OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Sepertinya ada beberapa pertimbangan penting, mengapa para penyusun Undang Undang No. 18/2012 tentang Pangan menyimpan kata-kata KETERSEDIAAN PANGAN dalam Pasal di UU tersebut. Alasannya, tentu bukan karena ketersediaan pangan adalah kondisi dimana pasokan pangan mencukupi kebutuhan masyarakat, baik dari segi jumlah, kualitas, dan keragaman, namun juga terkait dengan keamanan suatu bangsa.
Beberapa faktor penentu ketersediaan pangan yang butuh pencermatan dan pendalaman kita bersama antara lain produksi pangan lokal dan impor; penyimpanan dan pengawetan; distribusi dan aksesibilitas; kualitas dan keamanan pangan dan keragaman pangan (variasi jenis makanan).
Lalu, apa yang dimaksud dengan indikator ketersediaan pangan dan manfaat dari ketersediaan pangan ? Dari bahan bacaan ysng ada indikator-indilator tersebut adalah jumlah produksi pangan; stok pangan nasional; tingkat ketersediaan pangan per kapita; persentase penduduk dengan akses pangan memadai dan kualitas pangan (standar keamanan dan nutrisi).
Sedangkan dalam kaitannya dengan manfaat ketersediaan pangan sendiri, antara lain meningkatkan ketahanan pangan; mengurangi kelaparan masyarakat dan gizi buruk; meningkatkan kualitas hidup rakyat selaku bangsa yang merdeka; mendukung pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas dan meningkatkan keamanan nasional.
Mengacu pada hal demikian, untuk memperkokoh ketersediaan pangan, utamanya beras, Pemerintah telah meletakan titik kuat pada tiga hal yang utama. Pertama, ketersediaan beras diperoleh dari hasil produksi petani di dalam negeri. Kedua didapatkan dari cadangan beras nasional. Ketiga, jika poin pertama dan kedua tidak mencukupi baru dilakukan impor beras.
Menyikapi gambaran ini Perum Bulog memiliki peran yang cukup strategis dalam menjalankan kiprahnya selaku lembaga parastatal. Untuk menggairahkan petani berproduksi. Perum Bulog dapat membuat sebuah penjaminan atas produksi yang dihasilkan petani, kemudian membelinya dengan tingkat harga wajar dan tidak merugikan petani.
Dalam hubungannya dengan penguatan cadangan beras, Perum Bulog dapat memerankan diri sebagai offtaker yang akan membeli beras dengan jumlah tak terhingga dari petani dengan harga sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan. Ketersediaan pangan yang kokoh terlihat dari gudang-gudang Perum Bulog yang terisi penuh dengan gabah.
Tak kalah pentingnya, impor beras, kini telah dijadikan pilihan untuk mengokohkan ketersediaan beras secara nasional. Impor beras tidak diharamkan, sekalipun banyak warga bangsa yang alergi bila mendengar impor beras tersebut. Rakyat akan bangga kalau Pemerintah tidak melakukan impor beras, karena memang tidak seharusnya bangsa yang sudah mampu berswasembada beras melakukan impor.
Pertanyaan kritisnya, mrngapa bangsa yang pernah memproklamirkan diri sebagai bangsa yang berswasembada beras, masih harus menempuh impor beras ? Hal ini terjadi, apakah disebabkan oleh swasembada beras yang sifatnya “on trend” atau sering juga disebut swasembada kadang-kadang. Maksudnya, kadang swasembada dan kadang juga tidak.
Itu sebabnya, kalau bangsa ini berhasrat untuk mewujudkan swasembada beras yang berkelanjutan, maka sifat swasembada beras yang dicapai haruslah swasembada beras permanen. Swasembada beras berkelanjutan merupakan swasembada beras yang memiliki keunggulan dari berbagai aspek kehidupan. Tahan banting dan tahan goncangan.
Sebagai lembaga negara yang kini tengah diusahakan untuk dapat terbebas dari statusnya sebagai Badan Usaha Milik Negara, Perum Bulog untuk kemudia kembali jadi lembaga otonom Pemerintah, aebetulnya memiliki “suasana kebatinan” yang sangat kuat dengan petani. Bulog adalah pelindung petani dari perilaku oknum-oknum yang ingin meminggirkannya dari panggung pembangunan.
Dengan semangat kekeluargaan dan persaudaraan kuat (brotherhood spirit), Bulog mampu mengajak petani untuk meningkatkan produksi beras yang digarapnya secara optimal. Terlebih dengan adanya komitmen Pemerintah yang akan menjamin hasil produksi petani dan harga jual gabah di petani sebagaimana telah digambarkan diatas tadi. Petani tidak perlu risau dan was-was gabahnya tidak akan terserap pasar.
Adanya kabar kondisi cadangan beras Pemerintah, yang dipenghujung tahun 2024 sudah mendekati angka 2 juta ton, betul-betul cukup menggembirakan dan pantas diberi acungan jempol. Jarang-jarang cadangan beras Pemerintah dapat mencapai jumlah setinggi itu. Biasanya, cadangan beras Pemerintah tercatat cukup pas-pasan. Atau bisa juga gali lobang tutup lobanf menunggu panen raya berikutnya.
Atas keyakinan kuat produksi beras 2025 bakal melimpah karena adanya perlakuan khusus untuk meningkatkan produksi dan produktivitas lebih tinggi, boleh jadi untuk tahun ini, kita tidak perlu lagi impor beras. Bahkan kita mesti memiliki keberanian menjadikan Indonesia menjadi ekaportir beras yang disegani di pentas dunia. Artinya, bisa kita sampaikan ‘selamat tinggal impor beras.
Semoga harapan agar 2025 bebas impor beras bakal terwujud sejak itu, bangsa ini tidak akan mengandalkan impor untuk mencukupi kebutuhan beras dalam negwrinya. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).