Julius menyampaikan, Panglima TNI menginstruksikan kepada komandan satuan untuk melarang prajurit menggunakan alat atau senjata, dalam mengamankan aksi demo Rempang. Hal tersebut dilakukan demi menghindari korban. Sehingga, lebih baik menurunkan prajurit lebih banyak dari pada menggunakan peralatan yang bisa mematikan.
Jakarta – Fusilatnews – Menanggapi reaksi masyarakat terkait pernyataan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono yang tayang memalui video dan menjadi viral di media sosial X dimana Laksamana Yudo memerintahkan komandan lapangan (satuan) yang akan menangani para demonstran di wilayah Rempang, Kota Kepulauan Riau untuk memiting masyarakat yang melakukan demonstrasi. Piting adalah teknik menggunakan tangan untuk mebuat orang lain tidak bisa bergerak akibat lehernya dikunci.
Kapuspen TNI Laksda Julius Widjojono mengatakan, ada salah pemahaman dari masyarakat atas pernyataan tersebut. Menurut dia, konteks yang disampaikan Panglima TNI berbeda.
“Jika dilihat secara utuh dalam video tersebut, Panglima TNI sedang menjelaskan bahwa demo yang terjadi di Rempang sudah mengarah pada tindakan anarkisme yang dapat membahayakan baik aparat maupun masyarakat itu sendiri, sehingga meminta agar masing-masing pihak untuk manahan diri,” ujar Julius di Ruang Balai Wartawan Puspen TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin (18/9).
Julius menyampaikan, Panglima TNI menginstruksikan kepada komandan satuan untuk melarang prajurit menggunakan alat atau senjata, dalam mengamankan aksi demo Rempang. Hal tersebut dilakukan demi menghindari korban. Sehingga, lebih baik menurunkan prajurit lebih banyak dari pada menggunakan peralatan yang bisa mematikan.
“Panglima mengatakan, jangan memakai senjata, tapi turunkan personel untuk mengamankan demo itu,” ujarnya.
Terkait bahasa piting atau memiting itu, Julius menegaskan, sebenarnya hal itu hanya bahasa prajurit. Pasalnya, pernyataan tersebut disampaikan di forum prajurit, yang berarti setiap prajurit ‘merangkul’ satu masyarakat agar terhindar dari bentrokan.
“Kadang-kadang bahasa prajurit itu suka disalahartikan oleh masyarakat yang mungkin tidak terbiasa dengan gaya bicara prajurit,” sambungnya.
Meski begitu, Julius memahami adanya kesalahan tafsir itu. Dia menegaskan, Panglima TNI sangat tidak berharap kebrutalan dilawan dengan kebrutalan, sudah cukup menjadi pembelajaran banyaknya korban di kedua belah pihak baik aparat atau masyarakat akibat konflik ini.
“Perlu diingat dengan konflik ini, maka kerugian pasti diterima oleh aparat dan masyarakat Indonesia sendiri,” ujar Julius