Oleh: Petrus Selestinus SH, Koordinator Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Aktivis dan Akademisi
Jakarta – Pada tanggal 30 April 2025, Presiden ke-7 RI Joko Widodo selaku pelapor telah melaporkan KMRT Roy Suryo dkk sebagai terlapor ke Polda Metro Jaya atas dugaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP juncto Pasal 27A, Pasal 32 dan Pasal 35 Undang-Undang (UU) No 1 Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh pihak kuasa hukumnya, Jokowi menyerahkan barang bukti (BB) kepada penyelidik berupa 24 video. Sementara BB berupa ijazah SD, SMP, SMA hingga S1 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta hanya diperlihatkan tanpa diserahkan.
Ini menunjukan bahwa baru di tahap awal membuat laporan saja, sudah muncul kejanggalan, karena BB yang utama dan sangat menentukan, yaitu ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi, yang seharusnya diserahkan kepada penyelidik/penyidik, ternyata tidak ikut diserahkan. Begitu pula pihak penyelidik dan/atau penyidik tidak meminta ijazah S1 Jokowi untuk diserahkan atau disita sebagai BB, sesuai ketentuan Pasal 5 KUHAP jo Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP.
Padahal dalam waktu hampir bersamaan, selain Jokowi melapor, terdapat beberapa kelompok masyarakat yang juga ikut melapor kepada Polri, terkait tuduhan ijazah palsu Jokowi dari aspek penyebaran berita bohong kepada Roy Suryo dkk sebagai reaksi terhadap laporan polisi dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri tanggal 9 Desember 2024 tentang dugaan ijazah palsu Jokowi.
Sita Ijazah S1 Jokowi
Laporan TPUA tanggal 9 Desember 2024 tentang dugaan ijazah palsu Jokowi di Bareskrim Polri, menurut keterangan pihak TPUA, saat ini tengah ditindaklanjuti proses penyelidikannya oleh Bareskrim Polri, dengan memanggil dan memeriksa pihak Pelapor antara lain Prof Eggi Sudjana tanggal 15-16 April 2025, kemudian pemanggilan untuk klarifikasi terhadap advokat Damai Hari Lubis, Koordinator Advokat TPUA, pada 28 April 2025 oleh penyelidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri.
Pada laporan polisi TPUA ini, yang menjadi objek utama pemeriksaan penyidik adalah iazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi, guna memastikan apakah ujazah itu asli atau palsu atau apakah ijazah S1 Jokowi asli tapi palsu (aspal) atau tidak.
Untuk itu, tindakan pertama yang harus dilakukan penyelidik, tanpa memandang siapa pelapor dan siapa terlapor atau siapa saksi dan siapa korban, sehingga suka tidak suka ijazah S1 Jokowi harus disita dari tangan pemiliknya oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri sebagai BB untuk kepentingan pemeriksaan melalui Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri.
Hentikan Laporan Jokowi
Secara teknis hukum acara pidana dan demi menjamin kepastian hukum, maka pimpinan Polri harus menghentikan atau setidak-tidaknya menunda seluruh proses pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang dilaporkan Jokowi di Polda Metro Jaya, dan seluruh laporan polisi dari anggota masyarakat terhadap Roy Suryo dkk di Polres Jakarta Pusat dan di Polres-Polres lainnya di luar Jakarta.
Adapun alasan-alasan mengapa penyelidikan dan penyidikan atas laporan dari Jokowi, harus dihentikan atau dikesampingkan terlebih dahulu.
Mengapa? Pertama, karena Bareskrim Polri tengah melakukan penyelidikan dan/atau penyidikan atas laporan TPUA tentang dugaan ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi sebagai ijazah palsu. Harus dibuktikan terlebih dahulu apakah ijazah Jokowi dimaksud asli atau palsu atau aspal, karena selama menjadi polemik bertahun-tahun Jokowi tidak pernah memberikan klarifikasi atau menunjukkan bukti atas keabsahan ijazah itu.
Kedua, laporan TPUA terhadap Jokowi tentang dugaan ijazah palsu (Ijazah S1 Fakultas Kehutanan UGM atas nama Jokowi) bermuatan kepentingan umum yang lebih besar, antara lain menyelamatkan marwah Perguruan Tinggi, dalam hal ini UGM, marwah para intelektual dan cendikiawan dan terlebih lagi marwah lembaga kepresidenan. Karenanya harus didahulukan proses pidananya.
Ketiga, laporan Jokowi di Polda Metro Jaya pada 30 April 2025 atas dugaan pencemaran nama baik atau fitnah, semata-mata bermuatan kepentingan pribadi yaitu hanya untuk memperjuangkan nama baik Jokowi.
Keempat, untuk menguji apakah Jokowi masih punya nama baik yang harus dipertahankan, maka pembuktiannya adalah apakah ijazah S1 yang diduga sebagai palsu itu harus dibuktikan terlebih dahulu lewat suatu putusan pengadilan yang berkeuatan hukum tetap dan adil, yang menyatakan ijazah Jokowi itu asli atau paslu dan/atau aspal.
Kelima, selama ini sudah beberapa orang menjadi korban peradilan sesat dengan dipidana penjara tanpa pernah diuji terlebih dahulu secara hukum soal keabsahan, keasilan dan kebenaran formil dan materiil ijazah S1 Jokowi di pengadilan pidana hingga putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan ijazah Jokowi sah atau tidak.