Jakarta – Fusilatnews – Penyelidikan intensif Kejaksaan Agung RI terkait dugaan suap dalam kasus pembebasan vonis Ronald Tannur kini memasuki babak baru. Hasil penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menemukan indikasi keterlibatan pihak-pihak penting dalam pengaturan vonis di Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Tannur dari tuntutan kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti.
Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa dalam proses tersebut, pengacara Ronald Tannur, yakni Lisa Rahmat (LR), serta Meirizka Widjaja (MW), ibu kandung Tannur, berperan aktif dalam upaya mempengaruhi komposisi majelis hakim yang menangani perkara. Temuan ini juga mengungkap keterlibatan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar (ZR), yang sejak awal turut berperan dalam memperkenalkan LR kepada seorang pejabat Pengadilan Negeri Surabaya berinisial R.
“LR meminta ZR agar diperkenalkan kepada pejabat di Pengadilan Negeri Surabaya dengan maksud memilih majelis hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tannur,” ungkap Qohar dalam keterangan pers di Gedung Kejaksaan Agung, Senin (4/11/2024).
Dalam proses tersebut, komposisi majelis hakim yang dibentuk terdiri atas Erintuah Damanik (ED) sebagai ketua, serta Mangapul (M) dan Heru Hanindyo (HH) sebagai anggota. Ketiga hakim ini, menurut keterangan Qohar, akhirnya memutuskan pembebasan Tannur pada sidang Juli 2024 lalu, meskipun Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 12 tahun penjara dengan dakwaan utama pembunuhan berdasarkan Pasal 338 KUHP.
LR kemudian memberikan suap sebesar Rp 3,5 miliar kepada para hakim, sebagian di antaranya berasal dari MW. Penyidik Jampidsus terus mendalami peran ZR dalam skandal ini, termasuk dugaan bahwa ia juga menerima imbalan untuk memfasilitasi putusan bebas tersebut. Selain itu, penyidik menemukan uang Rp 6 miliar yang diduga sebagai pembayaran bagi ZR guna mengatur kasasi di MA setelah JPU mengajukan banding atas putusan bebas dari PN Surabaya.
Putusan kasasi di MA pada 22 Oktober 2024 membatalkan vonis bebas tersebut dan menghukum Ronald Tannur lima tahun penjara atas dakwaan penganiayaan yang menyebabkan kematian, mengacu pada Pasal 351 ayat (3) KUHP.
Tanggapan dan Potensi Tindak Lanjut
Abdul Qohar menegaskan, pihaknya akan terus mengusut keterlibatan berbagai pihak, baik dari kalangan hakim maupun pejabat terkait, dalam skandal ini. Hingga saat ini, lima tersangka, termasuk LR, MW, dan ZR, masih dalam penahanan.
Dari penggeledahan di rumah ZR, penyidik menemukan uang tunai senilai Rp 922 miliar serta 51 kilogram emas batangan, mengindikasikan adanya aliran dana dalam jumlah besar yang terhubung dengan kasus ini.
Analisis Dampak Kasus Terhadap Kepercayaan Publik
Kasus ini menunjukkan adanya dugaan pelanggaran integritas di institusi peradilan yang seharusnya menjadi benteng keadilan. Praktik suap dalam pengaturan vonis menggambarkan lemahnya kontrol internal di tubuh lembaga hukum, yang berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap keadilan.
Kasus ini juga menjadi preseden buruk bagi sistem peradilan Indonesia, sekaligus membuka peluang evaluasi dan reformasi mendasar untuk memastikan keadilan berjalan tanpa intervensi atau manipulasi dari pihak berkepentingan.