Kemelut yang melanda Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menjadi sorotan publik, terutama setelah pernyataan berbeda yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Presiden Jokowi meminta agar konflik internal Kadin tidak dikaitkan dengan dirinya, sementara Ma’ruf Amin secara jelas menyebut Arsjad Rasjid masih merupakan Ketua Umum Kadin yang sah. Dua pernyataan ini memunculkan tanda tanya besar tentang konsistensi dan pemahaman Presiden mengenai posisinya sebagai pemimpin negara dan dampak ucapannya terhadap perkembangan organisasi strategis seperti Kadin.
Perbedaan Pandangan: Jokowi vs Ma’ruf Amin
Pernyataan Jokowi yang meminta agar tidak mengaitkan dirinya dengan konflik Kadin mencerminkan sikap netral dan keengganannya terlibat dalam permasalahan organisasi tersebut. Di sisi lain, Ma’ruf Amin justru memberikan penegasan bahwa Arsjad Rasjid tetap Ketua Umum Kadin yang sah berdasarkan aturan yang berlaku dalam organisasi. Pernyataan Ma’ruf ini selaras dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kadin, yang menjadikan Arsjad sebagai pemimpin sah hingga 2028.
Penting untuk dicatat bahwa AD/ART merupakan pedoman fundamental yang mengatur legalitas dan legitimasi sebuah organisasi. Di bawah AD/ART, Arsjad terpilih secara sah dalam Musyawarah Nasional (Munas) Kadin pada 2021 dan memiliki mandat untuk menjabat selama lima tahun. Maka, pertanyaan yang muncul adalah, mengapa ada pernyataan berbeda antara Presiden dan Wakil Presiden dalam melihat permasalahan ini?
AD/ART Sebagai Dasar Legitimasi
Secara hukum dan organisasi, status kepemimpinan di Kadin harus tunduk pada AD/ART yang berlaku. Dalam konteks ini, Ma’ruf Amin dengan jelas mendukung legitimasi Arsjad sebagai Ketua Umum yang sah. AD/ART bukan hanya sekadar dokumen teknis, melainkan fondasi yang memberikan legitimasi kepada seorang pemimpin dalam organisasi, termasuk Kadin.
Pernyataan Ma’ruf Amin dengan tegas mengacu pada legalitas ini. Tidak ada ruang untuk interpretasi politis atau kepentingan pribadi dalam menentukan keabsahan seorang pemimpin organisasi, apalagi Kadin, yang menjadi jembatan utama bagi dunia usaha nasional. Sehingga, pernyataan Ma’ruf yang mengakui Arsjad sebagai Ketua Umum adalah pandangan yang tepat karena berbasis pada hukum internal organisasi.
Kemelut Kadin: Politik atau Organisasi?
Kemelut yang terjadi di Kadin lebih bersifat politis daripada soal administrasi organisasi. Dualisme kepemimpinan yang melibatkan Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie muncul setelah adanya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang menunjuk Anindya sebagai Ketua Umum periode 2024-2029. Konflik ini lebih mencerminkan pertarungan kekuatan politik di antara para elite pengusaha daripada persoalan teknis terkait kepemimpinan organisasi.
Fusilatnews menilai bahwa permasalahan yang terjadi tidak sepenuhnya menyangkut Kadin sebagai organisasi, melainkan lebih sebagai intrik politik yang merasuki tubuh Kadin. Sebagai salah satu organisasi pengusaha terbesar di Indonesia, Kadin tentu menjadi tempat di mana banyak kepentingan bertarung, baik dari sisi ekonomi maupun politik. Dengan adanya Munaslub yang dilakukan oleh pihak Anindya, kepentingan politis terlihat jelas berusaha mengambil alih kursi kepemimpinan tanpa mempertimbangkan aturan AD/ART.
Sikap Presiden: Ketidaksepahaman atau Ketidakpahaman?
Pernyataan Jokowi yang meminta agar tidak mengaitkan dirinya dengan kemelut Kadin mengindikasikan dua hal: apakah ia ingin netral dalam konflik ini, atau ia tidak sepenuhnya memahami status dirinya sebagai Presiden yang seharusnya mengambil posisi tegas dalam memastikan berjalannya aturan hukum dan AD/ART. Jokowi, sebagai kepala negara, memiliki peran penting dalam memberikan sinyal kepada masyarakat dan dunia usaha mengenai pentingnya kepatuhan pada aturan hukum.
Dengan tidak memberikan sikap yang jelas, Jokowi justru membiarkan konflik ini berlarut-larut dan memunculkan ketidakpastian bagi dunia usaha. Ketidakpahaman Jokowi mengenai status dirinya dalam kemelut ini dapat merusak kredibilitas kepemimpinannya, terutama di mata para pengusaha yang mengharapkan stabilitas dalam menjalankan usaha mereka.
Kesimpulan
Dalam konflik yang melanda Kadin, pernyataan Wakil Presiden Ma’ruf Amin yang menyebut Arsjad Rasjid masih sebagai Ketua Umum Kadin adalah pandangan yang tepat dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. AD/ART Kadin dengan jelas menunjukkan bahwa Arsjad masih memiliki legitimasi hingga 2028, dan setiap upaya untuk menggantikan kepemimpinan tanpa dasar yang jelas hanyalah bagian dari permainan politik.
Sementara itu, sikap Presiden Jokowi yang memilih untuk tidak terlibat dalam konflik ini mencerminkan ketidakpahaman atau mungkin ketidakberanian dalam menegaskan pentingnya AD/ART dan aturan hukum yang seharusnya menjadi acuan. Sebagai kepala negara, Jokowi seharusnya lebih tegas dalam memastikan bahwa setiap organisasi, termasuk Kadin, tunduk pada aturan yang ada, demi menjaga stabilitas dan kepastian bagi dunia usaha di Indonesia.
Dengan demikian, penting bagi kita untuk melihat bahwa konflik di Kadin bukan sekadar persoalan kepemimpinan organisasi, melainkan juga tentang bagaimana aturan dan hukum harus ditegakkan, di mana Ma’ruf Amin dengan tegas memegang posisi yang tepat.