Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, FusilatNews – Indonesia Police Watch (IPW) mengecam tindakan keji penyidik Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Kutai Barat (Kubar), Kalimantan Timur, yang diduga melanggar hak asasi manusia (HAM), dengan memaksa mengambil sidik jari sebagai pengganti tanda tangan Isran Kuis, seorang tokoh masyarakat warga Desa Tering Seberang, Kubar, yang tengah sakit keras dan tidak sadarkan diri di rumahnya, usai ditetapkan tersangka dalam perkara penggelapan senilai Rp500 juta yang direkayasa diduga atas “pesanan” JDHS, Manajer Operasional PT ISM, perusahaan kontraktor tambang batubara diduga memiliki motif ingin menguasai uang kurang bayar yang menjadi kewajiban perusahaan kepada Isran Kuis sebesar Rp5.056.730.000 (lima miliar lima puluh enam juta tujuh ratus tiga puluh ribu rupiah).
“Semula kedua penyidik datang ke rumah Isran Kuis bertujuan membuat BAP (Berita Acara Pemeriksaan) tambahan. Karena sakit, isi hasil pemeriksaan hanya memuat keterangan tersangka dalam keadaan sakit, tidak dapat dimintakan keterangan. Penyidik memaksa meminta tanda tangan. Lantaran tengah tidak sadarkan diri, lalu tangan Isran Kuis ditarik untuk diambil sidik jarinya,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam rilisnya, Jumat (31/1/2025).
Kata Sugeng, IPW menyampaikan pengaduan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri tentang dugaan penyalahgunaan wewenang dan/atau merekayasa dan memanipulasi perkara yang menjadi tanggung jawabnya dalam rangka penegakan hukum yang diduga untuk kepentingan mendukung praktik mafia tanah, yang diduga dilakukan oleh penyidik Satreskrim Polres Kutai Barat.
“Hal ini melanggar Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian RI, Paragraf 2, Etika Kelembagaan, Pasal 10 ayat (1) yang diduga dilakukan oleh penyidik Satreskrim Polres Kutai Barat,” jelas Sugeng usai menyerahkan pengaduan masyarakat terkait penyalahgunaan penyidik Polres Kutai Barat di Divisi Propam Polri, sembari memperlihatkan surat dan bukti video.
Rekayasa Kasus dan Penyalahgunaan Wewenang
Kasusnya sendiri, menurut Sugeng, berawal ketika pada bulan Oktober 2021 terdapat permintaan kerja sama dalam kegiatan pembebasan tanah oleh pihak PT ISM, melalui Manajer Operasional JDHS kepada Isran Kuis, seorang tokoh masyarakat yang berpengaruh di Kubar.
“PT ISM sendiri menyadari sepenuhnya untuk membebaskan tanah di wilayah masyarakat adat Kutai Barat tidaklah mudah, mengingat resistensi sosialnya sangat tinggi. Dengan alasan itulah PT ISM membutuhkan pengaruh dan figur tokoh masyarakat seperti Isran Kuis untuk ‘diperalat’ guna memuluskan proses pembelian lahan,” paparnya.
Selanjutnya, kata Sugeng, dibuatlah kesepakatan kerja sama dalam pembebasan tanah antara Isran Kuis dan PT ISM di hadapan Maria Olympia Bercelona Djoka dan Ivana Victorya Kamaluddin di Kota Kubar, Notaris yang ditunjuk oleh JDHS yang pada pokoknya Isran Kuis, sebagai pihak yang akan terlebih dahulu melakukan pembebasan lahan milik masyarakat.
“Setelah itu baru dijual kembali oleh Isran Kuis kepada PT ISM dengan harga Rp30.000/meter persegi. Irsan Kuis sudah menuangkannya dalam BAP tanggal 26 April 2023, 27 November 2023, 1 Desember 2023, 4 Desember 2023, 27 Juni 2024, dan 9 Agustus 2024. Akan tetapi keterangan mengenai Isran Kuis telah bersepakat dengan PT ISM sebesar Rp30 ribu per M2 lenyap dari BAP tanggal 13 Agustus 2024. Mengetahui keterangan penting ayahnya, Isran Kuis dalam BAP dihilangkan, Romi yang ikut mendampingi pemeriksaan ayahnya menyampaikan protes kepada penyidik. Namun penyidik acuh tak acuh, tidak menggubris protes Romi,” terangnya.
Diduga, lanjut Sugeng, BAP tanggal 13 Agustus 2024 inilah yang dipakai penyidik ketika meminta pendapat ahli pidana. “Pada tanggal 27 Desember 2024, Isran Kuis ditetapkan tersangka oleh penyidik,” tukasnya.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, kata Sugeng, pada akhir 2021 dan 2022, Isran Kuis membeli tanah lahan milik Susinta Yuliana, Edi Hartono, Agus Herianto, Helen Pariani, Rusdi, Artian dan Suriati di Kecamatan Tering, Kubar, dengan total seluas 251.891 M2. “Lalu dijual kembali kepada PT ISM dengan nilai seluruhnya sebesar Rp7.556.730.000. Namun JDHS baru membayar sebesar Rp1.591.500.000, sehingga JDHS kurang bayar sebesar Rp5.056.730.000 kepada Isran Kuis,” ucapnya.
