“Dewan Pengawas KPK memutuskan bahwa laporan saudara Endar Priantoro dan 16 pelapor lainnya yang menyatakan saudara Firli Bahuri melakukan kode etik membocorkan sesuatu adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilakukan ke sidang etik,
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahur lolos dari jerat sanksi etis atas dugaan membocorkan dokumen perkara di ESDM
Dalam konferensi pers di gedung KPK lama, Senin (19/6/).Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi dari 30 orang termasuk pelapor, terlapor, dan pihak terkait.
“Dewan Pengawas KPK memutuskan bahwa laporan saudara Endar Priantoro dan 16 pelapor lainnya yang menyatakan saudara Firli Bahuri melakukan kode etik membocorkan sesuatu adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilakukan ke sidang etik,” kata Tumpak
Dalam paparannya, Tumpak menuturkan bahwa persoalan ini berawal dari sebuah video penggeledahan yang diunggah akun twitter Rakyat Jelata @dimdim078. Video itu merekam momen petugas KPK menginterogasi Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM, M Idris Froyoto Sihite setelah menemukan dokumen yang menyerupai hasil penyelidikan.
Dewas kemudian memutuskan, belasan laporan itu tidak bisa dilanjutkan ke sidang etik karena dinilai tidak cukup bukti Firli Bahuri membocorkan informasi penyelidikan.
Sihite sempat mengaku dokumen yang berjumlah tiga lembar kertas itu ia dapatkan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK saat itu, Karyoto. Baca juga: Firli Bahuri soal Dugaan Korupsi di Kementan: Nanti Kita
kemudian menyebut dokumen tersebut didapatkan dari Menteri ESDM, Arifin Tasrif dan berasal dari Firli Bahuri. “Penyidik kemudian ingin melakukan penyitaan terhadap tiga lembar kertas tersebut, namun Sihite menolaknya sehingga tidak dilakukan penyitaan,” ujar Tumpak.
Sihite Ubah Pernyataan Dewas KPK membenarkan video berdurasi sekitar lima menit itu memang benar adanya. Saat proses penggeledahan, memang terdapat pegawai KPK yang merekam penggeledahan. Namun, kata Tumpak, saat pemeriksaan dilakukan, Sihite mengubah pernyataannya.
Ia mengaku tidak mendapatkan dokumen itu dari Arifin dan Firli, melainkan pengusaha bernama Suryo. Ia mengklaim, dokumen itu didapat saat bertemu Suryo di Hotel Sari Pasific Jakarta dalam tumpukan kertas perkara perdata.
Sihite berkilah, pengakuannya bahwa dokumen itu didapatkan dari Arifin dan Firli untuk membuat takut tim penyidik.
“Untuk membuat penyidik KPK menjadi takut dan tidak sporadis dalam melakukan penggeledahan serta tidak mengakses banyak dokumen yang tidak terkait perkara tunjangan kinerja (Tukin),” tutur Tumpak.
Menurut Tumpak, sebelum diperiksa Dewas pada 12 April, Sihite juga telah diperiksa tim penyelidik KPK. Saat itu, ia juga dicecar mengenai asal usul tiga lembar dokumen tersebut.
Sihite kemudian menyampaikan jawaban yang sama sebagaimana saat pemeriksaan Dewas. Sementara itu, Suryo membantah pernyataan Sihite. Ia menyatakan tidak pernah memberikan apapun saat menemui Sihite di Hotel San Pasific Jakarta.
“Pada saat dimintakan oleh Dewas, dalam pemeriksaan Idris Sihite mengatakan tiga lembar tersebut saat ini sudah tidak ada dan tidak diketahui lagi keberadaannya,” ujar Tumpak.
Selanjutnya, kata Tumpak, Dewas mengkonfrontir pernyataan Sihite dan Suryo yang bertentangan. Dewas juga meminta keterangan dari Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Namun, anak buah Presiden Joko Widodo itu mengatakan tidak mengetahui persoalan tiga lembar dokumen yang ditemukan tim penyidik. “Yang bersangkutan tidak pernah menerima dokumen apapun dari saudara Firli maupun melakukan komunikasi terkait dengan perkara di KPK,” kata Tumpak.