OLEH : ENTANG SASTRAATMADJA
Gerakan Penyelamatan Panen Raya padi adalah suatu upaya untuk meningkatkan produksi pangan, khususnya padi, dengan cara memotivasi petani untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas panen mereka. Gerakan ini biasanya dilakukan oleh pemerintah, baik pusat atau daerah bekerja sama dengan petani, dinas pertanian, dan stakeholder lainnya.
Tujuan dari Gerakan Penyelamatan Panen Raya adalah untuk meningkatkan produksi pangan nasional, utamanya dalam mempercepat tercapainya swasembada pangan; meningkatkan ketersediaan beras yang cukup dan terjangkau bagi masyarakat; dan meningkatkan penghasilan petani menuju kesejahteraan yang lebih baik lagi.
Dalam pelaksanaannya, gerakan ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti mengadakan kegiatan panen raya yang melibatkan petani dan stakeholder lainnya; memberikan bantuan teknis dan pendampingan kepada petani dan meningkatkan akses petani kepada sarana dan prasarana pertanian yang memadai.
Dengan demikian, dapat ditegaskan, dalam jangka panjang, Gerakan Penyelamatan Panen Raya dapat membantu meningkatkan produksi pangan nasional demi terbangunnya ketersediaan pangan yang kuat dan terandalkan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani yang lebih berkualitas.
Hadirnya Kementetian Koordinasi bidang Pangan, ketidak-jelasan “simpul koordinasi” pangan di negeri ini, diharapkan akan dapat terjawab. Banyak ‘pe-er’ yang harus dijawab secara cerdas. Mulai, perlunya disusun Perencanaan Pangan yang berkualitas, hingga pentingnya dirumuskan Grand Desain Pembangunan Pangan menuju Indonesia Emas 2045 mendatang.
Salah satu masukan untuk mewujudkan harapan tersebut adalah dengan disiapkannya Strategi Gerakan Penyelamatan Panen Raya yang disusun secara utuh, holistik dan komprehensif. Kemenko bidang Pangan, diminta untuk tampil sebagsi pembawa pedang samurai, dalam rangka penyelamatan hasil panen petani.
Penyelamatan Panen Raya sendiri, membutuhan pendekatan teknokratik yang sistemik, mulai dari sisi produlsi hingga ke paska panen dengan .empertimbangkan seluruh aspek yang mempengaruhinya. Pengelola gerakan, dituntut untuk dapat menyiapkan bibit/benih padi unggul yang genjah dan menghasilkan produksi yang berlimpah, sehingga terjadi peningkatan produksi.
Lebih penting lagi, Pemerintah segera memfasilitasi petani dengan alat pengering gabah. Ini petlu, karena kalau panen berbarengan dengan musim hujan, tidak ada cara lain untuk mengeringkan gabah petani, terkecuali menggunakan alat pengering gabah dengan teknologi sederhana. Tanpa bantuan alat ini, petani akan kesulitan memperoleh gabah berkadar air maksimal 25 % dan berkadar hampa maksimal 10 %.
Pemerintah, kini telah melahirkan Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2/2025 tentang kenaiksn HPP Gabah dan Beras, sekaligus penugasan kepada Perum Bulog untuk menyerap gabah dan beras sebanyak-banyaknya dari petani, sesuai dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. Untuk gabah kering panen, persyaratannya sebagai berikut :
A. GKP di tingkat petani
1. GKP di luar kualitas 1 di tingkat petani dengan kadar air maksimal 25%, kadar hampa 11-15%, dikenakan rafaksi (pemotongan/ pengurangan harga) Rp300 sehingga HPP berlaku adalah Rp6.200 per kg
2. GKP di luar kualitas 2 dengan kadar air maksimal 26-30% dan kadar hampa maksimal 10%, dikenakan rafaksi Rp425, sehingga HPP-nya jadi Rp6.075 per kg.
3. GKP di luar kualitas 3 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa 11-15%, kena rafaksi Rp750, sehingga HPP berlaku Rp5.750 per kg
B. GKP di tingkat penggilingan
1. GKP di luar kualitas 1 dengan kadar air maksimal 25%, kadar hampa 10-15%, dikenakan rafaksi Rp300, sehingga HPP-nya jadi Rp6.400 per kg
2. GKP di luar kualitas 2 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa maksimal 10%, kena rafaksi Rp425, sehingga HPP-nya jadi Rp6.275 per kg
3. GKP di luar kualitas 3 dengan kadar air 26-30% dan kadar hampa 11-15%, dikenakan rafaksi Rp750, sehingga HPP berlaku adalah Rp5.950 per kg.
Mencermati ketentuan diatas, terutama terkait dengan gabah kering panen di tingkat petani, jelas tersibak, tanpa ada sinar matahari untuk mengeringkan gabah hasil petani, mana mungkin para petani akan dapat menikmati HPP sebesar Rp. 6500,-. Sebab, petani akan kesusahan menghasilkan gabah berkadar air maksimal 25 % dan berkadar hampa maksimal 10 %.
Langkah konkrit penyelamatan, para petani perlu difasilitasi dengan alat pengering gabah. Teknis pelaksanaan nya, dapat dikelola oleh Kelompok Tani (Poktan) atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Untuk memperlancar kegiatan di lapangan para Penyuluh Pertanian dimintakan untuk tampil menjadi “prime mover” penerapannya di lapangan.
Perum Bulog sebagai operator pangan yang diberi tugas khusus Pemerintah untuk menyerap gabah dan beras petani sebanyak-banyaknya, diharapkan dapat membangun sinergitas dan kolaborasi dengan Penyuluh Pertanian untuk “mencerahkan” petani agar mampu menghasilkan gabah kering panen berkualitas baik.
Semoga gerakan penyelamatan panen raya akan dijadikan prioritas kebijakan Kemenko bidang Pangan yang memang bertanggungjawab dalam membangun simpul koordinasi pangan menuju pembangunan pangan yang lebih baik. (PENULIS, KETUA DEWAN PAKAR DPD HKTI JAWA BARAT).