Diduga atas perintah JDHS, masih kata Sugeng, Maria Olympia Bercelona Djoka dan Ivana Victorya Kamaluddin selaku notaris tidak pernah memberikan salinan akta kesepakatan bersama kepada Isran Kuis selaku pihak dalam kesepakatan bersama dimaksud, sesuai perintah Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang (UU) No 2 tentang Jabatan Notaris, meskipun pada 22 Agustus 2022 telah diminta melalui surat oleh kuasa hukumnya, Widi Seno.
“Permasalahan mulai muncul ketika JDHS menolak membayar sisa kewajiban sebesar Rp5.056.730.000 kepada Isran Kuis atas pembebasan tanah 251.891 M2. Diduga JDHS ingin menguasai sisa kewajiban PT ISM kurang bayar sebesar Rp5.056.730.000 di balik rekayasa kasus di Polres Kubar,” tegasnya.
Dari sinilah, kata Sugeng, awal mula timbulnya ide kriminalisasi terhadap Isran Muis. “Selanjutnya JDHS diduga memerintahkan H selaku admin keuangan PT ISM membuat laporan ke Polres Kubar dengan Nomor: LP-B/131/X/2023/SPK/KALTIM/RES KUBAR tertanggal 23 Oktober 2023, dengan persangkaan penggelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP.
Pada tanggal 23 Oktober 2023 laporan Nomor: LP-B/131/X/2023/SPK/KALTIM/RES KUBAR tertanggal 23 Oktober 2023, kata Sugeng lagi, langsung ditingkatkan ke tahap penyidikan, sebagaimana Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/153/X/RES.111/2023/Reskrim, tanpa melalui tahapan penyelidikan terlebih dahulu.
“Pada tanggal 23 Oktober 2024 kembali diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/266/X/RES.111/2023/Reskrim dan berdasarkan gelar perkara di Dirkrimum Polda Kaltim tanggal 16 Desember 2024, dikeluarkan surat ketetapan tentang penetapan tersangka Nomor:S.Tap/211/XII/RES.1.11/2024/Reskrim tanggal 17 Desember 2024, dengan tersangka Isran Kuis,” urainya.
Menurut Sugeng, penetapan tersangka Isran Kuis merupakan “unprofesional conduct” dan penyalahgunaan wewenang, dengan alasan hukum: pertama, tuduhan terhadap Isran Kuis telah menggelapkan uang Rp500 juta adalah tidak benar dan tidak berdasar.
“Hasil penelitian IPW, tuduhan penggelapan kepada Isran Kuis yang dilaporkan H tidak benar. Justru PT ISM yang masih kurang bayar kepada Isran Kuis,” tuturnya.
Kedua, kata Sugeng, penyidik tidak menjalankan kewajiban profesionalnya dengan tidak menyita bukti pembayaran yang dikeluarkan PT ISM kepada Isran Kuis untuk membebaskan tanah seluas total 251.891 M2.
Ketiga, lanjut Sugeng, Notaris Maria Olympia Bercelona Djoka dan Ivana Victorya Kamaluddin yang membuat akta kesepakatan jual beli tanah antara Isran Kuis dan PT ISM tidak pernah atau belum pernah diperiksa penyidik sebagai saksi guna membuat terangnya perkara yang dipersangkakan.
“Tindakan PT ISM tidak berhenti sampai di situ. Tanah seluas 13,8 hektare yang dibeli oleh Romi selaku anak Isran Kuis dari Jainuddin, Soriono, Nyompe, Hasanudin, Daniel, Namih, Kinsin dan Honcen pada 23 Oktober 2022 dengan nilai Rp885.090.000. Namun pada tanggal 19 Maret 2024, tanah yang sudah dijual kepada Isran Kuis seluas 13,8 hektare itu tiba-tiba didalilkan sudah dibeli PT ISM dari Jainuddin, Soriono, Nyompe, Hasanudin, Daniel, Namih, Kinsin dan Honcen,” sesalnya.
Sugeng pun meminta perhatian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Kadiv Propam Mabes Polri secara khusus, mengingat kasus yang dialami oleh Isran Kuis ini merupakan fenomena gunung es.
“Yang terjadi di bawah permukaan jauh lebih besar ketimbang yang sudah muncul ke permukaan. PT ISM, dalam hal ini JDHS bersama-sama Kepala Kampung Kelian Dalam, Kubar juga pernah dilaporkan oleh Suryadi yang menjadi korban penipuan dan pemalsuan SPPAT terkait lahan tanah miliknya ke Polres Kutai Barat, namun hingga kini tidak ditangani penyidik sebagaimana mestinya,” ucapnya.
“Mengingat banyaknya pengaduan yang masuk ke IPW terkait praktik mafia tanah yang merugikan rakyat di Kubar yang melibatkan PT ISM, dalam hal ini JDHS dan Polres Kubar, IPW akan membuat Kotak Pengaduan Korban Mafia Tanah PT ISM di Kubar. Kepada seluruh masyarakat Kutai Barat yang telah menjadi korban agar segera menyampaikan laporan ke IPW,” ujar Sugeng lagi.
Ia berkeyakinan penyidik Polres Kubar dikualifikasi melanggar Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.