Oleh: Karyudi Sutajah Putra, Analis Politik Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)
Jakarta – Ternyata media massa Tempo masih cukup bertuah. Dan tuah itu menimbulkan “tulah”, semacam kutukan. Ironisnya, Hasan Nasbi yang justru jadi tumbal atau korban.
Ini peringatan keras bagi mereka yang suka memandang sebelah mata kekuatan pers. Ternyata pena wartawan lebih tajam daripada selaksa bayonet tentara.
Diketahui, per 21 April 2025, atau bertepatan dengan Hari Kartini, Hasan Nasbi mengundurkan diri dari jabatan Kepala Kantor Komunikasi Presiden atau Presidential Communication Office (PCO). Alasannya, ada persoalan yang tidak bisa ia tangani.
Persoalan yang tak bisa ia tangani itu diduga terkait dengan desakan publik agar ia mundur. Sekretaris Kabinet Teddy Wijaya pernah menegur pendiri Cyrus Network itu. Pun Presiden Prabowo Subianto.
Musababnya, Hasan melontarkan pernyataan serampangan saat kantor redaksi Tempo di Palmerah, Jakarta Barat, diteror dengan kepala babi oleh orang yang hingga kini belum diketahui identitasnya. “Sudah, masak saja,” katanya di Istana Negara, Jakarta, 21 Maret 2025.
Mulutmu harimaumu. Mengerkah kepalamu. Hasan Nasbi menjadi tumbal gegara ucapannya sendiri.
Tepat sebulan kemudian, Hasan mundur. Pria kelahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, 1979 ini menjadi semacam tumbal atau korban atas teror terhadap Tempo. Ia terkena “tulah”.
Baca : https://fusilatnews.com/sinyal-mundur-dari-hasan-nasbi/
Diberitakan, pada 19 Maret 2025, Francisca Christy Rosana alias Caca, wartawan desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco, menerima kiriman paket berisi kepala babi yang sudah dipotong kedua telinganya.
Dua hari berselang, seseorang melemparkan kardus berisi enam ekor tikus got yang sudah dipotong lehernya.
Sikap serampangan Hasan Nasbi itu membuat Prabowo geram. Bekas Komandan Jenderal Kopassus itu kemudian menunjuk Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sebagai salah seorang juru bicaranya.
Plus santer desakan mundur dari publik, membuat pengamat politik itu tak berdaya. Hasan lempar handuk.
Jadi Penonton
Masa jabatan yang seumur jagung, ia diangkat di akhir masa pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua, atau 19 Agustus 2024, dan berlanjut di masa pemerintahan Prabowo, ternyata tak cukup bagi Hasan Nasbi untuk berorientasi dan kemudian menyesuaikan perilakunya dengan jabatan barunya.
Bila sebelumnya sebagai pengamat, Hasan kemudian menjadi seorang pejabat. Bahasa (perilaku) pejabat tentu saja berbeda dengan bahasa (perilaku) pengamat.
Hasan mengaku mundur untuk memberikan kesempatan kepada pemain baru yang lebih baik. Ia pun menepi dan cukup menjadi penonton saja.
Penonton? Berarti Hasan akan kembali menjadi pengamat politik. Ibarat sepak bola, sebagai pengamat, ia bisa saja merasa paling pintar. Tapi giliran menjadi pemain di lapangan, ternyata performanya tidak menjanjikan.
Ia pun tahu diri dan meminta maaf kepada Prabowo karena performanya tak sesuai harapan.
Hasan Nasbi sudah terlanjur membawa gerbong ke PCO. Kini, orang-orang di gerbong itu deg-degan: ikut mundur atau akan dimundurkan!