Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Anak Nelayan asal Pemalang, Jawa Tengah
Jakarta – Habis di Tangerang, kini pemagaran laut terbit di Bekasi. Ke mana negara?
Ya, setelah viral kasus pemagaran laut di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, kini kasus yang sama terjadi di pesisir Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Di Tangerang, pagar laut sepanjang 30,16 kilometer membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji atau melewati enam kecamatan.
Pagar misterius berbahan bambu itu pertama kali ditemukan pada 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait aktvitas pemagaran laut.
Pada 19 Agustus 2024, pagar laut itu masih sepanjang 7 km. Namun kini sudah mencapai 30,16 km dengan ketinggian rata-rata 6 meter.
Kholid, seorang nelayan asal Serang utara, dalam wawancaranya dengan salah satu stasiun televisi, Ahad (12/1/2025), menyebut tiga nama yang diduga merupakan pelaku pemagaran laut di perairan Tangerang. Tiga nama itu adalah Aguan, serta dua sosok yang disebut Kholid sebagai anak buah Aguan, yaitu Ali Hanafiah dan Engcun.
Aguan adalah pemilik Agung Sedayu Group yang kini sedang membangun Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, sekitar 2 km dari lokasi pagar bambu itu.
Namun, pengacara Agung Sedayu Group, Muannas Alaidid membantah kliennya sebagai pelaku pembangunan pagar laut di pesisir Tangerang tersebut.
Lalu siapa? Sejauh ini belum ada yang mengaku tahu. Termasuk Sakti Wahyu Trenggono yang memerintahkan penyegelan pagar laut tersebut. Menteri Kelautan dan Perikanan itu mengklaim perintah penyegelan itu datang langsung dari Presiden Prabowo Subianto.
Artinya, pelaku pemagaran laut itu bukan orang sembarangan. Mungkin orang yang lebih sakti daripada Sakti atau bahkan Prabowo sendiri.
Sebab itu, masuk akal jika DKP Provinsi Banten melakukan pembiaran. Ketika mengetahui pagar itu baru sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024, DKP disinyalir tidak melakukan langkah apa pun, sehingga pemasangan pagar itu bablas hingga sepanjang 30,16 km, sampai kemudian viral dan Menteri Sakti menginstruksikan penyegelan, Rabu (8/1/2025) lalu.
Di mana kehadiran negara? Bukankah ada polisi di setiap desa, kecamatan dan kabupaten, bahkan provinsi? Mengapa baru dilakukan penyegelan setelah viral, dan itu pun atas perintah langsung Presiden Prabowo?
Di Bekasi, seperti dilansir sebuah media, Selasa (14/1/2025), pagar laut sepanjang 8 km membentang di wilayah Tarumajaya. Pagar laut itu berupa deretan bambu yang menopang gundukan tanah menyerupai tanggul.
Lalu, siapa pembangun dan pemilik pagar laut di pesisir Bekasi itu? Apa sama dengan yang di Tangerang itu? Lalu untuk apa pemagaran laut dilakukan?
Salah seorang nelayan di Tangerang mendapat informasi pemagaran laut itu untuk kepentingan reklamasi.
Lalu, ada kelompok nelayan yang menamakan diri Jaringan Rakyat Pantura (JRP) yang mengaku sebagai pelaku pemagaran laut di Tangerang tersebut. Pemagaran yang diklaim dengan biaya swadaya nelayan itu dimaksudkan untuk mencegah abrasi dan tsunami.
Benarkah? Bukankah pekerjaan itu memakan biaya besar hingga puluhan miliar rupiah karena juga melibatkan alat berat seperti eskavator? Dari mana mereka yang mengklaim nelayan itu dapat dana sebesar itu?
Pemagaran laut di Bekasi pun menggunakan alat berat berupa eskavator. Peristiwa ini pertama kali diketahui pada lima bulan lalu atau hampir bersamaan waktunya dengan yang di Tangerang. Mengapa yang di Bekasi ini baru viral setelah yang di Tangerang?
Apakah negara juga kembali absen seperti yang di Tangerang itu? Apakah Prabowo juga akan memerintahkan penyegelan?
Yang jelas, negara sudah kecolongan. Kalau tidak kecolongan, berarti negara tak berdaya menghentikan aksi pemagaran ilegal itu.
Saking tidak berdayanya, ada indikasi pemerintah bakal mengeluarkan izin bagi pemagaran laut di pesisir Tangerang supaya aksi yang semula ilegal itu akan menjadi legal.
Begitu pun dengan yang di Bekasi itu. Jika itu benar terjadi, maka pemerintah dan negara benar-benar takluk kepada pemilik modal.
Bagaimana Prabowo mau menjadi macan Asia kalau mengawasi laut yang di depan Istana saja tidak bisa?
Buat apa ada patroli laut, ada Polairud, ada TNI Angkatan Laut, ada Bakamla, ada kapal perang, kalau semuanya tidak berfungsi atau bahkan tutup mata karena tidak berani?