Sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina, Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyerukan agar jangan sampai ada perang antara kedua negara. Presiden Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina pada Kamis (24/2/2022) yang menandakan dimulainya serangan besar Moskwa kepada Ukraina, meski eskalasi kedua negara sudah memanas sejak beberapa waktu terakhir. Usai invasi Rusia kepada Ukraina berjalan, Presiden Jokowi sempat membuat pernyataan terkait perang. Presiden menyerukan untuk menghentikan perang di akun Twitter resminya, @jokowi.
Namun cuitan Jokowi disampaikan secara singkat dan tanpa memberikan konteks terhadap kondisi peperangan mana yang ia maksud. Baca juga: Serangan Rusia ke Ukraina Berpotensi Jadi Perang Dunia III, Ini Dampaknya ke Indonesia “Setop perang. Perang itu menyengsarakan umat manusia, dan membahayakan dunia,” tulis Jokowi, Kamis. Meski begitu, Jokowi sebenarnya sudah menyinggung konflik di Ukraina sebelumnya. Lewat beberapa cuitannya, presiden membicarakan konflik antara Rusia dengan Ukraina, sekalipun Jokowi tak menuliskan kata “Rusia”.
Jokowi memilih menggunakan istilah “krisis Ukraina” dan “ketegangan di Ukraina” untuk mendefinisikan eskalasi panjang yang terjadi antara kedua negara tersebut. Buntut konflik Rusia dan Ukraina, sejumlah negara barat ikut turun tangan, termasuk China yang merupakan sekutu Rusia. Tiga hari sebelum invasi Rusia ke Ukraina, Jokowi mengingatkan agar semua pihak menahan diri. “Rivalitas dan ketegangan di Ukraina harus dihentikan sesegera mungkin. Semua pihak yang terlibat harus menahan diri dan kita semua harus berkontribusi pada perdamaian. Perang tidak boleh terjadi,” cuit Jokowi di Twitternya, Senin (21/2/2022).
Menurut presiden, ada yang lebih penting untuk dihadapi dunia global. Jokowi mengajak seluruh negara memulihkan ekonomi pasca digempur pandemi Covid-19. “Saatnya dunia bersinergi dan berkolaborasi menghadapi pandemi. Saatnya kita memulihkan ekonomi dunia, mengantisipasi kelangkaan pangan, dan mencegah kelaparan,” ucapnya.
Sehari setelahnya, Jokowi kembali membicarakan krisis Ukraina. Ia juga menegaskan upaya perdamaian harus segera dilakukan. “Saya memiliki pandangan yang sama dengan Sekjen PBB Antonio Guterres bahwa penanganan krisis Ukraina harus dilakukan secara cermat agar bencana besar bagi umat manusia bisa dihindarkan,” tulis Jokowi di akun Twitter @jokowi, pada Selasa (22/2/2022). “Tetapi, upaya perdamaian ini harus cepat dan tidak bisa ditunda-tunda,” tambahnya.
Invasi Rusia dilakukan karena Moskwa membela separatis di timur Ukraina. Pada 2014, pasukan elite Rusia juga merebut seluruh Semenanjung Crimea di Ukraina. Beberapa hari lalu, Presiden Putin secara tiba-tiba mengumumkan dua wilayah kontra pemerintah Ukraina, Donetsk dan Luhansk sebagai negara merdeka. Putin juga kemudian melegalkan pengiriman pasukan ke Ukraina. Kedua negara memang memiliki hubungan panas-dingin pasca Uni Soviet pecah. Rusia dan Ukraina merupakan pecahan dari negara federasi komunis kuat itu. Namun konflik Rusia dan Ukraina semakin tajam sejak beberapa tahun terakhir.
Pernyataan Jokowi bukan cari selamat
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai pernyataan Presiden Jokowi terkait krisis Ukraina sudah tepat. “Presiden Jokowi telah tepat menyatakan sikap Indonesia terkait situasi di Ukraina dengan mengatakan: penanganan krisis Ukraina harus dilakukan secara cermat agar bencana besar bagi umat manusia bisa dihindarkan,” ujar Hikmahanto, Jumat (25/2/2022).
Menurutnya, pernyataan Jokowi sejalan dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif. Baca juga: Pegang Presidensi G20, RI Dinilai Punya Peran Kunci Bawa Rusia dan Ukraina ke Meja Perundingan “Bila Presiden menyebut Rusia melakukan ‘invasi’ maka terlihat keberpihakan Indonesia terhadap Ukraina yang didukung oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat serta Australia,” sebutnya.
Hikmahanto juga menilai Jokowi menghindari untuk membuat pernyataan yang membenarkan sikap Presiden Putin untuk mengakui dua Republik baru yang merupakan pecahan dari Ukraina, yaitu Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk. “Oleh karenanya siapapun yang kalah ataupun menang dalam kemungkinan perang di Ukraina tidak bisa menuduh Indonesia memiliki keberpihakan,” kata Hikmahanto. Rektor Universitas Jenderal A Yani itu pun menyebut, sikap Jokowi itu bukan berarti menandakan Indonesia sedang mencari selamat.
Apa yang dilakukan Jokowi, kata Hikmahanto, merupakan upaya aktif Indonesia agar perang tidak bereskalasi menjadi besar. “Indonesia dengan politik luar negeri bebas aktif tidak boleh sekadar menjadi penonton tetapi harus mengambil berbagai inisiatif agar perdamaian tercipta,” paparnya. Baca juga: Mengapa Rusia Menyerang Ukraina dan Apa yang Diincar Putin? “Inisiatif ini semakin penting dirasakan karena Indonesia saat ini sedang menjabat Presidensi G-20,” tambah Hikmahanto.
Eskalasi perang disebut akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi internasional. Oleh karena itu, menurut Hikmahanto, harus dihindari. “Agar sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi ‘bencana besar bagi umat manusia bisa dihindarkan’,” ujar dia. “Saatnya sekarang bagi Indonesia untuk tampil dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia,” imbuh Hikmahanto.
Sumber : Kompas