Oleh M Yamin Nasution – Pemerhati Hukum
SELAIN DILARANG HUKUM, ADALAH BENTUK PENGHINAAN TERHADAP DELAPAN PULUH PERSEN UMMAT ISLAM DAN INI BAGIAN DARI JIHAD “ALLAHU AKBAR!!”
Pilpres 2024 menjadi penting bagi setiap warga negara yang telah memiliki hak untuk memilih, khususnya ummat Islam. Dalam konsep negara klasik liberal seperti yang dijelaskan oleh Prof. Associate. Emitai Etzioni dan lima belas Professor dan Professorhipnya, 2011 (Communitarianism Cityzenship) seperti Indonesia, ummat Islam sebagai golongan terbesar, memiliki kewajiban untuk melindungi dan memperjuangkan hak hidupnya juga memastikan saudara-saudara sebangsa dari golongan lain agar dapat hidup lebih baik, seperti; Katholik, Protestan, Konghucu, Budha, dan lainnya, walaupun rakyat yang paling banyak miskin adalah Islam, namun demikian mereka tidak pernah menuntut untuk diberikan lebih dari yang lain atas kekayaan alam.
Sejak Jokowi mengatakan dirinya akan cawe-cawe pada Pemilu 2024, ummat Islam dan ummat lain yang memiliki kesadaran telah banyak yang protes dan tidak setuju, terlebih setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memuluskan Putra Jokowi melalui Iparnya di MK untuk maju sebagai Cawapres di Pemilu 2024. Dan seluruh literatur hukum tidak ada yang mengatakan bahwa Putusan tersebut sah secara hukum, Han Kelsen dan pendahulunya David Hume, 2007 (Purity of Law), serta H.L.A Hart, 2012 (The Concept of Law) mengatakan : suatu putusan yang sah wajib tunduk dan taat pada aturan hukum, sedangkan Louis Michael Seidman, 2013 (On Constitutional Disobedience) mengatakan: suatu putusan yang tidak sah hanya disebut sebagai putusan yang legal, di putus oleh lembaga negara yang sah, sebagai putusan pembenaran, pembangkangan terhadap Konstitusi adalah kejahatan, kejahatan tersebut bukanlah pelanggaran hak seperti yang di atur dalam hukum Pidana, melain lebih besar lagi yaitu kejahatan dalam konsep negara yaitu berkhianat kepada kesepakatan seluruh rakyat, seperti yang diatur pada Pasal 7a UUD-NRI 1945.
Isu-isu Pemilu 2024 tidak jujur dan curang lahir dari kekuasaan tertinggi negara yaitu Jokowi dan keluarganya sehingga masyarakat resah dan marah. Selain dari itu, banyaknya aparatur sipil negara, baik dari Kepala Desa, Satpol PP, TNI, dan Kepolisian menjadi pembahasan hari-hari secara nasional, media massa, warung kopi, sawah-sawah, bahkan melalui saluran media televisi nasional terus meneru membahas isu kecurangan Pemilu 2024.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo seperti yang tertulis di media nasional on-lione dalam Agenda Perayaan Natal, pada Kamis 11 Januari 2024 sigit mengatakan :
“Saya rasa ini adalah pemilu yang sangat penting, karena akan melihat nasib bangsa kedepannya. Disini, rakyat kita akan memilih calon pemimpin nasional yang akan melanjutkan nahkoda kepemimpinan nasional sebagai presiden dan ini tentunya menjadi sesuatu yang sangat penting baik dari proses tahapannya yang berjalan lancar dan pascanya,”
“Yang kita cari adalah pemimpin yang dapat melanjutkan estafet kepemimpinan untuk kedepan bukan pemimpin yang kita pelihara dan selalu mencari perbedaan sehingga menimbulkan konflik,”
(Sumber : Tempo Jumat, 12 Januari 2024 14:05 WIB, baca selengkapnya, judul : Kapolri Listyo Sigit Prabowo Singgung Pemimpin yang Melanjutkan Presiden Jokowi, Bukan yang Mencari Perbedaan
Dua kalimat diatas tentunya menjadi perhatian publik, publik menduga Kapolri sedang melakukan Politik Praktis, dan bila dibahas secara bahasa pernyataan ini mengarah pada penerus Jokowi. Namun demikian Mabes Polri melalui Karo Penmas, Humas Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Trunoyudho Wisnu Adiko mengatakan, ucapan Kapolri soal kepemimpinan berkelanjutan, bukan untuk mengarahkan, apalagi menggiring opini, untuk medukung capres-capres tertentu.
Namun, masyarakat bertanya; apakah seorang Kapolri bicara tanpa pertimbangan? Han Kelsen mengatakan: Pidato Politik non ilmiah dapat membuat kekacauan publik dan mengacaukan penegakan hukum.
Kapolri harus ingat, saat akan diangkat menjadi Kapolri, ulama dan Ummat Islam pasang badan untuk memberikan dukungan dan dorongan moril sebab isu-isu dirinya bukan islam sempat mencuat seperti tertulis di Jawa post (Selasa, 24 November 2020 | 19:45 WIB). Ummat Islam memiliki prangsangka baik dan harapan baik terhadap Kapolri untuk membawa rasa keadilan, jangan khianati dan jangan disakiti.
Anggota Polri adalah masyarakat Indonesia, mereka saudara, cukuplah kasus-kasus besar yang terjadi di tubuh Polri selama ini, jangan tambah kepercayaan masyarakat turun terhadap polri sebab tergesa-gesa dalam mengambil sikap, kasian rakyat dan kasian Anggota Polri.
Tak ada yang dapat melakukan intervensi kepada Polri, untuk melakukan apapun termasuk Presiden, Anak Presiden, Istri Presiden, atau sahabat Presiden kecuali tunduk pada hukum itu sendiri, dan Pasal 28 UU No. 2 Tahun 2022 memerintahkan pada seluruh Anggota Polri untuk bersikap Netral.