Pada 31 Maret 2000, Kejaksaan RI, menetapkan Soeharto sebagai tersangka atas dugaan korupsi tujuh yayasan yang dipimpinnya. Kemudian, pada Agustus 2000, perkara masuk ketahap persidangan.
Siapa yang berani bersepkulasi dapat membayangkan bahwa presiden Suharto yang telah berkuasa selama 32 tahun, bisa ditetapkan sebagai tersangka korupsi justru pada saat Presiden Habibi. Habibi adalah Menteri paling lama dan dikenal sebagai kesayangan Pak Harto, yang kemudian ditunjuk sebagai wakil Presidennya.
Tetapi itu terjadi.
Namun upaya menghadirkan Soeharto dalam persidangan selalu gagal. Pada 11 Mei 2006 kejaksaan memilih menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Soeharto karena perkara ditutup demi hukum. Pertimbangannya karena gangguan kesehatan permanen pada Soeharto sehingga persidangan tidak mungkin dilanjutkan.
Jokowi dinilai seberani Habibi. Berapa menteri yang dipanggil dan bahkan di bawa ke ranah hukum melalui ke Jaksaan RI, seperti Johnny G Platte, kini dalam proses tuntutan Jaksa di Pengadilan. Belum lama Airlangga Hartarto juga dipanggil oleh Kejaksaan RI. Kini Muhaimin Iskandar, juga mulai diungkit kembali file dugaan korupsinya saat jadi Menaker dahulu. Ketiga tokoh itu barisan regime Jokowi yang ditenggarai bermain politik melawan arus cawe-cawenya Jokowi.
Presiden Jokowi akan berakhir pada Oktober 2024. Beberapa langkah dan maneuver Jokowi, umpamnya cawe-cawe terhdap Capres-Capres tertentu, dinilai sebagai kehawatiran, pasca lengser Jokowi akan mengalami nasib yang sama dengan presiden-presiden sebelumnya. Sampai saat ini, presiden RI siapa yang tidak lepas dari bullying dan gangguan public, seperti yang disinyalir oleh Yusril Ihza Mahendra.
Belum lama ini ada pernyataan Yusril Ihza Mahendara yang cukup mengejutkan. Ujug-ujug saja, Ia menyampaikan pernyataan seperti ini; “Presiden di Indonesia rawan diserang oleh musuh politiknya setelah lengser”. Karena itu, Yusril menyatakan kesediaannya menjadi perisai hukum untuk Presiden Joko Widodo pasca lengser dari jabatan Presiden.
Ingat PDIP pernah menuduh Prabowo seperti ini; PDIP mencap Soeharto sebagai guru korupsi. Hal itu ia sampaikan sebagai sanggahan terhadap kampanye Prabowo yang menyatakan korupsi di Indonesia dewasa ini dianalogikan sebagai penyakit kanker stadium 4.
Kita tahu, sejak regime Jokowi, PDIP adalah partai yang kadernya paling banyak terlibat korupsi, bukan?
Situasi dan reaalitas ini, sudah banyak dibahas dan diantisipasi oleh banyak pihak. Karena itu tidak terlalu aneh bila Yusril mengatakan “berharap serangan-serangan balik tersebut tidak terjadi kepada Jokowi dan mantan presiden lainnya. Ia menyebut sosok presiden harus dihormati ketika masih dan tak lagi menjabat”.
Saya memahami, bukan yang tersurat yang beredar di media. Dialketika dalam pikiran ada berseliweran kepada rekam jejak Jokowi, dengan berbagai persoalan selama dia menjabat sebagai Presiden. Ada persoalan KKN yang dilaporkan Ubaidilah Badrun, dugaan KKN Gibran dan Kaesang. Ada persoalan KM 50 yang tetap dirasakan sebagai perkara hukum yang tidak adil. Ada Persoalan tuduhan dan dugaan Ijazah Palsu, dll
Pernyataan Yusril Mahendra itu, yang kita kenal dia adalah Lawyer kelas atas, adalah kata lain sebagai “Do you want to see my lawyer?”, seolah-olah kata Jokowi atau “Do you want to see His Lawyer?”, seolah-olah kata Yusril
Tetapi yang tetap akan menjadi keraguan dan kehawatiran seseorang, walau didampingin oleh Lawyer sekelas malaikatpun adalah, ketika dalam persidangan tidak bisa menunjukan barang bukti yang diminta oleh persidangan. Dalam situasi seperti inil sang lawyer akan kehilangan argumentnya.
Sama saja dengan “You pay a peanut you got a monkey”. Istilah ini saya dengar dari sahabat saya James Lane, seorang Lawyes di Fort Worth Texas, yang sekaligus sebagai City Council pada waktu itu.