Jakarta- Fusilatnews- Tren Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara nasional sejak Januari hingga Agustus 2024 terus mengalami lonjakan. Sepanjang tahun ini, jumlahnya telah meningkat hingga mencapai angka 53 ribu. Bertolak belakang dengan tren tersebut, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat, adanya tren kenaikan tabungan di atas Rp 5 miliar milik korporasi
Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, likuiditas korporasi masih cukup kuat dan mampu menjaga stabilitas ekonomi serta mencegah terjadinya PHK besar-besaran. “Korporasi kita mendominasi tingkat dana pihak ketiga, terutama di giro, dan simpanan mereka tumbuh dengan cukup cepat,” kata Purbaya saat ditemui usai Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) pada Senin (30/9/2024).
, Dalam laporannya sampai Agustus 2024 untuk tabungan korporasi di atas Rp 5 miliar tumbuh 9 persen. Meskipun cenderung melambat bila dibandingkan Juli, namun masih lebih tinggi dan stabil bila dibandingkan Agustus 2023 (yoy)
Tak hanya tabungan korporasi yang alami peningkatan, tabungan untuk kategori di bawah Rp 2 miliar juga mengalami pertumbuhan sebesar 4,95 persen pada Agustus 2024. Angka ini naik dibandingkan Juli dan tahun sebelumnya.
“Ini menunjukkan adanya perbaikan ekonomi secara perlahan di level bawah,” ujarnya.
Namun, sambung dia, adanya tren PHK di beberapa sektor terutama manufaktur tidak menjadikan situasi ekonomi nasional buruk secara keseluruhan. Karena, meskipun ada laporan PHK, masih banyak pula perusahaan yang masih melakukan perekrutan.
“Jika dilihat secara bersih, mungkin tingkat pengangguran sebenarnya tidak mengalami kenaikan signifikan,” tuturnya.
Hadir dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Dewan Komisioner LPS, Lana Soelistianingsih mengatakan, salah satu faktor pendorong meningkatnya tren PHK adalah adanya kemajuan teknologi yang berdampak pada efisiensi dalam proses bisnis. Banyak perusahaan yang mulai melihat produktivitas teknologi sehingga dan melakukan penyesuaian dengan efisiensi tenaga kerja.
Tak hanya itu, saat ini juga sudah terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat yang turut berkontribusi pada dinamika ini. Hal ini dapat dilihat dari masyarakat yang cenderung membeli barang-barang baru, seperti ponsel, hingga memprioritaskan liburan atau sekedar bersantai di cafe yang sedang viral.
“Perubahan dari konsumsi rumah tangga ini terlihat jelas, dan perusahaan harus melakukan penyesuaian terhadap pola konsumsi yang baru ini,” kata Lana.
Lana juga menyoroti pengaruh siklus ekonomi terhadap fenomena PHK. Ia memperkirakan bahwa mendekati akhir tahun, angka PHK bisa menurun karena adanya peningkatan permintaan di sektor-sektor tertentu, terutama di sektor jasa yang mengalami peningkatan aktivitas selama musim liburan.
“Saat musim liburan, konsumsi masyarakat meningkat, dan sektor jasa biasanya akan menyerap tenaga kerja lebih banyak,” kata dia