Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan kembali ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi Ketua Dewan Sumber Daya Air (SDA) Nasional. Penunjukan Luhut di jabatan tersebut ternyata mengundang respons dari berbagai pihak.
Penunjukan Luhut itu didasari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2022 tentang Dewan Sumber Daya Air Nasional. Perpres Nomor 53 Tahun 2022 itu diteken Jokowi 6 April 2022.
Usut punya usut, ternyata posisi Luhut sebagai Ketua Dewan SDA Nasional ini menggeser posisi Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Dengan demikian, ini sudah kesekian kalinya Luhut menggeser posisi beberapa menteri Jokowi.
Namun ternyata penunjukan ini mengundang polemik. Sejumlah pihak bahkan mengkritik keputusan Jokowi tapi ada juga yang membela. Seperti apa kritik dan dukungannya?
Fadli Zon Sebut Luhut Menkosaurus
Salah satu yang memberikan pandangan terkait penunjukan ini yakni Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Fadli menyebut Luhut Binsar Pandjaitan bak Menkosaurus atau Menteri Koordinator Segala Urusan.
“Menko Marinves kelihatannya sangat dipercaya Presiden. Bahkan ada yang menjuluki Menkosaurus (Menteri Koordinator Segala Urusan),” kata Fadli Zon saat dihubungi, Sabtu (9/4/2022).
Anggota DPR RI dapil Jawa Barat ini melihat Luhut Binsar Pandjaitan memang memiliki peran sangat sentral di pemerintahan Jokowi. Bahkan, kata dia, dorongan perpanjangan jabatan Jokowi juga diduga tidak lepas dari keterlibatan Luhut.
“Peran LBP terasa sangat sentral dalam pemerintahan, ibarat perdana menteri. Bahkan terkesan ia termasuk yang mendorong perpanjangan atau penambahan masa jabatan Presiden,” ucapnya.
Meski demikian, Fadli Zon tetap mengkritik pemilihan kembali Luhut Binsar Pandjaitan mengemban jabatan baru tersebut. Dia mempertanyakan kinerja Luhut di bidangnya sendiri.
“Harusnya sesuai tupoksi saja. Evaluasi juga bisa mudah. Misalnya, apakah investasi yang digembar-gemborkan memang terealisasi atau hanya angka-angka semata. Apakah sudah tercapai pembangunan sektor maritim, tol laut, dan sebagainya. Jangan kebanyakan jabatan tapi hasilnya minimal atau tak ada sama sekali,” ujarnya.
Luhut Andalan Jokowi
Berbeda dengan Fadli Zon, elit senior PDIP Hendrawan Supratikno memandang berbeda. Dia berpendapat terpilihnya lagi Luhut menjabat jabatan baru berarti memperlihatkan betapa diandalkannya Luhut oleh Jokowi.
“LBP ini benar-benar jadi kepercayaan dan andalan Pak Jokowi. Dia motor penggerak utama untuk melakukan penyisiran hambatan (debottlenecking) dari berbagai program kerja pemerintahan. Stamina dan kemampuan koordinatifnya sangat menonjol,” kata Hendrawan.
Hendrawan lantas menyinggung kembali pernyataan Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto soal Luhut seperti perdana menteri. Tapi di sisi lain, dia juga mewanti-wanti Luhut agar tahu batasan.
“Rekan saya, Mas Pacul (Bambang Wuryanto), menyebut dia mirip perdana menteri. Punya kewenangan besar, relasinya luas, dan pemecah masalah (problem solver),” ucapnya.
“Pada satu titik pasti ada batasnya. Tapi karena masih ditambah, artinya dalam penilaian Presiden masih dianggap oke. Untuk tipe seperti LBP, semakin banyak jabatan yang saling terkait, semakin efektif tugasnya. Ada lebih banyak kendala yang dipecahkan di bawah rentang kendalinya,” lanjut dia.
PD Nilai Marah-marah Jokowi Sandiwara
Namun, keputusan Jokowi menunjuk Luhut ini ternyata juga mendapat serangan dari Partai Demokrat. Deputi Bappilu Partai Demokrat Kamhar Lakumani menyebut penunjukkan Luhut ini berarti menunjukkan marah-marahnya Jokowi kepada para menterinya sebuah sandiwara.
Awalnya Kamhar menyoroti kemampuan manajerial Jokowi. Dia menilai ada yang salah dengan kemampuan manajerial Jokowi.
“Tentunya patut mempertanyakan apa yang menjadi pertimbangan Presiden memberi jabatan yang begitu banyak kepada LBP. Secara manajemen ini salah,” kata Kamhar.
“Person role overload dan seolah-olah kita memiliki keterbatasan atau krisis SDM handal untuk jabatan-jabatan tersebut, padahal banyak dan pasti lebih baik. Publik menjadi semakin mempertanyakan kemampuan manajerial Presiden,” sambungnya.
Kamhar lantas Kamhar menyinggung perbuatan Luhut mulai dari polemik big data, dukungan Apdesi, hingga peristiwa marah-marahnya Jokowi saat sidang kabinet. Menurutnya, itu bertolak belakang lantaran Jokowi justru mengangkat Luhut pada jabatan baru
“Pengangkatan LBP ini membuat publik mempertanyakan sikap Presiden yang beberapa waktu lalu mempertontonkan kemarahan terhadap pembantu-pembantunya yang berada di balik wacana penundaan pemilu, perpanjangan masa jabatan presiden, dan penambahan periodisasi presiden di depan publik,” jelasnya.
“Penunjukan LBP menjadikan peristiwa marah-marah di sidang kabinet hanya menjadi sandiwara di siang bolong yang tak lucu. Marah-marah tanpa hasil. Mungkin Presiden nggak mikir jika itu mendegradasi kewibawaannya. Penunjukan ini juga menandakan Presiden abai terhadap aspirasi rakyat dan mahasiswa yang masih terus berdemo, termasuk banyak pihak yang meminta presiden menertibkan dan bertindak tegas untuk memberi sanksi terhadap pembantunya yang menjadi penyebab kegaduhan politik termasuk LBP,” lanjutnya.
PKS Sebut Jokowi Kian Lemah
Serupa dengan Partai Demokrat, PKS juga menyerang keputusan Jokowi. PKS menilai keputusan Jokowi tidak sehat dan membuat Jokowi semakin terlihat lemah dengan kembali memberikan jabatan kepada Luhut.
“Ini tidak sehat. Dalam sistem presidensial, kekuasaan mutlak di tangan presiden. Presiden sendiri menegaskan tidak ada visi-misi menteri, termasuk menko. Adanya visi-misi Presiden,” kata Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera.
Kemudian, Mardani menilai Luhut yang menduduki banyak jabatan justru dapat merusak ritme hingga solidaritas kementerian. Sebab, menurutnya, setiap kementerian telah memiliki tupoksi dan fokus masing-masing.
“Semua kekuasaan kementerian itu punya tupoksi dan fokus masing-masing. Adanya satu menteri yang terlihat masuk ke banyak kementerian bisa merusak ritme kerja dan merusak solidaritas,” ucapnya.
Selain itu, anggota Komisi II DPR RI ini menyebut penunjukan kembali Luhut di jabatan lainnya semakin menunjukkan lemahnya Jokowi. Lebih dari itu, dia menyebut ada kecenderungan one man show dengan kembali menunjuk Luhut ke dalam jabatan lainnya di pemerintahan.
“Kian membentuk kesan Presiden yang lemah. Secara manajemen bisa saja, tapi tidak membangun soliditas tim. Kecenderungan one man show tidak sehat bagi organisasi,” ujarnya.