debt collector.
Terbaru, lima anggota komplotan mata elang ditangkap oleh Sat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota karena merampas mobil Mitsubishi Pajero milik mahasiswa berinisial ARP (19).
Para pelaku mendapatkan imbalan puluhan juta rupiah dari perampasan tersebut. “Pelaku mengambil mobil, kemudian diserahkan kepada pihak leasing dan mendapat fee sebesar Rp 24 juta,” kata Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Pol Wahyu Kusumo Bintoro
Preman berkedok ormas dan karang taruna
Kedok aksi premanisme yang terakhir adalah ormas.
Wilayah Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat, menjadi ladang cuan bagi para anggota ormas dan bahkan karang taruna.
Sebab, mereka membuka parkir liar bagi sejumlah karyawan yang bekerja di wilayah Puri Indah.
Para pelaku mengaku hanya mematok tarif Rp 5.000 untuk satu sepeda motor. Tarif itu berlaku bagi kendaraan yang parkir dari pagi hingga sore hari.
Mereka membuka parkir liar dan mempunyai lapaknya masing-masing. Total ada 22 preman yang diringkus oleh Polda Metro Jaya.
Namun, bukan hanya parkir liar, tetapi mereka juga mengelola lapak bagi warga yang menjadi pedagang kaki lima (PKL).
Pungli para pelaku meliputi uang pangkal hingga keamanan. “Di awal (uang pangkal) itu Rp 1 juta,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi.
Selain itu, para pedagang juga harus membayar uang bulanan kepada “pemegang lapak” sebesar Rp 300.000 hingga Rp 500.000.
Belum cukup, para pedagang juga harus membayar uang listrik senilai Rp 10.000 per hari kepada para pelaku.
Seribuan orang ditangkap
Hingga sepekan Operasi Berantas Jaya berjalan,
Polda Metro Jaya beserta jajaran sudah menangkap 1.197 orang.