Jakarta – FusilatNews – Akun @infomitigasi pada Rabu (5/2/2025) mengunggah laporan mengenai gelombang panas ekstrem yang terjadi di Australia bagian barat, dengan disertai citra satelit yang menunjukkan sebagian wilayah memerah. Dalam unggahannya, disebutkan bahwa suhu di beberapa titik wilayah bahkan mencapai 44-45 derajat Celsius.
Menanggapi informasi ini, sejumlah warganet menghubungkannya dengan cuaca panas yang dirasakan di beberapa daerah di Indonesia, seperti Yogyakarta dan Lombok. Lantas, apakah gelombang panas di Australia berdampak pada kondisi cuaca di Indonesia?
Dampak Gelombang Panas di Australia
Ketua Tim Kerja Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Ida Pramuwardani, membenarkan bahwa saat ini memang terjadi gelombang panas atau heatwave di Australia. Badan Meteorologi Australia (Bureau of Meteorology/BOM) telah mengeluarkan peringatan heatwave dengan kategori intensitas rendah hingga berbahaya yang berlaku dari 4 hingga 13 Februari 2025 untuk seluruh wilayah Australia.
“Bukan hanya wilayah Australia bagian barat, tetapi juga New South Wales, Victoria, dan Tasmania,” ujar Ida saat dikonfirmasi, Jumat (7/2/2025).
Namun, Ida menegaskan bahwa gelombang panas di Australia tidak memiliki dampak langsung terhadap kondisi cuaca di Indonesia. “Tidak ada pengaruh heatwave Australia secara langsung ke wilayah Indonesia,” jelasnya.
Bukan Pertanda Musim Kemarau
Direktur Informasi Perubahan Iklim BMKG, Fachri Radjab, menambahkan bahwa suhu tinggi di Australia bukan merupakan indikator datangnya musim kemarau di Indonesia. Menurutnya, suhu tinggi yang terjadi di Australia pada Januari dan Februari adalah fenomena normal karena Australia sedang mengalami musim panas, yang berlawanan dengan kondisi di daratan Asia.
“Musim kemarau di Indonesia umumnya ditandai oleh mulai aktifnya angin timuran yang berhembus dari Benua Australia dan bersifat kering,” ungkap Fachri pada Sabtu (8/2/2025).
Lebih lanjut, Fachri menjelaskan bahwa musim kemarau di Indonesia tidak terjadi secara serentak di semua wilayah. Beberapa daerah mengalami musim kemarau lebih awal, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bali. Normalnya, wilayah-wilayah tersebut mulai mengalami musim kemarau pada bulan Maret.
Namun, ada beberapa daerah di Indonesia yang mengalami dua kali musim kemarau dan dua kali musim hujan dalam satu tahun, bergantung pada pola iklim setempat. Fachri menyebut bahwa sebagian wilayah Sulawesi Tengah dan Maluku Utara telah mengalami musim kemarau lebih awal sejak awal Februari, meskipun angin timuran belum aktif sepenuhnya.
Dengan demikian, meskipun gelombang panas ekstrem sedang terjadi di Australia, fenomena ini tidak serta-merta menjadi pertanda atau penyebab cuaca panas yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia saat ini.