“Perubahan satu hakim MK dalam hal ini Aswanto menjelaskan ada konspirasi jahat dari DPR dan pemerintah. Karena dari pembacaan tadi menjelaskan hakim yang menggantikan hakim Aswanto (Guntur Hamzah) adalah penentu daripada keputusan tadi yang sekarang berbalik empat pro kepada penggugat dan lima kepada pengusaha pemerintah dan DPR RI,” ujar Said.
Jakarta – Fusilatnews – Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menolak permohonan pemohon pengujian materi Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Pengujian ini diajukan oleh beberapa kelompok buruh, termasuk Partai Buruh.
Keputusan MK ini tentu saja sangat mengecewakan komuitas buruh. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengungkapkan kekecewaannya atas putusan ini
“Oleh karena itu partai buruh menolak keras putusan MK ini,” kata Said kepada wartawan usai putusan tersebut, Senin (2/10).
Menurut dugaan Said ada skenario untuk memastikan UU Cipta Kerja tetap berlaku. Menurut Said, indikasinya dimulai dari pemecatan Aswanto sebagai hakim MK oleh DPR.
Dari kalkulasi Said, ada upaya mengubah suara para hakim MK yang mayoritas sempat menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Kalkulasi Said dapat terlihat dari empat hakim MK menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat. Keempat orang hakim MK itu ialah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartono.
“Perubahan satu hakim MK dalam hal ini Aswanto menjelaskan ada konspirasi jahat dari DPR dan pemerintah. Karena dari pembacaan tadi menjelaskan hakim yang menggantikan hakim Aswanto (Guntur Hamzah) adalah penentu daripada keputusan tadi yang sekarang berbalik empat pro kepada penggugat dan lima kepada pengusaha pemerintah dan DPR RI,” ujar Said.
Atas putusan ini, Said mengancam pemogokan buruh nasional untuk menekan DPR dan Pemerintah. Said memperkirakan mogok massal dilakukan paling cepat pada akhir Oktober.
“Kalaulah keadilan tidak bisa kami dapatkan di ruang sidang MK, maka keadilan akan kami cari di jalan. Negeri ini bukan milik hakim MK,” ujar Said.
Said juga mengancam melaporkan hakim MK ke Majelis Kehormatan MK. Said menuntut penjelasan penggantian Aswanto yang dianggap merugikan kelompok buruh.
“Biarlah pengawas MK nanti yang memeriksa, ada konspirasi dimulai dengan penggantian Hakim Aswanto, bisa diliat 5-4 yang memenangkan gugatan awal Nomor 91/2020 yang lalu, sekarang bisa jadi 4-5. Dan 4 yang dissenting opinion (pada putusan kali ini) itu yang kemarin memenangkan Buruh,” kata Said.
Said menyebut pelaporan akan dilakukan setidaknya dua hari pascaputusan uji formil UU Cipta Kerja diketok MK. Said bakal meminta penjelasan juga atas penggantian Aswanto sebagai hakim MK.
“Partai Buruh resmi setelah ini melaporkan lima Hakim MK. Kalau empat kan enggak ada masalah, kan membantu kita, ngapain kita laporin. Lima hakim Mahkamah Konstitusi. Terutama kami minta pertanggungjawaban kenapa Hakim Aswanto diganti secara politik,” ujar Said.
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan pemohon pengujian formil Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Pengujian ini dilayangkan oleh gabungan kelompok buruh.
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan pada Senin (2/10/2023).
Putusan yang dibacakan majelis hakim berkaitan dengan lima gugatan uji formil yaitu untuk perkara nomor 40 (dimohonkan Persatuan Pegawai Indonesia Power, Federasi Serikat Pekerja Indonesia, SP PLN, Federasi SP KEP SPSI, dan Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi), 41 (Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia), 46 (Serikat Petani Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu, Konsorsium Pembaruan Agraria), 50 (Partai Buruh), dan 54 (Wiwit Widuri dkk) PUU-XXI tahun 2023.
Walau demikian, kelompok buruh masih punya secercah harapan. Pasalnya, MK menjatuhkan putusan provisi agar permohonan uji materiil terhadap UU Cipta Kerja tetap dilanjutkan. Pengujian materiil ini diajukan dalam perkara Nomor 40/PUU-XXI/2023.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim MK Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Mahkamah mempertimbangkan bahwa terhadap permohonan a quo, para pemohon menggabungkan permohonan pengujian formil dan materiil.
“Sementara itu, Mahkamah telah mengeluarkan ketetapan yang pada pokoknya memisahkan pemeriksaan pengujian formil dan pengujian materiil, serta menunda pemeriksaan pengujian materiil,” kata Daniel.
Keputusan itu tercantum dalam Ketetapan Nomor 40/PUU-XXI/2023, Nomor 39/PUU-XXI/2023, dan Nomor 49/PUU-XXI/2023 tentang Pemisahan Pemeriksaan Permohonan Pengujian Formil dan Materiil, Serta Penundaan Pemeriksaan Permohonan Pengujian Materiil.
“Oleh karena pengujian formil dalam permohonan a quo tidak beralasan menurut hukum, maka pemeriksaan pengujian materiil akan segera dilanjutkan,” kata Daniel.
Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi. Hanya saja, empat hakim MK menyatakan dissenting opinion atau berbeda pendapat. Keempat orang hakim MK itu ialah Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartono.
Walau demikian, MK belum mengumumkan kapan sidang uji materiil akan digelar. Diketahui, ada dua jenis pengujian dalam praktik MK, yaitu uji materil dan uji formil.
Dalam uji materil, objek pengujian adalah materi muatan undang-undang. Bila hakim memutuskan bahwa pasal-pasal yang diuji inkonstitusional, maka pasal-pasal tersebut batal. Sedangkan uji formil menyoal proses pembentukan undang-undang.