Ada banyak yg merasa lega, setelah usai reuni 212. Ternyata berjalan dengan damai. Tak ada korban. Alhamdulillah. Padahal di awal, ada yang menyatakan darahnya memanas. Seperti biasa para Islam phobia, tak henti-hentinya melaknat kegiatan tersebut.
Tentu saja dapat dimaklumi. Iklim System Politik Demokrasi yg kita anut dan terapkan, sadar ataupun tidak, adalah liberalisme. Yaitu Kemenangan dan Kekuasaan ditentukan oleh suara mayoritas (terbanyak). Ini artinya, sila ke 4 Pancasila, tak jelas dimana tempatnya.
Kehawatiran dan sadar akan akibat dr System Demokrasi tersebut, adalah jika umat islam (majority), tersentuh emosi subjectivitas religiusitasnya, digunakan untuk dukungan politik. Kelompok Islam Phobia itulah, yang terus menerus melakukan decay (pembusukan) atas berbagai issue seperti Islam garis keras, khilafah, kadrun, dll. Itu semua name calling, supaya citra Islam buruk, sehingga, bahkan, orang Islam sendiri menjauh dr keyakinan imaninya.
Reuni 212, itu adalah sebuah potret yang banyak aspek-aspeknya dapat dibaca. Ada ukhuwah disitu. Ada solidaritas. Ada pula juga, ini yang penting, kesadaran kolektif, atas perlakuan ketidak adilan sang Penguasa, kepada umat Islam dan tokokh2nya
Ungkapan yang layak atas berakhirnya reuni dimaksud, karena tak ada korban, adalah “alhamdulillah”