Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta, Fusilatnews – Institusi Polri yang dikomandani Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membukukan catatan terbaiknya di akhir penyelesaian Grand Strategi Polri 2005-2025.
Pasalnya, kepercayaan publik terhadap Polri, berdasarkan hasil survei Litbang Kompas awal Juni 2024 cukup tinggi dan meningkat tajam mencapai 73℅ menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Polri atau Hari Bhayangkara, Senin 1 Juli 2024.
“Keberhasilan ini harus dijadikan cermin oleh Pimpinan Polri ke depan, di mana adanya riak-riak kecil di internal yang membuat reformasi kultural belum menunjukkan kemajuan besar. Hal itu ditengarai dengan masih adanya pendekatan kekerasan yang dilakukan anggota Polri terhadap masyarakat, bertindak sewenang-wenang, arogan, menyakiti hati rakyat, dan mempertontonkan kemewahan gaya hidup kepada publik,” kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso kepada Fusilatnews.com, Senin (1/7/2024).
Seperti, kata Sugeng, saat adanya komitmen bahwa institusi Polri mengawal investasi sesuai perintah Presiden Jokowi membuat Polri bersikap berlebihan, represif dan berpotensi melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), sehingga ke depan perlu diatur dalam peraturan kepolisian yang berlandaskan polisi sipil yang demokratis dan menghormati HAM. “Baik itu melalui Peraturan Polri (Perpol) atau Peraturan Kapolri (Perkap),” cetusnya.
Selama aturan pengawalan investasi itu belum ada, kata Sugeng, berakibat pada akan terjadinya bentrokan aparat kepolisian dengan masyarakat melalui cara-cara kekerasan. Hal ini seperti terjadi di Wadas, Jawa Tengah, Rempang, Kepulauan Riau, serta perusahaan-perusahaan pertambangan dan perkebunan lainnya.
Di kasus Wadas, kata Sugeng, Komnas HAM menemukan fakta bahwa Polda Jateng menggunakan kekuatan berlebihan dalam peristiwa kekerasan saat melakukan penangkapan terhadap warga. “Akibatnya, puluhan warga terluka dan 67 orang dibawa ke Polres Purworejo. Begitu juga di Rempang, Komnas HAM menemukan indikasi pelanggaran HAM dalam peristiwa kericuhan di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau,” jelasnya.
Menurut Sugeng, pendekatan kekerasan oleh anggota Polri yang terbaru adalah kematian Afif Maulana, seorang pelajar SMP di Kota Padang, Sumatera Barat. “Kasus ini mencuat setelah viral di medsos, dan akhirnya menjadikan 17 anggota Ditsabhara Polda Sumatera Barat terperiksa,” tukasnya.
Namun, kata Sugeng, kasus kematian Afif ditutupi oleh Kapolda Sumbar Irjen Suharyono pada konferensi pers, Minggu, 30 Juni 2024. Alasannya, Afif meninggal karena melompat ke sungai. Sementara 17 anggota Ditsabhara Polda Sumbar akan disidang etik karena pelanggaran Standard Operation Procedure (SOP).
“Perilaku pendekatan kekerasan dan juga adanya tindakan sewenang-wenang, arogan, menyakiti hati rakyat tersebut sangat berakibat untuk menurunkan kepercayaan publik terhadap Polri,” paparnya.
Dalam pendekatan kekerasan yang berlebihan tersebut, kata Sugeng, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah memberikan arahan kepada Kapolda di seluruh Indonesia untuk melakukan pencegahan.
Arahan itu sesuai
Surat Telegram Kapolri bernomor ST/2162/X/HUK.2.8./2021 tertanggal 18 Oktober 2021. Adapun isi arahannya, jelas Sugeng, adalah:
Pertama, agar mengambil alih kasus kekerasan berlebihan yang terjadi serta memastikan penanganannya dilaksanakan secara prosedural, transparan, dan berkeadilan.
Kedua, nelakukan penegakan hukum secara tegas dan keras terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran dalam kasus kekerasan berlebihan terhadap masyarakat.
Ketiga, memerintahkan kepada Kabidhumas Polda untuk memberikan informasi kepada masyarakat secara terbuka dan jelas tentang penanganan kasus kekerasan berlebihan yang terjadi.
Keempat, memberikan petunjuk dan arahan kepada anggota pada fungsi operasional khususnya yang berhadapan dengan masyarakat agar pada saat melaksanakan pengamanan atau tindakan kepolisian harus sesuai dengan kode etik profesi Polri dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Kelima, memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa harus memedomani SOP tentang urutan tindakan kepolisian sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuataan dalam Tindakan Kepolisian.
Keenam, memberikan penekanan agar dalam pelaksanaan kegiatan pengamanan dan tindakan kepolisian yang memiliki kerawanan sangat tinggi, harus didahului dengan latihan simulasi atau mekanisme ‘tactical wall game’ untuk memastikan seluruh anggota yang terlibat dalam kegiatan memahami dan menguasai tindakan secara teknis, taktis dan strategi.
