Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik pada Konsultan dan Survei Indonesia (KSI).
Jakarta – Kiai-kiai politik terus bermunculan seiring perseteruan antara Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang tak kunjung berkesudahan; perseteruan antar-personal yang kemudian menjelma menjadi perseteruan antar-institusi atau institusional.
Kiai dalam terminologi Jawa merujuk pada orang yang dituakan atau dihormati. Dalam terminologi Islam, kiai sama dengan ulama atau orang alim atau orang yang berilmu atau ahli di bidang agama (Islam).
Sejak dahulu kala kiai memang berpolitik. Tak terkecuali KH Hasyim Asy’ari dengan mendirikan NU pada 31 Januari 1926. Tapi politik kiai zaman dulu adalah politik keumatan atau kebangsaan, bukan politik praktis berburu kekuasaan seperti kiai-kiai zaman “now”.
Ketika kiai-kiai berpolitik praktis, lalu apa bedanya dengan para politikus? Padahal sudah ada PKB dan parpol lain yang bisa menjadi sarana bagi perjuangan kiai NU di bidang politik.
Saat “kampanye” sebagai calon Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya memaparkan visinya yang hendak membawa PBNU untuk menjaga jarak yang sama dengan semua kekuatan politik praktis. Namun begitu terpilih, Gus Yahya justru memasukkan sejumlah politikus ke PBNU. Teranyar adalah Erick Thohir yang didapuk menjadi Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU.
Pengangkatan Erick Thohir yang juga Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini dilakukan PBNU menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lalu. Erick bahkan sempat dijagokan PBNU sebagai salah seorang kandidat calon presiden.
Tidak itu saja. Di Pilpres 2024, Gus Yahya disinyalir mendukung calon presiden-wakil presiden tertentu, yakni Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di satu pihak, namun di pihak lain menggembosi capres-cawapres lainnya, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Dari situlah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin naik pitam. Gus Yahya pun tak kalah geram.
Dus, PBNU dan PKB sebagai institusi telah dibegal para pengurusnya, yang kebanyakan kiai, untuk kepentingan personal. Maka terjadilah personalisasi institusi dan institusionalisasi personal.
Semenjak terpilih menjadi Ketua Umum PBNU dalam Muktamar ke-34 NU di Lampung tahun 2021, Gus Yahya memang langsung memasukkan sejumlah politikus dalam kepengurusan PBNU 2022-2027. Di antaranya Saifullah Yusuf, politikus PKB yang didapuk menjadi Sekretaris Jenderal, dan Mardani Maming, politikus PDI Perjuangan yang diplot sebagai Bendahara Umum.
Namun Mardani akhirnya terdepak dari PBNU setelah terlibat kasus korupsi dalam kapasitasnya sebagai mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Lalu ada politikus Partai Golkar Nusron Wahid, politikus PKB Khofifah Indar Parawansa, politikus PDIP Nasyirul Falah, dan mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah yang juga politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Taj Yasin yang kini sedang berlaga di Pilkada Jateng 2024 sebagai calon wakil gubernur bagi calon gubernur Ahmad Luthfi.
Ahmad Luthfi-Taj Yasin akan melawan cagub-cawagub, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi.
Ketika Cak Imin yang juga Wakil Ketua DPR menginisiasi pembentukan Panitia Khusus Hak Angket Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 2024 atau Pansus Haji DPR, PBNU langsung membentuk Pansus PKB.
Gus Yahya menuding Pansus Haji yang dibentuk elite PKB di DPR digunakan untuk menyerang PBNU maupun Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang tak lain adik kandungnya sendiri.
Tujuan pembentukan Pansus PKB adalah mengembalikan partai kaum nahdliyin itu ke “khittah” atau cita-cita awal kelahirannya pada 23 Juli 1998. Lebih spesifik lagi, mengambil alih kepemimpinan PKB dari tangan Cak Imin.
Adapun tujuan pembentukan Pansus Haji DPR, kata Cak Imin, ialah untuk menyelidiki dugaan penyimpangan dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama.
