TRT World-FusilatNews – Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mendesak Mahkamah Agung untuk menunda implementasi undang-undang federal yang melarang aplikasi TikTok atau memaksa penjualannya. Dalam pengajuan yang disampaikan pada Jumat, Trump menyatakan bahwa penundaan tersebut akan memberinya waktu untuk mengejar solusi politik yang berpotensi menghindarkan Mahkamah Agung dari membuat keputusan terkait konstitusionalitas kasus tersebut.
“Penundaan ini sangat penting untuk memberikan Presiden Trump kesempatan mengejar resolusi politik yang dapat meniadakan kebutuhan pengadilan untuk memutuskan pertanyaan-pertanyaan signifikan secara konstitusional ini,” demikian isi pengajuan tersebut.
Kasus ini memunculkan ketegangan antara kebebasan berbicara di satu sisi dan kebijakan luar negeri serta keamanan nasional di sisi lain. Trump, dalam pernyataan minggu ini, mengisyaratkan dukungan untuk mempertahankan TikTok beroperasi di AS setidaknya sementara, dengan menyebutkan bahwa platform tersebut memberinya miliaran penayangan selama kampanye kepresidenannya.
TikTok dan perusahaan induknya, ByteDance, kini tengah menghadapi tekanan besar untuk menjual asetnya di AS. Kongres sebelumnya memberikan tenggat hingga 19 Januari mendatang untuk menyelesaikan penjualan atau menghadapi larangan penuh.
Pemerintahan Biden menilai TikTok sebagai ancaman keamanan nasional karena hubungan erat ByteDance dengan otoritas Tiongkok. Pejabat AS mengkhawatirkan potensi penggunaan TikTok untuk mengakses data pengguna di AS atau menyebarkan informasi yang tidak diinginkan. Namun, pihak pemerintah juga mengakui bahwa hingga saat ini tidak ada bukti konkret bahwa Tiongkok pernah melakukan hal tersebut.
Dalam pengajuan hukum, TikTok menolak tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa risiko yang disampaikan pemerintah AS hanya bersifat spekulatif. ByteDance tetap berjuang untuk mempertahankan aplikasi populer ini tetap online di AS, terutama mengingat sekitar 59 persen orang dewasa muda dan 63 persen remaja di negara tersebut menggunakan TikTok, menurut survei Pew Research.
Sementara itu, kelompok pendukung kebebasan berbicara mengecam langkah pemerintah terhadap TikTok sebagai bentuk penyensoran yang mengingatkan pada praktik negara-negara otoriter.
Sumber: TRTWORLD