Ketujuh, memperkuat pengawasan, pengamanan, dan pendampingan oleh fungsi profesi dan pengamanan, baik secara terbuka maupun tertutup, pada saat pelaksanaan pengamanan unjuk rasa atau kegiatan upaya paksa yang memiliki kerawanan atau melibatkan massa.
Kedelapan, mengoptimalkan pencegahan dan pembinaan kepada anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya, tidak melakukan tindakan arogan kemudian sikap tidak simpatik, berkata-kata kasar, menganiaya, menyiksa, dan tindakan kekerasan yang berlebihan.
Kesembilan, memerintahkan fungsi operasional, khususnya yang berhadapan langsung dengan masyarakat, untuk meningkatkan peran dan kemampuan para ‘first line supervisor’ dalam melakukan kegiatan pengawasan melekat dan pengendalian kegiatan secara langsung di lapangan.
Kesepuluh, memerintahkan para direktur, kapolres, kasat, dan kapolsek untuk memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam setiap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian agar sesuai dengan SOP dan ketentuan yang berlaku.
Kesebelas, memberikan punishment/sanksi tegas terhadap anggota yang terbukti melanggar disiplin atau kode etik maupun pidana, khususnya yang berkaitan dengan tindakan kekerasan berlebihan serta terhadap atasan langsung yang tidak melakukan pengawasan dan pengendalian sesuai tanggung jawabnya.
“Bentuk pencegahan ini menjadi sia-sia apabila pengawasan melekat (waskat) yang dilakukan oleh atasan langsung tidak berjalan. Padahal dalam Perkap Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengawasan Melekat di Lingkungan Polri harus dilakukan. Ini sesuai amanah Pasal 2 ayat (1) yang menyebut bahwa waskat wajib dilaksanakan oleh atasan kepada bawahan,” terang Sugeng.
Komitmen dalam melaksanakan waskat ini, lanjut Sugeng, semakin tidak berjalan apabila atasan melindungi anak buahnya yang salah dan tidak tersentuh oleh pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dan terbebas dari sidang etik. “Padahal Pasal 9 Perkap 2 Tahun 2022 menyatakan atasan yang tidak melaksanakan waskat sebagaimana diatur dalam Perkap ini diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Karenanya, kata Sugeng, dalam melaksanakan arah dan strategi Polri ke depan, Grand Strategi Polri 2025-2045, persoalan aspek kultural melalui sumber daya manusia yang profesional dan akuntabel sangat dibutuhkan.
IPW, masih kata Sugeng, juga mencatat banyaknya keluhan masyarakat terkait wewenang penegakan hukum oleh satuan kerja (satker) reserse. Keluhan itu berupa kriminalisasi oleh penyidik, dan keberpihakan penyidik yang bersikap tidak adil. “Ada juga masalah jangka waktu penyelidikan dan penyidikan yang tidak berkepastian, intervensi dalam proses hukum, ‘unprofesional conduct’, pendekatan kekerasan untuk mendapatkan pengakuan, dan yang lemah sulit mendapatkan keadilan dan kepastian,” sindirnya.
Di sisi lain, IPW memperhatikan sesungguhnya personel Polri memiliki kemampuan yang tinggi ketika perintah penegakan hukum tersebut diatensi oleh Presiden Jokowi melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Online yang diterbitkan 14 Juni 2024.
“Hanya dalam waktu empat hari saja, Bareskrim Polri mampu menangkap 18 bandar judi online dengan perputaran uang Rp1,041 triliun serta menyita sejumlah uang. Dengan cepat juga kepolisian melalui Kasubnit 3 subdit 1 Dorektorat Pidana Siber Bareskrik Polri AKP Bambang Meiriawan mampu mengungkap dan menyerahkan 9 tersangka judi online dengan omset Rp15 miliar per bulan ke Kejaksaan Negeri Semarang. IP adrees laman judi online tersebut berada di Semarang, namun operatornya di Kamboja dan Filipina,” urainya.
Kendati begitu, kata Sugeng, laporan polisi 2022 lalu tentang rumah judi yang menjadi sponsor di Liga 1 Sepakbola Tanah Air tidak ada perkembangan perkaranya dan hanya dimasukkan ke “peti es”.
Sehingga, katanya, persoalan judi online ini tinggal kemauan aparat penegak hukum saja. Polisi punya kemampuan, tapi harus disertai kemauan. Kemauan untuk mengungkap empat bandar besar di judi online seperti yang disampaikan Menkominfo Budi Arie Setiadi diungkapkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
“Yang jelas terkait dengan masalah judi online, saya sudah perintahkan dan juga sudah menjadi perintah Bapak Presiden untuk diusut tuntas,” kata Kapolri saat ditanya soal empat bandar judi online di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/6/2024).
Oleh karenanya, kata Sugeng lagi, pada HUT ke-78 ini, institusi Polri mempunyai tugas untuk memberantas judi online hingga Desember 2024 sesuai dengan isi dari Keppres 21 Tahun 2024.
“Dengan kepercayaan yang tinggi terhadap institusi Polri, masyarakat berharap kepolisian mampu untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik guna menyongsong periodisasi Grand Strategi Polri berikutnya yang kini tengah disosialisasikan,” tandasnya.