Oleh : Sadarudin el Bakrie*
Adanya keterbatasan anggaran pada APBN dan kuatnya tekad dan ambisi regime Presiden Jokowi untuk memindahkan ibu kota negara, mendorong kita mempertanyan motivasi dibalik ambisi pemindahan ibu kota dari Jakarta menuju Penajam Passer Utara di Kalimantan.
Untuk siapa proyek IKN itu?, Apa untungnya pemindahan ibu kota negara ke Penajam Passer Utara? Baik secara geografis geo ekonomi, geo politik dan geo militer bagi nagara Republik indonesia.
Sampai saat ini kita tak menemukan jawaban dari pertanyaan ini, karena regime Jokowi tidak pernah melaksanakan studi ilmiah yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan itu.
Dari aspek pembiayaan kita dihadapkan pada realisasi pendapatan negara, hingga 31 Desember 2021 pendapatan negara mencapai Rp2.003,1 triliun. Sedangkan Belanja negara dalam APBN 2022 ditetapkan sebesar Rp 2.714,2 triliun,.
Besaran belanja negara ini mengakibatkan defisit Rp 868 triliun atau 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini melanggar UU Keuangan negara yang mengijinkan defisit anggaran maksimum 3 persen dari PDB. Anehnya DPR menyetujui APBN defisit yang melanggar UU.
Dari total Rp 2.714,2 triliun itu dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat sebesar Rp 1.944,5 triliun, serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp 769,6 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pembangunan ibu kota baru (IKN) akan menjadi prioritas kedua dalam Belanja Negara (APBN) 2022. Sedangkan penanganan covid-19 tetap menjadi prioritas nomor satu dalam menyusun APBN 2022.
Pertanyaannya, dari konstrain sebesar Rp 1.944,5 triliun itu berapa yang dialokasikan untuk pembiayaan pembangunan IKN dan berapa untuk penanganan Covid -19 dalam APBN 2022?
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan proyek IKN akan masuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2022. Artinya, pembangunan ibu kota baru memanfaatkan dana PEN 2022.
“Jadi ini akan kami desain baik untuk 2022, seperti diketahui 2022 paket pemulihan ekonomi Rp 450 triliun masih belum dirinci seluruhnya. Jadi ini nanti mungkin bisa dimasukkan dalam bagian program PEN,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Selasa (18/1).
Namun meski tak menyebut secara rinci berapa alokasi dana untuk pembangunan ibu kota baru, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2022. Beleid terbit dan berlaku sejak 9 September 2021. Pemerintah akan mengalokasikan dana sebesar Rp510 miliar dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022 untuk ibu kota baru.
Sedangkan dana yang dibutuhkan untuk ibu kota baru sekitar Rp 466 triliun-Rp486 triliun. Angka perkiraan ini menunjukkan bahwa perhitungan pembiayaan pembangunan IKN kurang matang.
Berrdasarkan publikasi ikn.go.id, pemerintah hanya akan menggunakan porsi APBN untuk pembangunan ibu kota baru sebesar 19 persen dari total dana yang dibutuhkan. Artinya total dana yang akan dialokasikan dari APBN sekitar Rp 80 triliunan. Sisahnya akan ditutup melalui pendanaan swasta. Itu dengan asumsi tidak ada pembengkakan biaya seperti yang dikabarkan dari Rp 496 triliun menjadi Rp 1.470 triliun.
Pembengkakan ini sangat mungkin terjadi jika merujuk pada proyek kereta cepat Bandung-Jakarta. Proyek ini pada perhitungan awal hanya Rp 60 triliun, namun fakta realisasinya mencapai lebih dari Rp100 triliun.
Meski RUU ibu kota baru di Penajam Passer Utara sudah disahkan oleh Rapat Paripurna DPR RI, berdasarkan angka – angka pada APBN 2021 dan proyeksi 2022, seharusnya proyek ini tidak boleh dijadikan proyek prioritas karena pemerintah tak punya dana yang cukup untuk membiayai proyek itu.
Jika dipaksakłan tentu saja proyek ini potensial bisa bahayakan perekonomian nasional karena mengarahkan negara kedalam jebakan utang yang paling dalam dan ancaman terkikisnya kedaulatan rakyat yang disebabkan keterlibatan asing yang sangat massive dalam segi pendanaan. Selanjutnya eksistensi negara Republik Indonesia dipertaruhkan.
*Sadarudin el Bakry. Pengamat Ekonomi Politik Alumni Universitas Negeri Jember.