Oleh: Karyudi Sutajah Putra
Jakarta – Sikap politik Habib Rizieq Syihab (HRS) terhadap pemerintah berubah 180 derajat. Bila pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dua periode dia mengambil sikap oposisi, kini di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto sikap HRS sebaliknya: mendukung! Ada apa dengan HRS?
Saat berorasi pada “Reuni 212” di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2024), HRS menyerukan agar tidak ada pihak-pihak yang mengganggu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. HRS menyerukan agar bekas Menteri Pertahanan itu diberi kesempatan bekerja memimpin Indonesia.
Meski begitu, katanya, mendukung tidak berarti menjilat, tetapi tetap mengkritisi. Sebab tujuannya adalah “amar ma’ruf nahi munkar” (memerintahkan kebenaran, mencegah kemungkaran).
HRS juga mendoakan Prabowo diberi kesehatan dan pemerintahannya dibersihkan dari orang-orang bermasalah, orang-orang yang selama ini bikin susah rakyat, orang-orang yang melanggar hak asasi manusia (HAM), yang terlibat pembunuhan, terlibat korupsi, agar mereka disingkirkan oleh Allah dari Prabowo sejauh jauhnya.
Sebaliknya, hingga menjelang akhir pemerintahan Jokowi, HRS tetap mengambil sikap oposisi.
HRS, misalnya, melayangkan gugatan perdata ke pengadilan terhadap Jokowi senilai Rp5.246 triliun. HRS menilai Jokowi telah berbohong sejak menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2012 hingga menjadi presiden dua periode. Gugatan ini hingga Jokowi lengser pada 20 Oktober 2024, bahkan hingga kini masih berproses di pengadilan.
Apa yang sesungguhnya terjadi sehingga sikap politik HRS terhadap pemerintah bergeser, bahkan berbalik 180 derajat?
Padahal, rezim Prabowo merupakan kelanjutan rezim Jokowi. Bahkan pemerintahan Prabowo bisa dikatakan sebagai pemerintahan Jokowi jilid 3. Apalagi anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi wakil presidennya Prabowo.
Jadi, secara substansial sebenarnya sama saja antara pemerintahan Prabowo dan pemerintahan Jokowi yang digantikannya. Kalaupun ada perbedaan, cuma sedikit saja. Secara prinsip sama.
Perubahan sikap politik HRS juga terjadi terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Bila pada Pilkada DKI Jakarta 2017, HRS membiarkan politik identitas, sebaliknya pada Pilkada Jakarta 2024 kemarin ia berubah sikap.
Dalam orasinya pada “Reuni 212” kemarin, HRS mengajak para pendukungnya menghormati perbedaan pilihan. Pilihan, katanya, tergantung ijtihad politik masing-masing. HRS juga melarang para pendukungnya mengkafir-kafirkan mereka yang berbeda pilihan dalam Pilkada 2024.
Mengapa HRS mendukung pemerintahan Prabowo yang merupakan kelanjutan dari pemerintahan Jokowi?
Pertama, mungkin karena HRS sudah cukup lama berkolaborasi dengan Prabowo. Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 dan 2019, HRS mati-matian mendukung Prabowo. Kolaborasi itu hendak ia lanjutkan.
Kedua, mungkin karena Prabowo akomodatif terhadap kelompok HRS. Haikal Hassan, misalnya, diangkat Prabowo menjadi Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Padahal, sebelumnya Haikal Hassan mengaku akan terus menjadi oposisi, termasuk jika presidennya adalah Prabowo. Bahkan Haikal menyatakan, lalat-lalat yang mengerubungi bangkai justru lebih mulia daripada ulama-ulama yang mendekati penguasa.
Sindir Prabowo
Dalam orasinya di “Reuni 212” kemarin, HRS mendoakan agar para pelanggar HAM disingkirkan dari pemerintahan Prabowo sejauh-jauhnya.
Apakah sebenarnya “doa” HRS itu untuk menyindir Prabowo?
Diketahui, bekas Komandan Jenderal Kopassus itu lekat dengan citra sebagai pelanggar HAM. Khususnya kasus penculikan dan penghilangan paksa para aktivis demokrasi 1997/1998.
Akhirnya, ada apa dengan HRS?