Oleh: Entang Sastraatmadja
CNBC Indonesia merilis bahwa regenerasi petani masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi bangsa ini. Data Badan Pusat Statistik (Sensus Pertanian 2013 & 2023) menunjukkan dominasi petani berusia tua semakin menguat, sementara minat generasi muda untuk turun ke sawah semakin terbatas. Pertanyaan besarnya: siapa yang akan menjamin keberlanjutan pangan nasional di masa depan?
Pada 2013, sekitar 60,79% pengelola usaha pertanian (UTP) berusia 45 tahun ke atas. Sepuluh tahun kemudian, jumlahnya naik menjadi 66,44%. Artinya, hampir dua pertiga petani Indonesia kini berada di ambang pensiun. Sebaliknya, porsi petani muda (usia 15–34 tahun) justru menyusut drastis, padahal mereka yang seharusnya menjadi tulang punggung regenerasi.
Jumlah petani pun menurun. Pada 2013 tercatat 31,7 juta unit usaha pertanian, turun menjadi 29,3 juta pada 2023 atau menyusut 7,45%.
Faktor Penyebab
- Minimnya minat generasi muda: proporsi pemuda yang bekerja sebagai petani merosot dari 26,54% (2013) menjadi hanya 19,2% (2023). Survei Jakpat bahkan menunjukkan hanya 6 dari 100 pemuda usia 15–26 tahun yang bersedia menjadi petani.
- Pendapatan rendah: banyak petani beralih ke pekerjaan lain yang lebih menjanjikan.
- Risiko tinggi: gagal panen akibat cuaca ekstrem atau hama sering membuat petani rugi.
- Kurangnya prospek karir: pertanian dianggap jalan buntu, tanpa jenjang karir yang jelas.
- Minim penghargaan: jerih payah petani sering tak mendapat pengakuan yang layak.
Dampak
- Krisis regenerasi: tanpa minat anak muda, Indonesia berpotensi mengalami darurat petani.
- Kesejahteraan petani: tetap menjadi pekerjaan rumah besar, karena pendapatan dan kualitas hidup mereka masih rendah.
Upaya Pemerintah: Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP)
AUTP hadir untuk melindungi petani dari risiko gagal panen akibat banjir, kekeringan, hama, atau penyakit.
- Manfaat: klaim ganti rugi hingga Rp6 juta/ha, premi murah Rp36 ribu/ha (disubsidi 80% pemerintah), serta modal kerja awal untuk musim tanam berikutnya.
- Keberhasilan: meningkatnya partisipasi, klaim yang sudah dibayarkan, serta berkurangnya risiko gagal panen.
- Kendala: pemahaman petani masih rendah, sebagian kesulitan membayar premi, dan ada keluhan keterlambatan klaim.
Jalan Perbaikan
- Sosialisasi dan edukasi: agar petani memahami pentingnya AUTP.
- Akses pembiayaan: pemerintah bersama lembaga keuangan bisa membantu pembayaran premi.
- Percepatan klaim: agar petani cepat bangkit dari kerugian.
Krisis regenerasi petani bukan sekadar angka statistik, tetapi ancaman nyata bagi kedaulatan pangan. Jika petani muda terus menjauh dari sawah, siapa yang kelak akan menanam pangan untuk 270 juta rakyat Indonesia?
Semoga menjadi bahan perenungan bersama.
(Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat)

Oleh: Entang Sastraatmadja




















