Si AKU BANGGA ANAK PKI PRODUK AROGANSI POLITIK BERANDAL JAKARTA
Kasus yang sedang viral saat ini adalah soal Arteria Dahlan yang meminta Kejagung memecat Kajati, karena ia ngomong Bahasa Sunda dalam rapat kerja. Lalu siapa Arteria Dahlan itu? Ia anggota DPR RI, dari Partai PDI-P, dan terpilih dari Dapil Jawa Timur. Dari Namanya bahkan logat bicaranya, sudah dapat ditebak, ia bukan orang Jawa. Memang, karena ia asalnya dari Sumatera Barat.
Lalu, apa yang salah?
Nggak ada masalah sich, karena menurut aturan hukumnya tidak melanggar. Terus? Nah ini. Coba kalau yang hadir anggota di DPR RI itu, adalah orang-orang yang memang besar dan pituin (endogenous) di daerahnya. Sehingga kehadirannya adalah juga representasi dari aspirasi daerah yang diawakilinya.
Coba kita tengok kasus yang lain. Misalnya Andian Yusak Napitulu, ex PDIP, terpilih dari Dapil Jabar V (Bogor dan sekitarnya). Satu lagi Ribka Ciptaning ( si Aku Bangga anak PKI itu) juga dari PDIP ex Daerah pemilihan Sukabumi. Dapat dipastikan kedua orang itu, bukan orang Sunda. Tak pernah mendengar, memperjuangkan aspirasi orang Sunda atau berjuang untuk Jawa Barat.
Tapi hebatnya bangsa ini, orang Jatim dan orang Jabar, tak pernah mempermasalahkan orang-orang asing itu, hadir di Pusat, membawa Bendera daerah.
Mengapa mereka bisa nyalon di daerah-daerah, yang tidak ada hubungannya dengan DNA diri dan kedaerahannya? Ini justru strategi Parpol, supaya calon2 dari Pusat, mereka bisa masuk lolos menjadi calon terpilih dari daerah tersebut. Karena map politiknya, bahwa daerah-daerah dimaksud, besar suara dukungan kepada Parpolnya. Bukan karena figure ketokohan daerah!.
Itulah absurditas.
Sejatinya para Pemimpin di Pusat itu, adalah lahir karena proses ketokohan di daerah-daerah. Bukan karena ia terlahir dan berandal besar di Jakarta, lalu diposisikan di Dapil-dapil, supaya bisa tampil menjadi Pemimpin Pusat.
Terbalik dengan Pemimpin Daerah. Hampir mustahil yang namanya, misalnya, Joko Widodo, bisa menjadi Gubernur di Papua, Bali, Manado, Aceh, dll. Tapi tokoh-tokoh dari Daerah, terbuka bisa menjadi Gubernur DKI Jakarta. Mengapa? Yaitu, kembali lagi ulah Pemimpin Pusat tadi. Karena untuk menjadi Gubernur Jakarta, tidak perlu mengerti permasalahan Jakarta. Tetapi syarat untuk bisa memilih gubernur di DKI, mereka harus memiliki KTP Jakarta.