Oleh: Damai Hari Lubis – Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Jika benar Hak Guna Bangunan (HGB) telah diterbitkan di atas laut dengan luas yang mencapai 30 km bahkan disinyalir hingga ratusan kilometer, maka perlu dipertanyakan siapa Presiden dan Menteri Agraria yang menjabat saat HGB tersebut diterbitkan. Apakah ini terjadi pada era Presiden Jokowi?
Keberadaan sertifikat HGB yang diterbitkan di atas objek laut yang belum diurug jelas merupakan tindakan kejahatan yang bersifat Sistematis, Terstruktur/Terorganisir, dan Masif (STM). Kejahatan seperti ini tergolong extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. Para pelaku kejahatan ini hampir bisa dipastikan berasal dari kelompok oligarki, bukan masyarakat biasa. Kalaupun ada keterlibatan pihak lain, kemungkinan besar hanya pejabat tertinggi tingkat desa yang memiliki kewenangan sebagai penguasa tunggal wilayahnya, sebagaimana diatur dalam HIR/RIB.
Asumsi ini cukup logis dan realistis, sebab individu biasa tidak mungkin memiliki hasrat, kemampuan finansial, atau akses untuk melakukan pengurugan laut, apalagi mendapatkan sertifikat HGB atas lahan yang baru diurug. Selain itu, mereka juga tidak akan mampu “menggiring” pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) atau Agraria untuk ikut serta dalam kejahatan semacam ini.
Oleh karena itu, kuat dugaan bahwa penerbitan sertifikat HGB tersebut adalah ulah dari kelompok oligarki. Dalam sistem hukum, masyarakat yang ingin mengetahui kebenaran terkait keberadaan sertifikat HGB di atas laut, termasuk luas lahan dan nama pemilik yang tercantum, dapat menggunakan hak mereka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Masyarakat berhak meminta informasi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang bertanggung jawab atas penyediaan informasi publik.
Jika terjadi sengketa informasi, masyarakat juga dapat mengajukan permohonan kepada Komisi Informasi untuk menyelesaikan masalah tersebut. UU KIP memberikan landasan legal bahwa “setiap orang berhak memperoleh informasi publik,” termasuk informasi tentang penerbitan sertifikat HGB yang melibatkan kepentingan publik.
Langkah paling ideal untuk mengatasi persoalan ini adalah dengan mengembalikan prinsip bahwa laut merupakan milik negara secara mutlak, yang tidak dapat dimiliki oleh individu, bahkan oleh seorang Presiden. Dalam konteks ini, Presiden Prabowo Subianto selaku Kepala Negara memiliki kewajiban untuk mengambil tindakan tegas. Salah satu cara paling sederhana adalah memerintahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Nusron Wahid, untuk segera membatalkan semua sertifikat HGB yang diterbitkan di atas laut.