Ekonom senior Faisal Basri menilai ibu kota baru di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, ibarat ‘surga’ yang dikelilingi ‘neraka’.
Hal tersebut ia sampaikan ketika menjadi salah satu pembicara dalam diskusi terbuka yang digelar oleh Universitas Mulawarman secara daring, Senin (31/1). Dikutip CNN Indonesia
Faisal mengatakan pengibaratan itu ia buat karena lokasi ibu kota baru dikelilingi oleh berbagai tambang migas batu bara, gas, kilang minyak. Ibu kota baru juga dikelilingi kebun sawit.
Ia menyebut tidak ada ibu kota di dunia yang dikelilingi industri ekstraktif yang bahkan usahanya dimiliki oleh oligarki. Tidak hanya itu, ia mengatakan pembangunan tersebut bertolak belakang dengan upaya pemerintah yang ingin membangun green city dan smart city untuk ibu kota baru.
“Ini unik, dia (pemerintah) bikin green city, smart city, tapi di sekelilingnya lain sama sekali. Jadi surga yang dikelilingi oleh neraka. Lama-lama surganya bisa panas juga,” ujarnya.
Faisal juga menuturkan sempat menerima data terkait sumbangsih migas di Kalimantan Timur untuk Indonesia.
“Barusan saya dapat data tapi saya tidak mau gunakan karena saya belum verifikasi, tapi misalnya minyak itu di Kalimantan Timur menyumbang 20 persen dari minyak nasional, batu bara 65 persen, gas 24 persen, sawit cukup besar juga,” kata dia.
Ia mengatakan pemindahan ibu kota sebenarnya bukan tidak boleh dilakukan. Tapi menurutnya, pemindahan belum tepat dilakukan sekarang. Sebab, pemerintah memiliki banyak masalah ekonomi yang perlu segera diselesaikan.
Pertama, pertumbuhan ekonomi RI yang masih terus menunjukkan kecenderungan melambat. Kedua, pendapatan nasional per kapita merosot dan kembali turun kelas dari negara berpendapatan menengah-atas menjadi negara berpendapatan menengah-bawah.
Ketiga, kecepatan pemulihan ekonomi RI yang relatif lambat dibandingkan negara tetangga. Keempat, transformasi ekonomi tersendat, seperti ekspor masih didominasi oleh komoditas primer, peranan industri manufaktur terus merosot mencapai titik optimal, serta jumlah pekerja informal lebih besar dari pekerja formal.
Kelima, penduduk miskin ekstrem, miskin, nyaris miskin, dan rentan miskin masih lebih banyak dari separuh jumlah penduduk.
Kepantasan Rayakan HUT RI di Ibu Kota Baru
Selain masalah itu, Faisal Basri mempertanyakan kepantasan pemerintah yang berambisi menggelar upacara hari kemerdekaan 17 Agustus di Ibu Kota Negara (IKN) baru pada 2024 mendatang.
Apalagi sampai saat ini skema pendanaan untuk IKN saja masih belum jelas. Selain itu perencanaan proyek dan perencanaan keuangan tidak terintegrasi.
“Saking dipaksakan, muncul rencana penggunaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk pembangunan IKN,” ujarnya.
Padahal, menurutnya dana PEN hadir dalam kondisi kedaruratan akibat covid-19. Oleh karena itu, ia juga mempertanyakan apakah pemindahan IKN sudah sedemikian darurat, dan apakah tidak bisa ditunda setidaknya lima hingga sepuluh tahun ke depan.
“Jika IKN dipaksakan boleh jadi akan muncul Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) baru yang membolehkan pemerintah melanjutkan defisit APBN di atas 3 persen hingga 2024. Ini suatu preseden yang buruk,” sambungnya.
Sebelumnya, perintah menyatakan pada tahap awal pembangunan IKN yakni periode 2022-2024, akan pembangunan infrastruktur utama seperti istana kepresidenan, gedung DPR/MPR dan perumahan.
Tidak hanya itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga berencana untuk merayakan HUT Kemerdekaan Indonesia ke-79 di kawasan IKN pada 17 Agustus 2024 mendatang.