Ketika PKB menggelar Muktamar V di Bali, 23-25 Agustus 2024, yang memilih kembali Cak Imin sebagai Ketua Umum, PBNU mewacanakan Muktamar PKB tandingan untuk memilih pengurus baru yang menurut rencana akan digelar pada awal September lalu, namun hingga kini tak kunjung terlaksana.
Tak mau kalah, PKB pun disinyalir sedang menggalang dukungan kiai-kiai dan pengurus NU di daerah-daerah untuk menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) NU dalam waktu dekat ini. Maka digelarlah Musyawarah Besar (Mubes) Alim Ulama di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Ahad (18/8/2024).
Hadir sejumlah kiai NU seperti mantan Ketua Pengurus Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) Jawa Timur KH Marzuki Mustamar, KH Abdussalam Shohib alias Gus Salam dan KH Imam Jazuli.
Mubes Alim Ulama ini untuk menyikapi persoalan terkait PBNU beberapa waktu terakhir ini.
Mabes Alim Ulama ini kemudian menelurkan “Amanah Bangkalan” yang terdiri atas tujuh poin.
Pertama, mereka menilai PBNU hasil Muktamar Lampung 2021 telah melakukan pelanggaran berat terhadap Qonun Asasi, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), serta etika dan moral dalam berorganisasi.
Kedua, mereka menilai
PBNU hasil Muktamar Lampung 2021 telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan praktik politisasi institusi NU dan menjadikan NU sebagai alat politik merebut kekuasaan yang menabrak aturan organisasi dan Khittah 1926.
Ketiga dan keempat, para alim ulama bersepakat membentuk Presidium Penyelamat Organisasi NU sekaligus persiapan Muktamar Luar Biasa (MLB) NU.
Nama-nama dalam Presidium tersebut antara lain KH Abdussalam Shohib alias Gus Salam, KH Imam Jazuli, KH Imam Baehaqi, KH Muhaimin, KH Rosikh Roghibi, KH Sholahuddin Azmi, KH Fahmi, KH Wahono, KH Dimyati, KH Nasirul Mahasin, KH Haidar Muhaimin, dan KH Aguk Irawan.
Adapun tugas utama Presidium, sebagaimana tersebut dalam poin kelima, adalah melakukan koordinasi, konsolidasi dan mensosialisasikan Amanah Bangkalan kepada para alim ulama pengasuh pondok pesantren se-Indonesia, PWNU dan Pengurus Cabang NU (PCNU) se-Indonesia, Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) sedunia, dan Badan Otonom (Banom) serta Lembaga NU.
Keenam, Mubes Alim Ulama bersepakat diselenggarakannya forum lanjutan di antara seluruh elemen NU untuk mencari solusi cepat dan tepat atas berbagai permasalahan yang ada di tubuh NU, mencari langkah-langkah antisipatif terhadap kecenderungan-kecenderungan perkembangan di masa depan serta rekonsiliasi di antara sesama saudara (ukhuwah Nahdliyyah).
Ketujuh, Presidium diminta mengambil inisiatif bagi terwujudnya forum tersebut, dan berhak melakukan langkah-langkah strategis untuk upaya penyelamatan NU.
Secara spesifik, tujuan MLB NU adalah mengambil kepemimpinan PBNU dari tangan Gus Yahya.
Perseteruan PBNU versus PKB pun akan terus terjadi; perseteruan yang sesungguhnya merupakan residu dari konflik internal PKB yang melahirkan dualisme PKB yang dipimpin Cak Imin di satu pihak dan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di pihak lain tahun 2005 lalu.
Secara legal, konflik internal PKB akhirnya dimenangkan Cak Imin. Gus Yahya dan Gus Ipul yang berada di kubu Gus Dur pun tersingkir.
Ketika Gus Yahya dan Gus Ipul manggung di PBNU, mereka pun langsung mengobarkan perang Bharatayuda atau perang saudara. Perang antara PBNU versus PKB.
Lantas siapa yang akan menang? Kita tunggu saja “ending’-nya. Bisa saja keduanya akan “sampyuh” atau “mati bersama”. Menang jadi arang, kalah jadi abu. Semua karena kiai-kiai politik itu.