“Pemikiran Rycko yang menghendaki agar pemerintah mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah, hanya menunjukkan sikap frustrasi pemerintah yang tak mampu mengatasi masalah radikalisme,” kata Gomar.
Jakarta – Fusilatnews – Rencana Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Rycko Amelza Dahniel untuk mengawasi rumah ibada karena dianggap sebagai sarang dari benih radikalisme sama saja dengan memberangus kebebasan dan berekspresi
Menanggapi usulan pengawasan seluruh rumah ibadah Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom menegaskan usulan tersebut merupakan langkah mundur dari proses demokrasi di Indonesia.
“Merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi yang sedang kita perjuangkan bersama pascareformasi 1998,” kata Gomar dalam keterangan tertulis yang Selasa (5/9).
Menurut Gultom semua elemen bangsa sudah menyepakati demokrasi menjadi sistem atau kendaraan bagi masyarakat Indonesia sebagai bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.
“Dalam masyarakat yang semakin demokratis, negara harus mempercayai rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah,” ucap dia.
Dalam rapat bersama Komisi III DPR pada Senin (4/9). Kepala BNPT Rycko Amelza Dahniel mengusulkan semua tempat ibadah di bawah kontrol pemerintah seperti yang diklaim oleh Ryoko bahwa aturan itu sudah diterapkan oleh Malaysia, Singapura, beberapa negara di Timur Tengah, hingga Afrika.
“Pemikiran Rycko yang menghendaki agar pemerintah mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah, hanya menunjukkan sikap frustrasi pemerintah yang tak mampu mengatasi masalah radikalisme,” kata Gomar.
“Hal sedemikian ini merupakan arus balik dari cita-cita reformasi dan akan membawa kita kepada suasana etatisme pada masa orde baru,” jelas dia
Gomar menegaskan, masalah yang dihadapi sekarang ini justru karena kurang tegasnya pemerintah menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat.
Bahkan, perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari tindakan hukum oleh negara.
“Peradaban yang mengedepankan mereka yang bersuara keras, atau mengedepankan kebencian dan kekerasan, ini yang perlu mendapat perhatian kita bersama, untuk segera dihentikan,” ujar Gomar.
Daripada memberlakukan usulan Kepala BNPT, menurut Gomar, lebih baik meminta keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku.
Selain itu, hal lain yang mendesak dilakukan bersama oleh seluruh elemen bangsa adalah pembudayaan cinta damai dan cinta kemanusiaan.
“Menjadi tugas bersama untuk mendidik masyarakat untuk sedia menerima mereka yang berbeda, serta mengakomodasinya dalam membangun hidup bersama, termasuk mengakomodasi kebutuhan akan rumah ibadah, oleh umat beragamana apapun,” kata Gomar.
“Di sisi lain, pemerintah perlu lebih peka mendengar kritik masyarakat, termasuk dari para tokoh agama atau pendakwah, dan jangan cepat-cepat menghakiminya sebagai bagian dari radikalisme,” jelas Gomar.